Wisata Syariah Indonesia Masih Tertinggal
A
A
A
JAKARTA - Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, justru dinilai masih tertinggal dalam mengembangkan pasar wisata syariah.
Pengembangan ekonomi syariah dinilai masih sekedar fokus menyasar pengembangan sektor keuangan semata. Padahal, banyak potensi ekonomi syariah yang belum dioptimalkan seperti wisata syariah.
Ketua Presidium Lembaga Kajian Ekonomi dan Pembangunan Islam (LKEPI), Pasca Sarjana Universitas Azzahra Dedi Uska menuturkan banyak negara dengan penduduk muslim yang minoritas sudah memnafaatkan potensi ekonomi di wisata syariah.
Dia mencontohkan, pengembangan pariwisata syariah telah dijalankan negara lain seperti Thailand yang memiliki wisata halal.
Begitu juga dengan Singapura yang mengusung konsep wisata pelayanan terintegrasi dan Malaysia yang telah mengembangkan wisata syariah secara full.
"Dengan pengembangan wisata syariah, negara-negara tersebut mampu meraup pendapatan ekonomi yang sangat besar," tutur dia dalam rilisnya, Selasa (30/9/2014).
Dari pengamatannya, orang-orang yang berkunjung di negeri dengan wisata syariah adalah para wisatawan yang kaya dari Eropa, Afrika Utara, Timur Tengah, dan Amerika.
Mereka, kata Dedi, rata-rata sangat menyukai makanan dan tempat wisata halalan thoyiban serta pelayanan yang transparatif dan penuh kenyamanan.
"Untuk itu, saya berharap agar pemerintahan terpilih Joko Wiodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) bisa memanfaatkan peluang tersebut untuk meningkatkan perekonomian masyarakat," tambah Dedi.
Sementara, Riyanto Sofyan, Pelaku Usaha Wisata Syariah sekaligus pemilik jaringan Hotel Sofyan menuturkan, beberapa negara dunia seperti Thailand, Australia dan Amerika Serikat sebelumnya kurang memperhatikan perkembangan wisata syariah.
Namun, setelah menyadari potensinya, justru perkembangan wisata syariahnya saat ini lebih maju dari Indonesia.
Sofyan mengatakan, mereka terus merancang strategi untuk menghimpun potensi tersebut. "Kenapa kita tidak bisa bersaing dengan mereka, saya berharap pemerintah menangkap potensi ini," ujarnya.
Dia membeberkan, potensi ekonomi warga muslim dunia dinilai besar. Jika dihitung GDP gabungan negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mencapai USD9,6 triliun.
Angka tersebut persis di bawah GDP Amerika Serikat USD16 triliun, dan di atas China yang hanya USD8,5 triliun.
"Pertumbuhan ekonomi negara OKI itu jauh lebih tinggi yaitu 6,3% dibanding negara lain yang hanya 5,3%," ungkap Sofyan.
Menariknya, saat ini mulai terjadi transisi perubahan dari muslim tradisional yang hanya fokus beribadah ke muslim yang futuristik.
Mereka mengikuti perkembangan dan kemajuan zaman. Namu, tetap menegakan ajaran-ajaran Islam.
"Kini tren masyarakat sudah mulai back to nature, menggunakan hal yang halal dan baik. Tren kaum muda muslim dunia saat ini lebih terbuka terhadap terknologi, dan perkembangan lifestyle namun masih berpegang pada aturan agama," pungkasnya.
Pengembangan ekonomi syariah dinilai masih sekedar fokus menyasar pengembangan sektor keuangan semata. Padahal, banyak potensi ekonomi syariah yang belum dioptimalkan seperti wisata syariah.
Ketua Presidium Lembaga Kajian Ekonomi dan Pembangunan Islam (LKEPI), Pasca Sarjana Universitas Azzahra Dedi Uska menuturkan banyak negara dengan penduduk muslim yang minoritas sudah memnafaatkan potensi ekonomi di wisata syariah.
Dia mencontohkan, pengembangan pariwisata syariah telah dijalankan negara lain seperti Thailand yang memiliki wisata halal.
Begitu juga dengan Singapura yang mengusung konsep wisata pelayanan terintegrasi dan Malaysia yang telah mengembangkan wisata syariah secara full.
"Dengan pengembangan wisata syariah, negara-negara tersebut mampu meraup pendapatan ekonomi yang sangat besar," tutur dia dalam rilisnya, Selasa (30/9/2014).
Dari pengamatannya, orang-orang yang berkunjung di negeri dengan wisata syariah adalah para wisatawan yang kaya dari Eropa, Afrika Utara, Timur Tengah, dan Amerika.
Mereka, kata Dedi, rata-rata sangat menyukai makanan dan tempat wisata halalan thoyiban serta pelayanan yang transparatif dan penuh kenyamanan.
"Untuk itu, saya berharap agar pemerintahan terpilih Joko Wiodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) bisa memanfaatkan peluang tersebut untuk meningkatkan perekonomian masyarakat," tambah Dedi.
Sementara, Riyanto Sofyan, Pelaku Usaha Wisata Syariah sekaligus pemilik jaringan Hotel Sofyan menuturkan, beberapa negara dunia seperti Thailand, Australia dan Amerika Serikat sebelumnya kurang memperhatikan perkembangan wisata syariah.
Namun, setelah menyadari potensinya, justru perkembangan wisata syariahnya saat ini lebih maju dari Indonesia.
Sofyan mengatakan, mereka terus merancang strategi untuk menghimpun potensi tersebut. "Kenapa kita tidak bisa bersaing dengan mereka, saya berharap pemerintah menangkap potensi ini," ujarnya.
Dia membeberkan, potensi ekonomi warga muslim dunia dinilai besar. Jika dihitung GDP gabungan negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mencapai USD9,6 triliun.
Angka tersebut persis di bawah GDP Amerika Serikat USD16 triliun, dan di atas China yang hanya USD8,5 triliun.
"Pertumbuhan ekonomi negara OKI itu jauh lebih tinggi yaitu 6,3% dibanding negara lain yang hanya 5,3%," ungkap Sofyan.
Menariknya, saat ini mulai terjadi transisi perubahan dari muslim tradisional yang hanya fokus beribadah ke muslim yang futuristik.
Mereka mengikuti perkembangan dan kemajuan zaman. Namu, tetap menegakan ajaran-ajaran Islam.
"Kini tren masyarakat sudah mulai back to nature, menggunakan hal yang halal dan baik. Tren kaum muda muslim dunia saat ini lebih terbuka terhadap terknologi, dan perkembangan lifestyle namun masih berpegang pada aturan agama," pungkasnya.
(izz)