Kadin: Ekonomi Kreatif Merupakan Solusi dan Terobosan
A
A
A
JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengusulkan kepada Presiden dan Wakil Presiden, Joko Widodo (Jokowi)–Jusuf Kalla (JK) tetap membentuk Kementerian Ekonomi Kreatif.
Karena bentuk Kementerian ‘khusus’ Ekonomi Kreatif merupakan solusi dan terobosan untuk membesarkan ekonomi kreatif dalam waktu cepat, dengan ditunjang alokasi SDM dan anggaran yang memadai yang mampu mensinergikan potensi sekaligus meniadakan hambatan yang ada.
"Bila hanya membentuk Badan, dikhawatirkan SDM dan anggaran yang dialokasikan bahkan akan lebih kecil dan lebih tidak kompeten dibandingkan ketika ekonomi kreatif digabungkan dengan pariwisata dalam suatu Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Ekonomi Kreatif dan MICE, Budyarto Linggowiyono di Jakarta, Rabu (22/10/2014).
Budyarto kembali menjelaskan, pada portofolio baru dalam bentuk badan, hanya akan diisi oleh SDM yang tidak pas dan tidak kompeten dengan alokasi anggaran yang minimal, yang hanya cukup untuk belanja pegawai dan biaya rutin saja.
“Kita harapkan, jangan sampai Kementerian Ekonomi Kreatif malah diturunkan derajatnya hanya berbentuk Badan, yang nantinya akan dianggap bidang yang kurang penting atau kalah penting dibandingkan pariwisata atau bidang lain,” tambah Budyarto.
Dia menuturkan, pengembangan ekonomi kreatif, khususnya konten digital di negara-negara lain seperti China, Korea, Malaysia, Singapore, Thailand, Jepang dan Inggris saat ini menjadi prioritas utama, ditandai dengan semakin besarnya dana yang digelontorkan ke sektor ini dari tahun ke tahun.
Budyarto memaparkan, bagi negara-negara yang disebutkan di atas, ekonomi kreatif antara lain merupakan: Pertama, sebagai alutista, yakni alat ketahanan nasional (China mengurangi infiltrasi budaya asing dengan mewajibkan tayang animasi & sinetron lokal).
Kedua, sebagai brand maker, yakni ujung tombak yang bisa menggerakkan sektor ekonomi lainnya (Contoh: KPOP dimanfaatkan oleh Samsung, Hyundai; Anime dimanfaatkan consumer brand Japan; Animasi dimanfatkan dalam budaya dan produk dagang Malaysia).
“Jadi, jika Indonesia menghapuskan Kementerian Ekonomi Kreatif, ini merupakan langkah mundur,” kata Budyarto.
Lebih jauh, Budyarto juga menjelaskan, untuk mendukung pesatnya pertumbuhan industri MICE dengan banyaknya kegiatan pameran dan konferensi berskala internasional, seyogyanya MICE disejajarkan dengan pariwisata, sehingga kementerian yang akan dibentuk dapat menjadi Kementerian Pariwisata dan MICE. Dengan demikian porsi MICE menjadi sama pentingnya dengan pariwisata, ditunjang dengan suatu alokasi anggaran dan SDM yang cukup besar.
Kadin, tambah Budyarto, juga mendukung pendirian lembaga pemasar destinasi khusus MICE, Biro Konvensi dan Pameran Indonesia yang telah lama dirintis oleh para pelaku industri MICE untuk membantu peningkatan infrastrukur, promosi hingga daya saing 16 destinasi MICE yang telah dicanangkan sebelumnya yaitu Jakarta, Bali, Surabaya, Bandung, Makassar, Batam, Yogyakarta, Semarang, Solo, Padang/Bukit Tinggi, Palembang, Balikpapan, Lombok, Medan, Manado dan Bintan.
“Hal ini menjadi sangat penting sebagai bagian dari upaya menyongsong ketatnya persaingan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015,” pungkasnya.
Karena bentuk Kementerian ‘khusus’ Ekonomi Kreatif merupakan solusi dan terobosan untuk membesarkan ekonomi kreatif dalam waktu cepat, dengan ditunjang alokasi SDM dan anggaran yang memadai yang mampu mensinergikan potensi sekaligus meniadakan hambatan yang ada.
"Bila hanya membentuk Badan, dikhawatirkan SDM dan anggaran yang dialokasikan bahkan akan lebih kecil dan lebih tidak kompeten dibandingkan ketika ekonomi kreatif digabungkan dengan pariwisata dalam suatu Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Ekonomi Kreatif dan MICE, Budyarto Linggowiyono di Jakarta, Rabu (22/10/2014).
Budyarto kembali menjelaskan, pada portofolio baru dalam bentuk badan, hanya akan diisi oleh SDM yang tidak pas dan tidak kompeten dengan alokasi anggaran yang minimal, yang hanya cukup untuk belanja pegawai dan biaya rutin saja.
“Kita harapkan, jangan sampai Kementerian Ekonomi Kreatif malah diturunkan derajatnya hanya berbentuk Badan, yang nantinya akan dianggap bidang yang kurang penting atau kalah penting dibandingkan pariwisata atau bidang lain,” tambah Budyarto.
Dia menuturkan, pengembangan ekonomi kreatif, khususnya konten digital di negara-negara lain seperti China, Korea, Malaysia, Singapore, Thailand, Jepang dan Inggris saat ini menjadi prioritas utama, ditandai dengan semakin besarnya dana yang digelontorkan ke sektor ini dari tahun ke tahun.
Budyarto memaparkan, bagi negara-negara yang disebutkan di atas, ekonomi kreatif antara lain merupakan: Pertama, sebagai alutista, yakni alat ketahanan nasional (China mengurangi infiltrasi budaya asing dengan mewajibkan tayang animasi & sinetron lokal).
Kedua, sebagai brand maker, yakni ujung tombak yang bisa menggerakkan sektor ekonomi lainnya (Contoh: KPOP dimanfaatkan oleh Samsung, Hyundai; Anime dimanfaatkan consumer brand Japan; Animasi dimanfatkan dalam budaya dan produk dagang Malaysia).
“Jadi, jika Indonesia menghapuskan Kementerian Ekonomi Kreatif, ini merupakan langkah mundur,” kata Budyarto.
Lebih jauh, Budyarto juga menjelaskan, untuk mendukung pesatnya pertumbuhan industri MICE dengan banyaknya kegiatan pameran dan konferensi berskala internasional, seyogyanya MICE disejajarkan dengan pariwisata, sehingga kementerian yang akan dibentuk dapat menjadi Kementerian Pariwisata dan MICE. Dengan demikian porsi MICE menjadi sama pentingnya dengan pariwisata, ditunjang dengan suatu alokasi anggaran dan SDM yang cukup besar.
Kadin, tambah Budyarto, juga mendukung pendirian lembaga pemasar destinasi khusus MICE, Biro Konvensi dan Pameran Indonesia yang telah lama dirintis oleh para pelaku industri MICE untuk membantu peningkatan infrastrukur, promosi hingga daya saing 16 destinasi MICE yang telah dicanangkan sebelumnya yaitu Jakarta, Bali, Surabaya, Bandung, Makassar, Batam, Yogyakarta, Semarang, Solo, Padang/Bukit Tinggi, Palembang, Balikpapan, Lombok, Medan, Manado dan Bintan.
“Hal ini menjadi sangat penting sebagai bagian dari upaya menyongsong ketatnya persaingan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015,” pungkasnya.
(gpr)