Industri Penerbangan Minta Perhatian Pemerintah

Kamis, 04 September 2014 - 18:16 WIB
Industri Penerbangan...
Industri Penerbangan Minta Perhatian Pemerintah
A A A
JAKARTA - Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) meminta komitmen serius pemerintah untuk menciptakan atmosfir yang lebih baik bagi industri penerbangan.

Hal tersebut mengingat sejumlah persoalan krusial yang menimpa anggota INACA saat ini dan berpotensi mengganggu kelancaran operasional di masa mendatang.

"Saatnya pemerintah memberikan kepastian bagi INACA mengingat tantangan industri penerbangan ke depan semakin berat, terutama menjelang pemberlakuan ASEAN Open Sky Policy pada 2015 dan belum siapnya industri strategis aviasi nasional dalam mendukung bisnis penerbangan," kata Ketua Umum INACA Arif Wibowo di Jakarta, Kamis (4/9/2014).

Arif yang juga President dan CEO Citilink mengatakan, sejumlah persoalan krusia yang dihadapi saat ini memerlukan kebijakan pemerintah yang betul-betul pro airlines.

Persoalan itu antara lain depresiasi nilai rupiah yang semakin membebani biaya operasional, meroketnya harga avtur, bea masuk suku cadang pesawat yang tinggi hingga pelaksanaan audit dan fasilitas kebandaraan.

Dia mengungkapkan, industri penerbangan merupakan industri strategis, terutama bagi negara kepulauan seperti Indonesia, untuk itu perlu kebijakan strategis.

Dalam pandangan INACA, saat ini pemerintah semestinya mengeluarkan kebijakan yang lebih terkoordinir tidak sektoral. INACA berharap pemerintahan baru memberikan perhatian lebih serius.

Atas adanya kebijakan yang lebih berpihak bagi bisnis airlines, maka akan meningkatkan daya saing penerbangan nasional dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 sekaligus mendorong tumbuhnya industri startegis di sektor penerbangan.

"Industri penerbangan merupakan jembatan udara yang membantu kelancaran distribusi logisik dan membangun konektivitas intra wilayah. Pada akhirnya akan mewujudkan industri penerbangan nasional yang mandiri dan memberikan keuntungan bagi perekonomian daerah dan nasional," papar dia.

Sekitar 85% biaya operasional pesawat bergantung pada dolar. Biaya untuk membeli komponen bisa mencapai 25% dari beban operasional. Sedangkan biaya avtur mencapai 45%-50% biaya operasional penerbangan.

Importir komponen selama ini menanggung bea masuk 7%-8% dari harga komponen. Padahal harga komponen pesawat relatif mahal, terlebih di tengah nilai tukar rupiah yang melorot atas dolar AS.

Saat ini INACA telah mengajukan 300 jenis komponen pesawat (mayoritas diproduksi di Amerika Serikat dan Eropa) ke Kementerian Perhubungan untuk mendapatkan pembebasan bea masuk dan disetujui 27 jenis.

"Setelah itu melanjutkan permintaan ke Kementerian Perindustrian dan dari 27 jenis yang disetujui hanya empat jenis yang disetujui," ucapnya.

Sebagai perbandingan, negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Thailand telah membebaskan bea masuk atas komponen pesawat demi menunjang keberlangsungan industri penerbangannya, sementara Indonesia masih menerapkan bea masuk suku cadang pesawat dengan kisaran 5%-7%.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0857 seconds (0.1#10.140)