Weda Bay Hanya Mau Naikkan Royalti 2%
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah menegaskan PT Weda Bay Nickel hanya bersedia menaikkan royalti hingga 2%. Hanya saja kesepakatan renegosiasi kontrak pertambangan terganjal dengan opsi kenaikan royalti apabila harga nikel matte menyentuh USD21.000 per ton.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Sukhyar menuturkan, secara prinsip renegosiasi dengan Weda Bay sudah selesai. Besaran royalti yang semula sebesar 0,9% akan naik menjadi 2%.
Namun demikian, Weda Bay belum setuju opsi kenaikan royalti apabila harga menyentuh USD21.000 per ton. Sukhyar enggan mengatakan, berapa lama payback dilakukan. "Mereka minta royalti tetap 2% hingga payback periode (kembali modal) tercapai. Ya enggak bisa seperti itulah," kata Sukhyar di Jakarta, Selasa (26/8/2014).
Ia pun memahami keinginan Weda Bay, karena perusahaan tersebut belum berproduksi. Sedangkan pemerintah tidak bermaksud menyulitkan pelaku usaha dalam mencapai keekonomian karena sejumlah kalangan memprediksi harga komoditas nikel matte akan menyentuh USD22.000 per ton pada akhir tahun ini.
Dengan harga sebesar itu, imbuhnya, maka royalti yang diinginkan pemerintah menjadi 3%. Pasalnya PT Vale Indonesia Tbk sudah menyetujui opsi kenaikan royalti tersebut. "Semangat Vale hebat, seharusnya Weda juga begitu," ujarnya.
Adapun enam poin renegosiasi itu ialah pembangunan unit pengolahan dan pemurnian (smelter), penciutan luas lahan tambang, perubahan perpanjangan kontrak menjadi izin usaha pertambangan (IUP), kenaikan royalti untuk penerimaan negara, divestasi, serta penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri.
Sementara, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM, Edi Prasodjo menerangkan Weda Bay bakal membangun smelter yang terintegrasi dengan tambang. Perusahaan asal Perancis ini akan menambang bijih nikel di Kepulauan Halmahera, Maluku Utara. Investasinya mencapai USD5 miliar dengan rincian digunakan membangun smelter sebesar 80%, sedangkan 20% sisanya untuk penambangan.
Dengan terintegrasinya kegiatan hulu dan hilir pertambangan maka divestasi Weda Bay sebesar 40%. Hal ini mengacu pada draft revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 tahun 2012 tentang perubahan PP No.23 tahun 2010 terkait Kegiatan Usaha Penambangan. Revisi mengatur kewajiban divestasi berdasarkan tiga jenis perusahaan tambang yang dimiliki pihak asing.
Bagi perusahaan yang hanya melakukan kegiatan pertambangan maka divestasi sebesar 51%. Untuk pelaku pertambangan yang melakukan kegiatan pertambangan serta mengoperasikan smelter atau terintegrasi maka divestasi mencapai 40%. Sedangkan perusahaan yang mengoperasikan tambang dengan metode tambang bawah tanah (underground) kewajiban divestasinya hanya 30%. "Luas lahan yang disepakati sekitar 47 ribu hektar," ujar Edi.
Sebagai informasi, kegiatan Weda Bay di Maluku Utara bakal membuka lapangan pekerjaan kepada 3.500 pekerja yang sebagian besar diambil dari tenaga lokal. Dengan begitu maka poin keenam renegosiasi tentang penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri, terpenuhi.
Proyek Weda Bay dimiliki 90 % sahamnya oleh Strand Mineral Pte Ltd (Singapura) dan PT Aneka Tambang Tbk 10%. Sedangkan, kepemilikan saham Strand Mineral mayoritas dipegang oleh perusahaan asal Perancis, Eramet SA sebesar 66,6%, kemudian perusahaan asal Jepang, Mitsubishi Corporation sekitar 30%, dan Pamco 3,4%.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Sukhyar menuturkan, secara prinsip renegosiasi dengan Weda Bay sudah selesai. Besaran royalti yang semula sebesar 0,9% akan naik menjadi 2%.
Namun demikian, Weda Bay belum setuju opsi kenaikan royalti apabila harga menyentuh USD21.000 per ton. Sukhyar enggan mengatakan, berapa lama payback dilakukan. "Mereka minta royalti tetap 2% hingga payback periode (kembali modal) tercapai. Ya enggak bisa seperti itulah," kata Sukhyar di Jakarta, Selasa (26/8/2014).
Ia pun memahami keinginan Weda Bay, karena perusahaan tersebut belum berproduksi. Sedangkan pemerintah tidak bermaksud menyulitkan pelaku usaha dalam mencapai keekonomian karena sejumlah kalangan memprediksi harga komoditas nikel matte akan menyentuh USD22.000 per ton pada akhir tahun ini.
Dengan harga sebesar itu, imbuhnya, maka royalti yang diinginkan pemerintah menjadi 3%. Pasalnya PT Vale Indonesia Tbk sudah menyetujui opsi kenaikan royalti tersebut. "Semangat Vale hebat, seharusnya Weda juga begitu," ujarnya.
Adapun enam poin renegosiasi itu ialah pembangunan unit pengolahan dan pemurnian (smelter), penciutan luas lahan tambang, perubahan perpanjangan kontrak menjadi izin usaha pertambangan (IUP), kenaikan royalti untuk penerimaan negara, divestasi, serta penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri.
Sementara, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM, Edi Prasodjo menerangkan Weda Bay bakal membangun smelter yang terintegrasi dengan tambang. Perusahaan asal Perancis ini akan menambang bijih nikel di Kepulauan Halmahera, Maluku Utara. Investasinya mencapai USD5 miliar dengan rincian digunakan membangun smelter sebesar 80%, sedangkan 20% sisanya untuk penambangan.
Dengan terintegrasinya kegiatan hulu dan hilir pertambangan maka divestasi Weda Bay sebesar 40%. Hal ini mengacu pada draft revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 tahun 2012 tentang perubahan PP No.23 tahun 2010 terkait Kegiatan Usaha Penambangan. Revisi mengatur kewajiban divestasi berdasarkan tiga jenis perusahaan tambang yang dimiliki pihak asing.
Bagi perusahaan yang hanya melakukan kegiatan pertambangan maka divestasi sebesar 51%. Untuk pelaku pertambangan yang melakukan kegiatan pertambangan serta mengoperasikan smelter atau terintegrasi maka divestasi mencapai 40%. Sedangkan perusahaan yang mengoperasikan tambang dengan metode tambang bawah tanah (underground) kewajiban divestasinya hanya 30%. "Luas lahan yang disepakati sekitar 47 ribu hektar," ujar Edi.
Sebagai informasi, kegiatan Weda Bay di Maluku Utara bakal membuka lapangan pekerjaan kepada 3.500 pekerja yang sebagian besar diambil dari tenaga lokal. Dengan begitu maka poin keenam renegosiasi tentang penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri, terpenuhi.
Proyek Weda Bay dimiliki 90 % sahamnya oleh Strand Mineral Pte Ltd (Singapura) dan PT Aneka Tambang Tbk 10%. Sedangkan, kepemilikan saham Strand Mineral mayoritas dipegang oleh perusahaan asal Perancis, Eramet SA sebesar 66,6%, kemudian perusahaan asal Jepang, Mitsubishi Corporation sekitar 30%, dan Pamco 3,4%.
(gpr)