Perda Ketenagakerjaan Ditolak Buruh Jabar
A
A
A
BANDUNG - Peraturan Daerah (Perda) No. 6 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan dinilai merugikan kalangan buruh. Karenanya, perda yang ditetapkan pada tanggal 24 Juli 2014 tersebut diminta untuk segera dibatalkan.
Hal tersebut disampaikan oleh Aliansi Jawa Barat yang terdiri dari Aliansi Daerah bandung Raya, Karawang, Garut, Sukabumi, dan Ciamis. Mereka dengan tegas menolak dan menuntut agar perda tersebut dibatalkan karena sangat merugikan buruh dan juga banyak hal yang bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan.
Usulan pembatalan ini, kata Juru bicara Aliansi Jawa Barat M. Sidarta, merupakan hasil Sosialisasi dan bedah perda No. 6 Tahun 2014 yang diselenggarakan Trade Union Rights Center (TURC) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung.
"Pembuatan perda ini cacat hukum dan tidak melibatkan seluruh elemen termasuk buruh se-jawa Barat. Secara substansi, perda ini juga merugikan buruh karena mencabut hak-hak buruh yang sudah dilindungi perundang-undangan yang berlaku," ujarnya kepada wartawan, Jumat (31/10/2014).
Lebih lanjut dia mengatakan, pada salah satu pasal disebutkan, semua jenis pekerjaan diperbolehkan dengan sistem kontrak. Tentu hal ini sangat bertentangan, karena dalam UU Ketenagakerjaan yang diperbolehkan kontrak itu hanya pekerja di katering, security, transportasi, pengeboran minyak di lepas pantai, dan cleaning service.
"Selain itu, tidak diperbolehkan untuk kontrak. Perda ini sudah bertentangan dengan UU yang telah berlaku selama ini. Jelas ini sangat merugikan pekerja," katanya.
Dia melanjutkan, perda ini juga menentukan setiap pencari kerja harus mengeluarkan biaya saat mencari kerja. Di satu sisi, praktek pungutan dalam mencari kerja 'dilegalkan', yang selama ini juga sudah marak terjadi di lapangan.
"Kami menuntut Gubenur Jabar, DPRD Jabar dan juga Mendagri untuk membatalkan dan mencabut Perda ini. Kalau tidak, kami akan melakukan aksi turun ke jalan. Jika tetap tidak digubris, maka kami akan melakukan judicial review," terangnya.
Salah seorang anggota Aliansi Jabar Abda menambahkan, terdapat pasal yang aneh dari perda tersebut yakni yang mengatur tentang pasal peralihan. Dan pasal peralihan tersebut, dinyatakan apabila ada perundangan-udangan atau Perda yang bertentengan dengan perda ini maka yang berlaku adalah Perda No.6 Tahun 2014 ini.
"Pasal ini sangat aneh. Berarti UUD 1945 dan UU Ketenagkerjaan serta Permen dikalahkan oleh perda ini yang nyata-nyata sangat merugikan buruh," katanya.
Hal tersebut disampaikan oleh Aliansi Jawa Barat yang terdiri dari Aliansi Daerah bandung Raya, Karawang, Garut, Sukabumi, dan Ciamis. Mereka dengan tegas menolak dan menuntut agar perda tersebut dibatalkan karena sangat merugikan buruh dan juga banyak hal yang bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan.
Usulan pembatalan ini, kata Juru bicara Aliansi Jawa Barat M. Sidarta, merupakan hasil Sosialisasi dan bedah perda No. 6 Tahun 2014 yang diselenggarakan Trade Union Rights Center (TURC) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung.
"Pembuatan perda ini cacat hukum dan tidak melibatkan seluruh elemen termasuk buruh se-jawa Barat. Secara substansi, perda ini juga merugikan buruh karena mencabut hak-hak buruh yang sudah dilindungi perundang-undangan yang berlaku," ujarnya kepada wartawan, Jumat (31/10/2014).
Lebih lanjut dia mengatakan, pada salah satu pasal disebutkan, semua jenis pekerjaan diperbolehkan dengan sistem kontrak. Tentu hal ini sangat bertentangan, karena dalam UU Ketenagakerjaan yang diperbolehkan kontrak itu hanya pekerja di katering, security, transportasi, pengeboran minyak di lepas pantai, dan cleaning service.
"Selain itu, tidak diperbolehkan untuk kontrak. Perda ini sudah bertentangan dengan UU yang telah berlaku selama ini. Jelas ini sangat merugikan pekerja," katanya.
Dia melanjutkan, perda ini juga menentukan setiap pencari kerja harus mengeluarkan biaya saat mencari kerja. Di satu sisi, praktek pungutan dalam mencari kerja 'dilegalkan', yang selama ini juga sudah marak terjadi di lapangan.
"Kami menuntut Gubenur Jabar, DPRD Jabar dan juga Mendagri untuk membatalkan dan mencabut Perda ini. Kalau tidak, kami akan melakukan aksi turun ke jalan. Jika tetap tidak digubris, maka kami akan melakukan judicial review," terangnya.
Salah seorang anggota Aliansi Jabar Abda menambahkan, terdapat pasal yang aneh dari perda tersebut yakni yang mengatur tentang pasal peralihan. Dan pasal peralihan tersebut, dinyatakan apabila ada perundangan-udangan atau Perda yang bertentengan dengan perda ini maka yang berlaku adalah Perda No.6 Tahun 2014 ini.
"Pasal ini sangat aneh. Berarti UUD 1945 dan UU Ketenagkerjaan serta Permen dikalahkan oleh perda ini yang nyata-nyata sangat merugikan buruh," katanya.
(gpr)