Siap Tak Siap, Indonesia Harus Hadapi MEA
A
A
A
JAKARTA - CEO Mikro Investindo Utama Budi Isman menilai Indonesia terlambat dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun depan. Musababnya, perjanjian MEA 2015 sudah dibuat beberapa tahun lalu dan bukan perjanjian kemarin sore, sehingga masyarakatnya seharusnya sudah disiapkan sejak lama.
"Saya nggak mau mengkritisi pemerintahan masa lalu ya, tapi kok kita baru sekarang hot-nya gitu lho. Sedangkan tahun depan sudah MEA. Kok kepanasannya baru sekarang? Bukan 5-10 tahun yang lalu di saat sudah diperjanjikan. Ini kan bukan barang kemarin sore," ujar dia kepada Sindonews di Gedung Sindo, Jakarta, Sabtu (27/9/2014).
Namun, Budi beranggapan, ini tidak boleh disesali karena biar bagaimanapun juga Indonesia harus bersiap dengan kondisi bahwa MEA akan diselenggarakan tahun depan.
"Okelah, itu sudah terjadi, gimanapun kita enggak bisa nolak, kita harus menyiapkan diri. Oleh karena itu masyarakat ini pertama harus ada awareness. Pemerintah ini saya lihat kurang marketing. Marketingnya enggak ada. Karena masyarakat ini harus tahu dulu, 'Hei besok tahun depan ada masyarakat ASEAN lho, dampaknya ini lho, ini lho yang harus disiapkan'," ujarnya.
Yang paling penting, pemerintah harus menyusun marketing dan informasi mulai dari masyarakat paling atas sampai paling bawah. "Itu tugasnya pemerintah. Apa gunaya Menkoinfo? Kenapa enggak mereka lakukan itu?" tanyanya..
Setelah itu, lanjut Budi, masyarakat harus tahu soal dampak MEA, dan apa saja kesiapannya. Misalnya dari sisi wirausaha, dari segi SDM-nya, harus yang mampu untuk bersaing. Dari segi bahasa dan skill, jelasnya, jangan sampai kalah dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
"Nah, ini kan PR pemerintah sebenarrnya banyak. Artinya daripada tidak siap sama sekali mendingan kita siapkan sekarang. Siapkan orang-orangnnya terutama yang menengah kebawah. Karena yang besar-besar itu cukup bisa bersaing. Tapi yang menengah kecil, itu yang susah dan perlu disiapkan," tandasnya.
"Saya nggak mau mengkritisi pemerintahan masa lalu ya, tapi kok kita baru sekarang hot-nya gitu lho. Sedangkan tahun depan sudah MEA. Kok kepanasannya baru sekarang? Bukan 5-10 tahun yang lalu di saat sudah diperjanjikan. Ini kan bukan barang kemarin sore," ujar dia kepada Sindonews di Gedung Sindo, Jakarta, Sabtu (27/9/2014).
Namun, Budi beranggapan, ini tidak boleh disesali karena biar bagaimanapun juga Indonesia harus bersiap dengan kondisi bahwa MEA akan diselenggarakan tahun depan.
"Okelah, itu sudah terjadi, gimanapun kita enggak bisa nolak, kita harus menyiapkan diri. Oleh karena itu masyarakat ini pertama harus ada awareness. Pemerintah ini saya lihat kurang marketing. Marketingnya enggak ada. Karena masyarakat ini harus tahu dulu, 'Hei besok tahun depan ada masyarakat ASEAN lho, dampaknya ini lho, ini lho yang harus disiapkan'," ujarnya.
Yang paling penting, pemerintah harus menyusun marketing dan informasi mulai dari masyarakat paling atas sampai paling bawah. "Itu tugasnya pemerintah. Apa gunaya Menkoinfo? Kenapa enggak mereka lakukan itu?" tanyanya..
Setelah itu, lanjut Budi, masyarakat harus tahu soal dampak MEA, dan apa saja kesiapannya. Misalnya dari sisi wirausaha, dari segi SDM-nya, harus yang mampu untuk bersaing. Dari segi bahasa dan skill, jelasnya, jangan sampai kalah dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
"Nah, ini kan PR pemerintah sebenarrnya banyak. Artinya daripada tidak siap sama sekali mendingan kita siapkan sekarang. Siapkan orang-orangnnya terutama yang menengah kebawah. Karena yang besar-besar itu cukup bisa bersaing. Tapi yang menengah kecil, itu yang susah dan perlu disiapkan," tandasnya.
(gpr)