Pengusaha Minta Usulan UMK Semarang Diubah
A
A
A
SEMARANG - Kalangan pengusaha dan industri di Kota Semarang berharap Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi dapat mengubah usulan Upah Minimum Kota (UMK) 2015 sebesar Rp1,685 juta.
Ketua Kadin Kota Semarang Heru Isnawan mengatakan, usulan UMK tersebut masih tertalu tinggi. Pihaknya berharap, penetapan UMK 2015 disesuaikan dengan laju inflasi.
Dengan penetapan UMK yang disesuaikan dengan laju inflasi hal tersebut sudah mencakup tingkat kebutuhan hidup layak seorang pekerja sehari-harinya. Yakni upah yang menjadikan buruh sebagai manusia yang sesungguhnya bukan sekadar sebagai robot atau alat kerja atau mesin pengusaha.
Itu mencakup kebutuhan hidupnya selama sebulan. Yaitu, mencakup sandang, pangan, papan dan kebutuhan sosial lain seperti rekreasi, pendidikan dan komunikasi.
“Laju inflasi Semarang sekitar 6%-7%, berarti tinggal menambahkan saja dari UMK sekarang. Kalau usulan yang sekarang lebih dari 7%,” katanya di Semarang, Kamis (9/10/2014).
Menurut dia, kenaikan UMK di atas 6% atau 7% akan menyulitkan pengusaha untuk berkompetisi dengan perusahaan lain. Usulan di atas itu, menurut dia, tidak wajar dan akan menjadikan kalangan pengusaha tidak bekerja secara kompetitif.
“Apalagi kalangan industri akan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Tentu saja pengusaha menemui banyak hambatan dan tantangan ke depan. Dengan angka yang realistis diharapkan dapat menumbuhkan usaha, tenaga kerja, produk serta harga jual yang kompetitif,” katanya.
Heru beharap Wali Kota Semarang dan Gubernur Jateng bisa bersikap bijak dalam menyelesaikan polemik tentang usulan penetapan UMK. Dengan demikian, nilai UMK yang disahkan gubernur sama-sama bisa disepakati dan tidak saling merugikan.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Semarang, Supandi menyatakan pihaknya akan memperjuangkan usulan UMK Kota Semarang sebesar Rp1.485.000.
”Usulan Wali Kota yang memutuskan UMK 2015 sebesar Rp1,685 juta, membuat kami kecewa. Kami sudah dibebani kenaikan tarif listrik, perekonomian yang tidak stabil dan beban lainnya. Kalau UMK teralu tinggi maka akan mmberatkan pengusaha,” tandasnya.
Ketua Kadin Kota Semarang Heru Isnawan mengatakan, usulan UMK tersebut masih tertalu tinggi. Pihaknya berharap, penetapan UMK 2015 disesuaikan dengan laju inflasi.
Dengan penetapan UMK yang disesuaikan dengan laju inflasi hal tersebut sudah mencakup tingkat kebutuhan hidup layak seorang pekerja sehari-harinya. Yakni upah yang menjadikan buruh sebagai manusia yang sesungguhnya bukan sekadar sebagai robot atau alat kerja atau mesin pengusaha.
Itu mencakup kebutuhan hidupnya selama sebulan. Yaitu, mencakup sandang, pangan, papan dan kebutuhan sosial lain seperti rekreasi, pendidikan dan komunikasi.
“Laju inflasi Semarang sekitar 6%-7%, berarti tinggal menambahkan saja dari UMK sekarang. Kalau usulan yang sekarang lebih dari 7%,” katanya di Semarang, Kamis (9/10/2014).
Menurut dia, kenaikan UMK di atas 6% atau 7% akan menyulitkan pengusaha untuk berkompetisi dengan perusahaan lain. Usulan di atas itu, menurut dia, tidak wajar dan akan menjadikan kalangan pengusaha tidak bekerja secara kompetitif.
“Apalagi kalangan industri akan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Tentu saja pengusaha menemui banyak hambatan dan tantangan ke depan. Dengan angka yang realistis diharapkan dapat menumbuhkan usaha, tenaga kerja, produk serta harga jual yang kompetitif,” katanya.
Heru beharap Wali Kota Semarang dan Gubernur Jateng bisa bersikap bijak dalam menyelesaikan polemik tentang usulan penetapan UMK. Dengan demikian, nilai UMK yang disahkan gubernur sama-sama bisa disepakati dan tidak saling merugikan.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Semarang, Supandi menyatakan pihaknya akan memperjuangkan usulan UMK Kota Semarang sebesar Rp1.485.000.
”Usulan Wali Kota yang memutuskan UMK 2015 sebesar Rp1,685 juta, membuat kami kecewa. Kami sudah dibebani kenaikan tarif listrik, perekonomian yang tidak stabil dan beban lainnya. Kalau UMK teralu tinggi maka akan mmberatkan pengusaha,” tandasnya.
(gpr)