Inflasi Oktober Diprediksi Turun
A
A
A
JAKARTA - Kepala Riset PT Woori Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada memprediksi bahwa inflasi Oktober 2014 menurun, sejalan dengan meredanya gejolak harga.
Ini juga seiring membaiknya inflasi bulan sebelumnya karena efektifnya kenaikan tarif dasar listrik (TDL) sejak awal bulan dan kenaikan harga gas mulai pertengahan September, yang terlihat pada kenaikan indeks kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar.
"Hal itu tampaknya akan berlanjut di bulan Oktober, di mana inflasi akan cenderung menurun. Kami melihat gejolak harga yang terjadi mulai mereda," kata dia, Minggu (2/11/2014).
Namun jika kembali mengalami kenaikan harga, menurut dia, tidak akan terlalu signifikan. Kenaikan harga sempat terjadi karena pelaku pasar mengantisipasi kenaikan bahan bakar minyak (BBM) pada awal November, namun dengan kecenderungan harga minyak mentah yang sedang turun dan berbagai alasan lainnya membuat harga BBM tidak terlihat naik dan harga barang-barang kembali normal.
"Untuk inflasi Oktober 2014, estimasi kami dapat mengalami penurunan dengan berada pada kisaran inflasi 0,04% hingga 0,16% berdasarkan rata-rata inflasi Oktober dari tahun-tahun sebelumnya dan ditambah dengan beberapa asumsi penyesuaian," prediksi Reza.
Sementara untuk neraca perdagangan, dia mengatakan, meski pada Agustus kembali tercatat minus, namun terjadi kenaikan tingkat ekspor dan impor dibandingkan bulan sebelumnya. Kecenderungan turun harga minyak, kata dia, dapat membuat nilai ekspor minyak dan gas (migas) cenderung menurun. Begitupun dengan penurunan nilai dari bahan bakar mineral.
"Akan tetapi, kami melihat peluang peningkatan ekspor dari mesin, peralatan mekanik, dan kendaraan, sehingga dapat menambah nilai ekspor di bulan September," ujarnya.
Laju impor sedikit tertolong dengan turunnya harga minyak yang membuat nilai impor migas dapat mengalami penurunan. Akan tetapi, penurunan ini diperkirakan akan diimbangi dengan kenaikan impor dari beberapa golongan, antara lain mesin dan peralatan mekanik maupun listrik, bahan kimia organik, dan lainnya.
"Kami perkirakan laju nilai perdagangan berpeluang untuk kembali mencatatkan defisit dengan nilai sebesar USD389 juta hingga USD437 juta. Namun demkian, kami masih berharap neraca perdagangan September dapat lebih baik dari sebelumnya bahkan kami juga berharap dapat dirilis di bawah estimasi kami," tutur Reza.
Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi September sebesar 0,27%, lebih rendah dari Agustus yang tercatat sebesar 0,47%. Sedangkan neraca perdagangan Agustus mengalami defisit sebesar Rp3,87 triliun.
Ini juga seiring membaiknya inflasi bulan sebelumnya karena efektifnya kenaikan tarif dasar listrik (TDL) sejak awal bulan dan kenaikan harga gas mulai pertengahan September, yang terlihat pada kenaikan indeks kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar.
"Hal itu tampaknya akan berlanjut di bulan Oktober, di mana inflasi akan cenderung menurun. Kami melihat gejolak harga yang terjadi mulai mereda," kata dia, Minggu (2/11/2014).
Namun jika kembali mengalami kenaikan harga, menurut dia, tidak akan terlalu signifikan. Kenaikan harga sempat terjadi karena pelaku pasar mengantisipasi kenaikan bahan bakar minyak (BBM) pada awal November, namun dengan kecenderungan harga minyak mentah yang sedang turun dan berbagai alasan lainnya membuat harga BBM tidak terlihat naik dan harga barang-barang kembali normal.
"Untuk inflasi Oktober 2014, estimasi kami dapat mengalami penurunan dengan berada pada kisaran inflasi 0,04% hingga 0,16% berdasarkan rata-rata inflasi Oktober dari tahun-tahun sebelumnya dan ditambah dengan beberapa asumsi penyesuaian," prediksi Reza.
Sementara untuk neraca perdagangan, dia mengatakan, meski pada Agustus kembali tercatat minus, namun terjadi kenaikan tingkat ekspor dan impor dibandingkan bulan sebelumnya. Kecenderungan turun harga minyak, kata dia, dapat membuat nilai ekspor minyak dan gas (migas) cenderung menurun. Begitupun dengan penurunan nilai dari bahan bakar mineral.
"Akan tetapi, kami melihat peluang peningkatan ekspor dari mesin, peralatan mekanik, dan kendaraan, sehingga dapat menambah nilai ekspor di bulan September," ujarnya.
Laju impor sedikit tertolong dengan turunnya harga minyak yang membuat nilai impor migas dapat mengalami penurunan. Akan tetapi, penurunan ini diperkirakan akan diimbangi dengan kenaikan impor dari beberapa golongan, antara lain mesin dan peralatan mekanik maupun listrik, bahan kimia organik, dan lainnya.
"Kami perkirakan laju nilai perdagangan berpeluang untuk kembali mencatatkan defisit dengan nilai sebesar USD389 juta hingga USD437 juta. Namun demkian, kami masih berharap neraca perdagangan September dapat lebih baik dari sebelumnya bahkan kami juga berharap dapat dirilis di bawah estimasi kami," tutur Reza.
Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi September sebesar 0,27%, lebih rendah dari Agustus yang tercatat sebesar 0,47%. Sedangkan neraca perdagangan Agustus mengalami defisit sebesar Rp3,87 triliun.
(rna)