Penetapan UMP Tidak Bisa Serentak
A
A
A
JAKARTA - Meski pemerintah pusat menargetkan Upah Minimum Provinsi (UMP) harus serentak, namun hanya 19 provinsi yang melakukannya.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muh Hanif Dhakiri mengatakan, 19 provinsi yang telah menetapkan UMP 2015 tepat waktu adalah Aceh dengan UMP Rp1,9 juta, kenaikan dari tahun lalu 8,57%, Sumatera Barat (Rp1.615.000/8,39%) Jambi (Rp1.710.000/13,83%), Sumatera Selatan (Rp1.974.346/8,5 %), Bangka Belitung (Rp2,1 juta/28,5%), Bengkulu (Rp1,5 juta/11,11%), Banten (Rp1,6 juta/20,75%), Bali (Rp1.621.172/5,9%), NTB (Rp1.330.000/9,92%), Kalimantan Selatan (Rp1.870.000/15,43%), Kalimantan Tengah (Rp1.896.367/10%), Kalimantan Timur (Rp2.026.126/7,41 %), Gorontalo (Rp1,6 juta/20,75%) Sulawesi Utara (Rp2.150.000/13,16%) Sulawesi Tenggara (Rp1,652.000/18%), Sulawesi Tengah (Rp1,5 juta/20%), Sulawesi Selatan (Rp2 juta/11,11%), Sulawesi Barat (Rp1.655.500/18,25%) dan Maluku (Rp1.650.000/16,61%).
Hanif melanjutkan, provinsi yang terlambat menetapkan UMP 2015 adalah Riau, Sumatera Utara, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Papua, Papua Barat, Maluku Utara, Kepulauan Riau dan DKI Jakarta. Sementara provinsi yang tidak menerapkan UMP 2015 adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D I Yogyakarta.
Hanif menyatakan, Kemenaker akan menerjunkan tim asistensi ke berbagai pemerintah daerah tingkat provinsi yang belum menetapkan UMP tahun 2015.
"Tim asistensi Kemnaker ini bertugas memberikan konsultasi asistensi, mediasi dan kepada dewan pengupahan daerah dan pemerintah daerah provinsi di Seluruh Indonesia sehingga proses penetapan UMP 2015 dapat dipercepat," katanya di gedung Kemenaker, Senin (3/11/2014).
Hanif mengatakan, pihaknya terus mendorong untuk mempercepat pembahasan dan penetapan upah minimum sehingga penetapan upah dapat diterapkan dengan tepat waktu dan menimbulkan masalah bagi pekerja dan pengusaha. Mereka meminta para kepala daerah agar memberikan perhatian khusus dalam proses penetapan upah minimum 2015.
Pemerintah terus mendorong agar proses pembahasan dan penetapan UMP ini dapat dipercepat sehingga dapat memberikan kepastian dan tidak menimbulkan gejolak dari pekerja dan pengusaha.
Lebih lanjut Hanif mengatakan, bagi perusahaan-perusahaan yang berada wilayah di provinsi yang telah menetapkan UMP maka diharapkan segera melakukan sosialisasi dan melakukan pembahasan upah perusahaan secara bipartite dengan melibatkan unsur manajemen perusahaan dan unsur pekerja/buruh.
“Penetapan Upah minimum merupakan social safety net bagi pekerja lajang di bawah satu tahun. Sedangkan untuk upah pekerja yang sudah berkeluarga dan telah bekerja lebih dari satu tahun penetapan besaran upah harus ditekankan pada kesepakatan secara Bipartit di tingkat perusahaan masing-masing," kata Hanif.
Pembahasan penetapan upah antara pengusaha dan pekerja/buruh, kata Hanif, dapat dilakukan dan diatur melalui PKB (perjanjian kerja bersama) dan PP (peraturan perusahaan). Para perwakilan pekerja dan perwakilan pengusaha harus menyadari bahwa upah minimum adalah upah paling dasar bagi pekerja lajang jangan sampai bergeser menjadi upah standar di perusahaan.
