Inflasi di Jateng Oktober Diperkirakan Lebih Rendah
A
A
A
SEMARANG - Bank Indonesia (BI) Wiayah V Semarang memperkirakan inflasi di Jawa Tengah (Jateng) pada Oktober 2014 lebih rendah dibandingkan September lalu.
Deputi Kepala Perwakilan BI Wilayah V Semarang, Marlison Hakim mengatakan, beberapa risiko inflasi yang perlu diwaspadai, antara lain terbatasnya pasokan bahan pangan sejalan dengan masuknya musim tanam.
Namun, stok beras Bulog yang mencukupi hingga 9 bulan kebutuhan operasional diperkirakan dapat mengurangi tekanan inflasi bahan pangan.
Meski demikian, risiko inflasi muncul terkait kemungkinan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi oleh pemerintahan baru.
“Rencana kenaikan harga BBM secara langsung dan tidak langsung melalui kenaikan ekspektasi inflasi akan memengaruhi pencapaian inflasi hingga akhir tahun,” terang Marlison.
Mencermati risiko inflasi tersebut, Bank Indonesia dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah akan memperkuat koordinasi melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Jawa Tengah.
Hal ini diperlukan agar dapat menjaga stabilitas inflasi khususnya meminimalkan dampak lanjutan yang ditimbulkan dari kebijakan administered prices.
Terkiat dengan inflasi pada bulan September, Marlison melihat Inflasi yang terjadi sudah sesuai dengan perkiraan. Di mana inflasi pada September tercatat lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya, yakni hanya 0,22% atau lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata lima tahun terakhir (0,31% mtm).
“Inflasi September 2014 lebih banyak dipengaruhi penyesuaian harga elpiji dan tarif listrik serta musiman biaya pendidikan. Hal ini juga menunjukkan bahwa pemilihan waktu yang tepat penyesuaian harga administered prices menjadi sangat penting sehingga inflasi tidak tinggi,” tandasnya.
Deputi Kepala Perwakilan BI Wilayah V Semarang, Marlison Hakim mengatakan, beberapa risiko inflasi yang perlu diwaspadai, antara lain terbatasnya pasokan bahan pangan sejalan dengan masuknya musim tanam.
Namun, stok beras Bulog yang mencukupi hingga 9 bulan kebutuhan operasional diperkirakan dapat mengurangi tekanan inflasi bahan pangan.
Meski demikian, risiko inflasi muncul terkait kemungkinan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi oleh pemerintahan baru.
“Rencana kenaikan harga BBM secara langsung dan tidak langsung melalui kenaikan ekspektasi inflasi akan memengaruhi pencapaian inflasi hingga akhir tahun,” terang Marlison.
Mencermati risiko inflasi tersebut, Bank Indonesia dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah akan memperkuat koordinasi melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Jawa Tengah.
Hal ini diperlukan agar dapat menjaga stabilitas inflasi khususnya meminimalkan dampak lanjutan yang ditimbulkan dari kebijakan administered prices.
Terkiat dengan inflasi pada bulan September, Marlison melihat Inflasi yang terjadi sudah sesuai dengan perkiraan. Di mana inflasi pada September tercatat lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya, yakni hanya 0,22% atau lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata lima tahun terakhir (0,31% mtm).
“Inflasi September 2014 lebih banyak dipengaruhi penyesuaian harga elpiji dan tarif listrik serta musiman biaya pendidikan. Hal ini juga menunjukkan bahwa pemilihan waktu yang tepat penyesuaian harga administered prices menjadi sangat penting sehingga inflasi tidak tinggi,” tandasnya.
(dmd)