Wisata Syariah Berpotensi Besar untuk Dikembangkan
A
A
A
BANDUNG - Berbekal keindahan alam nan elok, ragam kebudayaan, mayoritas penduduk muslim, dan lainnya, Indonesia dianggap memiliki potensi yang sangat besar bagi pengembangan wisata syariah. Namun, wisata dimaksud tidak sebatas wisata ziarah, tetapi lebih kepada tempat wisata yang berwawasan syariah.
Wakil Ketua Centre for Islamic Economics Studies (CIES) Harry Maksum mengakui saat ini pemahaman kebanyakan masyarakat tentang wisata syariah masih ke arah wisata ziarah. Dimana hal tersebut dimanfaatkan oleh kalangan tidak bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan yang mengarah kepada kemusyrikan.
"Kemenparekraf (kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif) menetapkan sembilan destinasi wisata syariah di Indonesia, termasuk di dalamnya Jawa Barat," ujarnya saat ditemui di kantor CIES di Gedung Bank Indonesia wilayah VI Jalan Braga Bandung, Selasa (12/8/2014).
Kesembilan destinasi wisata yang ditetapkan Kemenparekraf antara lain Sumatera Barat, Riau, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Makassar, dan Lombok. Menurutnya, untuk menjadi destinasi wisata syariah, daerah-daerah tersebut harus memiliki travel agent, hotel, restoran yang mendapat sertifikat halal.
"Apalagi Jabar saat ini tengah menuju provinsi halal. Bahkan, dulu di Bandung ada hotel Hazanah Regency yang sudah menerapkan konsep wisata syariah. Di dalamnya, ada mushola yang representatif, tiap kamar ada Al-qurannya, tidak ada bar, dapurnya pun halal dan tidak menyediakan minuman keras," tuturnya.
Harry menyayangkan, karena dulu kurang diminati, hotel tersebut harus gulung tikar dan berubah menjadi hotel yang mainstream. Padahal, lanjutnya, konsistensi bisnis hotel syariah seperti ditunjukkan hotel Sofyan di Jakarta malah berhasil menaikkan omzet dengan adanya pendukung wisata syariah bersertifikat halal.
"Hotel Sofyan itu justru banyak dikunjungi karena ramah anak. Membuat keluarga lebih nyaman tinggal di hotel dengan wawasan syariah tersebut. Bahkan tidak hanya diminati kalangan muslim, non muslim pun meminati hotel Sofyan. Saya harap ada hotel-hotel yang menerapkan konsep serupa, khususnya di Bandung. Hal ini untuk menarik wisatawan mancanegara terutama yang berasal dari Timur Tengah," katanya.
Harry menambahkan, pihaknya saat ini tengah menggenjot sosialisasi konsep wisata syariah ini kepada masyarakat lebih luas. Di antaranya dengan menggelar kegiatan berupa seminar pariwisata syariah kepada pelaku pariwisata atau masyarakat pada umumnya.
"Pengetahuan masyarakat tentang pariwisata syariah ini belum begitu bagus. Begitu pula dengan pemahaman para pengelola wisata yang masih kurang sekonsep. Saya harap dengan berbagai sosialisasi yang dilakukan akan makin menumbuhkan kesadaran keagamaan masyarakat untuk berwisata ke tempat yang sudah berwawasan syariah," paparnya.
Berdasarkan data dari Kemenparekraf, komunitas muslim merupakan pasar yang sangat besar dengan jumlah penduduk muslim sedunia sekitar 1,8 miliar atau 28% penduduk yang tersebar di 148 negara. Pada 2011, wisatawan muslim sudah berkontribusi sekitar Rp126 miliar di sektor pariwisata. Nilai ini bahkan lebih besar dibandingkan wisatawan dari Jerman yang hanya berkontribusi sekitar Rp111,889 miliar.
Pada 2010, Indonesia dikunjungi 7.002.994 turis melalui 19 pintu masuk. Sebanyak 1.277.437 di antaranya muslim dan memerlukan fasilitas makanan halal. Apalagi kini konsumsi produk halal tidak terbatas pada pemeluk agama Islam saja. Kemenparekraf
memperkirakan, jika program ini berjalan sukses, maka akan bisa menyedot sampai 6 juta wisatawan asing dengan omzet ratusan miliar dolar AS.
