Stakeholders Diminta Susun Skenario Energi Masa Depan
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah mengakui hingga kini hanya sibuk memikirkan pemenuhan kebutuhan energi nasional setiap hari, sehingga lupa memikirkan roadmap ketahanan energi untuk masa depan.
Wakil Presiden (Wapres) Boediono mengatakan, selama ini para pemangku kepentingan (stakeholder) belum memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan energi dalam jangka panjang, misalnya dalam 1 abad mendatang. Padahal, itu merupakan kewajiban yang harus dipenuhi guna menjaga ketahanan energi nasional demi masa depan bangsa.
“Kita belum sempat melihat untuk jangka panjang, padahal 2030 adalah sesuatu yang harus segera kita lihat. Kita juga harus aman 1.000 tahun ke depan,” tutur Boediono saat membuka acara "Bandung Scenarios 2030" di kantor PLN, Jakarta, Selasa, (14/10/2014).
Menurut dia, pemangku kepentingan harus bersatu secara serius menyusun skenario untuk ketahanan energi masa depan. Dia berharap dengan Bandung Scenarios 2030, pemangku kepentingan dapat menyatukan pikiran demi kepentingan bangsa dan negara.
“Ini penting di dalam demokrasi. Energi ini dalam praktiknya untuk menggolkan satu proyek harus konsultasi ke banyak stakeholder,” tuturnya.
Dengan adanya Scenario Bandung yang disusun oleh 28 tokoh ahli, praktisi, dan semua pemangku kepentingan, Boediono berharap, dapat menyatukan visi untuk ketahanan energi di masa depan.
“Saya harap ini bisa digunakan oleh siapapun. Ini satu langkah besar dalam menyatukan bahasa,” kata Wapres.
Di tempat yang sama, Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto mengatakan, terdapat empat skenario yang dihasilkan dalam Scenario Bandung, di antaranya skenario ombak, badai, karang, dan awak.
Dalam skenario ini, kerangka kebijakan energi fokus pada pemberdayaan daerah supaya terjadi kemandirian energi sambil menyatukan visi semua pemangku kepentingan, pemerintah daerah, masayrakat sipil, pihak swasta, BUMN dan kelompok sosial secara serentak membangun sumber energi dan teknologi daerah.
Di samping itu, juga membahas permasalahan yang bersinggungan dengan isu perubahan iklim, instabilitas kawasan, potensi gangguan ketersediaan energi global, perebutan kendali pemerintah pusat dengan daerah, kerangka peraturan efektif serta berbagai tantangan lain. Semuanya merupakan hal yang relevan pada kondisi masa kini dan masa depan.
“Skenario yang dirumuskan dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan perencanaan yang tepat, sehingga membantu dalam memperkokoh ketahanan energi nasional,” jelas Kuntoro.
Kuntoro menjelaskan, kompleksitas masalah energi terdapat dalam Scenario Bandung. Adapun 28 partisipan, terdiri atas wakil menteri, anggota dewan, anggota partai, anggota lembaga swadaya masyarakat, akademisi, pengusaha dan lain-lain.
Sejumlah tokoh yang terlibat dalam Scenario Bandung, antara lain Faisal Basri, Kardaya Warnika, Rida Mulyana, Hindun Mulaika, Tri Mumpuni, Dharmawan Prasodjo, Afdal Bahaudin, Nur Pamudji, Ahmad Santoso, Dharmawan Samsu, Budiman Sujatmiko, Bob Kamandanu, Arsyad Rasyid, Paulus Tjakrawan, Triharyo Indrawan, Widyawan Sriaatmaja, dan Wahid Sutopo.
Wakil Presiden (Wapres) Boediono mengatakan, selama ini para pemangku kepentingan (stakeholder) belum memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan energi dalam jangka panjang, misalnya dalam 1 abad mendatang. Padahal, itu merupakan kewajiban yang harus dipenuhi guna menjaga ketahanan energi nasional demi masa depan bangsa.
“Kita belum sempat melihat untuk jangka panjang, padahal 2030 adalah sesuatu yang harus segera kita lihat. Kita juga harus aman 1.000 tahun ke depan,” tutur Boediono saat membuka acara "Bandung Scenarios 2030" di kantor PLN, Jakarta, Selasa, (14/10/2014).
Menurut dia, pemangku kepentingan harus bersatu secara serius menyusun skenario untuk ketahanan energi masa depan. Dia berharap dengan Bandung Scenarios 2030, pemangku kepentingan dapat menyatukan pikiran demi kepentingan bangsa dan negara.
“Ini penting di dalam demokrasi. Energi ini dalam praktiknya untuk menggolkan satu proyek harus konsultasi ke banyak stakeholder,” tuturnya.
Dengan adanya Scenario Bandung yang disusun oleh 28 tokoh ahli, praktisi, dan semua pemangku kepentingan, Boediono berharap, dapat menyatukan visi untuk ketahanan energi di masa depan.
“Saya harap ini bisa digunakan oleh siapapun. Ini satu langkah besar dalam menyatukan bahasa,” kata Wapres.
Di tempat yang sama, Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto mengatakan, terdapat empat skenario yang dihasilkan dalam Scenario Bandung, di antaranya skenario ombak, badai, karang, dan awak.
Dalam skenario ini, kerangka kebijakan energi fokus pada pemberdayaan daerah supaya terjadi kemandirian energi sambil menyatukan visi semua pemangku kepentingan, pemerintah daerah, masayrakat sipil, pihak swasta, BUMN dan kelompok sosial secara serentak membangun sumber energi dan teknologi daerah.
Di samping itu, juga membahas permasalahan yang bersinggungan dengan isu perubahan iklim, instabilitas kawasan, potensi gangguan ketersediaan energi global, perebutan kendali pemerintah pusat dengan daerah, kerangka peraturan efektif serta berbagai tantangan lain. Semuanya merupakan hal yang relevan pada kondisi masa kini dan masa depan.
“Skenario yang dirumuskan dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan perencanaan yang tepat, sehingga membantu dalam memperkokoh ketahanan energi nasional,” jelas Kuntoro.
Kuntoro menjelaskan, kompleksitas masalah energi terdapat dalam Scenario Bandung. Adapun 28 partisipan, terdiri atas wakil menteri, anggota dewan, anggota partai, anggota lembaga swadaya masyarakat, akademisi, pengusaha dan lain-lain.
Sejumlah tokoh yang terlibat dalam Scenario Bandung, antara lain Faisal Basri, Kardaya Warnika, Rida Mulyana, Hindun Mulaika, Tri Mumpuni, Dharmawan Prasodjo, Afdal Bahaudin, Nur Pamudji, Ahmad Santoso, Dharmawan Samsu, Budiman Sujatmiko, Bob Kamandanu, Arsyad Rasyid, Paulus Tjakrawan, Triharyo Indrawan, Widyawan Sriaatmaja, dan Wahid Sutopo.
(rna)