Industri Hotel Kemungkinan Lakukan Efisiensi Karyawan

Jum'at, 12 September 2014 - 01:31 WIB
Industri Hotel Kemungkinan...
Industri Hotel Kemungkinan Lakukan Efisiensi Karyawan
A A A
BANDUNG - Sejumlah hotel di Jawa Barat (Jabar) tidak menutup kemungkinan akan terdampak kenaikan harga elpiji 12 kilogram (kg) sebesar Rp1.500 per kg. Bahkan, diprediksi akan mendorong melakukan efisiensi, seperti dengan mengurangi jumlah karyawan.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jabar Herman Muchtar mengatakan, hal itu kemungkinan diambil dengan alasan makin tingginya persaingan hotel di Jabar, khususnya Bandung. Sehingga membuat kenaikan tarif sulit dilakukan.

"Pilihan yang paling realistis setelah adanya keputusan naiknya harga elpiji 12 kg adalah melakukan efisiensi, yang salah satunya dengan melakukan pengurangan karyawan," ujarnya, Kamis (11/9/2014).

Dia mengakui, elpiji bukan merupakan pemberi kontribusi terbesar dalam biaya operasional hotel. Namun, yang jadi permasalahan adalah sebelum elpiji naik, hotel sudah dibebani dengan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan pajak air tanah.

"Kalau diakumulasikan, kenaikan tarif dan harga tersebut kian memberatkan industri hotel Jabar, khususnya Bandung," katanya.

Dia menjelaskan, kontribusi kenaikan harga elpiji 12 kg terhadap kenaikan tarif hotel relatif kecil. Dia mencontohkan, untuk hotel yang agak besar, dalam satu hari habis lebih dari satu tabung. Sementara untuk hotel kecil hanya sekitar satu tabung untuk satu hari.

"Kenaikan biaya operasionalnya hanya sekitar Rp 300.000-Rp 600.000 atau dengan kata lain masih di bawah Rp 1.000.000 per bulan. Tidak terlalu besar," katanya.

Dia mengeluhkan kenaikan harga elpiji tersebut karena bukan tidak mungkin akan juga diikuti kenaikan harga bahan baku. Dampaknya akan menjadi besar. Pelaku hotel akan menjerit. Okupansi terus turun, persaingan makin ketat, biaya operasional terus naik.

"Kalau tarif naik, sementara yang bergerak di bidang ini banyak, potensi tersingkir besar," katanya.

Pasalnya, menurut dia, jumlah kamar hotel khususnya Kota Bandung terus membengkak. Pertumbuhan jumlah kamar jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan permintaan.

"Saat ini sudah ada sekitar 20.000 kamar hotel di Kota Bandung. Di akhir tahun diprediksi jumlahnya akan mencapai 23.000-24.000," katanya.

Kondisi demikian mengakibatkan okupansi hotel di Kota Bandung terus merosot. Rata-rata okupansi pada hari biasa sekitar 50%, sedangkan weekend 95%. Hanya hotel tertentu yang okupansi weekend dan long weekend bisa mencapai 100%.

"Hanya beberapa hotel dengan lokasi strategis, mungkin bisa 98% atau bahkan 100%. Yang lainnya cukup kesulitan. Bahkan tak sedikit yang pada weekend hanya bisa 85%," sebutnya.

Apalagi okupansi di Jabar lebih parah lagi. Okupansinya pada weekend sekitar 85% dan weekday 37%, bahkan ada yang 20%.

Dia menambahkan, pihaknya tidak mungkin apabila sampai meminta penangguhan atau pembatalan kenaikan harga elpiji 12 kg. Menurutnya, hal tersebut bukanlah solusi bagi masalah yang dihadapi perhotelan saat ini.

"Lebih baik pemerintah dengan tegas melarang pembangunan kamar hotel baru. Ini merupakan solusi terbaik saya rasa. Kota Bandung harus berani seperti yogyakarta dan bali. Di Yogyakarta bahkan dilarang membangun kamar hotel baru. Jika tidak, potensi pemutusan hubungan kerja di hotel eksisting terbuka," katanya.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8677 seconds (0.1#10.140)