Wakil Ketua Centre for Islamic Economics Studies (CIES) Harry Maksum mengakui saat ini pemahaman kebanyakan masyarakat tentang wisata syariah masih ke arah wisata ziarah. Dimana hal tersebut dimanfaatkan oleh kalangan tidak bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan yang mengarah kepada kemusyrikan.
"Kemenparekraf (kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif) menetapkan sembilan destinasi wisata syariah di Indonesia, termasuk di dalamnya Jawa Barat," ujarnya saat ditemui di kantor CIES di Gedung Bank Indonesia wilayah VI Jalan Braga Bandung, Selasa (12/8/2014).
Kesembilan destinasi wisata yang ditetapkan Kemenparekraf antara lain Sumatera Barat, Riau, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Makassar, dan Lombok. Menurutnya, untuk menjadi destinasi wisata syariah, daerah-daerah tersebut harus memiliki travel agent, hotel, restoran yang mendapat sertifikat halal.
"Apalagi Jabar saat ini tengah menuju provinsi halal. Bahkan, dulu di Bandung ada hotel Hazanah Regency yang sudah menerapkan konsep wisata syariah. Di dalamnya, ada mushola yang representatif, tiap kamar ada Al-qurannya, tidak ada bar, dapurnya pun halal dan tidak menyediakan minuman keras," tuturnya.
Harry menyayangkan, karena dulu kurang diminati, hotel tersebut harus gulung tikar dan berubah menjadi hotel yang mainstream. Padahal, lanjutnya, konsistensi bisnis hotel syariah seperti ditunjukkan hotel Sofyan di Jakarta malah berhasil menaikkan omzet dengan adanya pendukung wisata syariah bersertifikat halal.
"Hotel Sofyan itu justru banyak dikunjungi karena ramah anak. Membuat keluarga lebih nyaman tinggal di hotel dengan wawasan syariah tersebut. Bahkan tidak hanya diminati kalangan muslim, non muslim pun meminati hotel Sofyan. Saya harap ada hotel-hotel yang menerapkan konsep serupa, khususnya di Bandung. Hal ini untuk menarik wisatawan mancanegara terutama yang berasal dari Timur Tengah," katanya.
Harry menambahkan, pihaknya saat ini tengah menggenjot sosialisasi konsep wisata syariah ini kepada masyarakat lebih luas. Di antaranya dengan menggelar kegiatan berupa seminar pariwisata syariah kepada pelaku pariwisata atau masyarakat pada umumnya.
"Pengetahuan masyarakat tentang pariwisata syariah ini belum begitu bagus. Begitu pula dengan pemahaman para pengelola wisata yang masih kurang sekonsep. Saya harap dengan berbagai sosialisasi yang dilakukan akan makin menumbuhkan kesadaran keagamaan masyarakat untuk berwisata ke tempat yang sudah berwawasan syariah," paparnya.
Berdasarkan data dari Kemenparekraf, komunitas muslim merupakan pasar yang sangat besar dengan jumlah penduduk muslim sedunia sekitar 1,8 miliar atau 28% penduduk yang tersebar di 148 negara. Pada 2011, wisatawan muslim sudah berkontribusi sekitar Rp126 miliar di sektor pariwisata. Nilai ini bahkan lebih besar dibandingkan wisatawan dari Jerman yang hanya berkontribusi sekitar Rp111,889 miliar.
Pada 2010, Indonesia dikunjungi 7.002.994 turis melalui 19 pintu masuk. Sebanyak 1.277.437 di antaranya muslim dan memerlukan fasilitas makanan halal. Apalagi kini konsumsi produk halal tidak terbatas pada pemeluk agama Islam saja. Kemenparekraf
memperkirakan, jika program ini berjalan sukses, maka akan bisa menyedot sampai 6 juta wisatawan asing dengan omzet ratusan miliar dolar AS.
(gpr)