Ditegaskan Hanif, upah minimum hanya sebagai pengaman sosial. Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja lajang dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Selain ketentuan itu, maka besarannya berdasarkan perundingan bipartite antara pekerja dan perusahaan.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muh Hanif Dhakiri mengatakan, 19 provinsi yang telah menetapkan UMP 2015 tepat waktu adalah Aceh dengan UMP Rp1,9 juta, kenaikan dari tahun lalu 8,57%, Sumatera Barat (Rp1.615.000/8,39%) Jambi (Rp1.710.000/13,83%), Sumatera Selatan (Rp1.974.346/8,5 %), Bangka Belitung (Rp2,1 juta/28,5%), Bengkulu (Rp1,5 juta/11,11%), Banten (Rp1,6 juta/20,75%), Bali (Rp1.621.172/5,9%), NTB (Rp1.330.000/9,92%), Kalimantan Selatan (Rp1.870.000/15,43%), Kalimantan Tengah (Rp1.896.367/10%), Kalimantan Timur (Rp2.026.126/7,41 %), Gorontalo (Rp1,6 juta/20,75%) Sulawesi Utara (Rp2.150.000/13,16%) Sulawesi Tenggara (Rp1,652.000/18%), Sulawesi Tengah (Rp1,5 juta/20%), Sulawesi Selatan (Rp2 juta/11,11%), Sulawesi Barat (Rp1.655.500/18,25%) dan Maluku (Rp1.650.000/16,61%).
Hanif melanjutkan, provinsi yang terlambat menetapkan UMP 2015 adalah Riau, Sumatera Utara, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Papua, Papua Barat, Maluku Utara, Kepulauan Riau dan DKI Jakarta. Sementara provinsi yang tidak menerapkan UMP 2015 adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D I Yogyakarta.
Hanif menyatakan, Kemenaker akan menerjunkan tim asistensi ke berbagai pemerintah daerah tingkat provinsi yang belum menetapkan UMP tahun 2015.
"Tim asistensi Kemnaker ini bertugas memberikan konsultasi asistensi, mediasi dan kepada dewan pengupahan daerah dan pemerintah daerah provinsi di Seluruh Indonesia sehingga proses penetapan UMP 2015 dapat dipercepat," katanya di gedung Kemenaker, Senin (3/11/2014).
Hanif mengatakan, pihaknya terus mendorong untuk mempercepat pembahasan dan penetapan upah minimum sehingga penetapan upah dapat diterapkan dengan tepat waktu dan menimbulkan masalah bagi pekerja dan pengusaha. Mereka meminta para kepala daerah agar memberikan perhatian khusus dalam proses penetapan upah minimum 2015.
Pemerintah terus mendorong agar proses pembahasan dan penetapan UMP ini dapat dipercepat sehingga dapat memberikan kepastian dan tidak menimbulkan gejolak dari pekerja dan pengusaha.
Lebih lanjut Hanif mengatakan, bagi perusahaan-perusahaan yang berada wilayah di provinsi yang telah menetapkan UMP maka diharapkan segera melakukan sosialisasi dan melakukan pembahasan upah perusahaan secara bipartite dengan melibatkan unsur manajemen perusahaan dan unsur pekerja/buruh.
“Penetapan Upah minimum merupakan social safety net bagi pekerja lajang di bawah satu tahun. Sedangkan untuk upah pekerja yang sudah berkeluarga dan telah bekerja lebih dari satu tahun penetapan besaran upah harus ditekankan pada kesepakatan secara Bipartit di tingkat perusahaan masing-masing," kata Hanif.
Pembahasan penetapan upah antara pengusaha dan pekerja/buruh, kata Hanif, dapat dilakukan dan diatur melalui PKB (perjanjian kerja bersama) dan PP (peraturan perusahaan). Para perwakilan pekerja dan perwakilan pengusaha harus menyadari bahwa upah minimum adalah upah paling dasar bagi pekerja lajang jangan sampai bergeser menjadi upah standar di perusahaan.
Ditegaskan Hanif, upah minimum hanya sebagai pengaman sosial. Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja lajang dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Selain ketentuan itu, maka besarannya berdasarkan perundingan bipartite antara pekerja dan perusahaan.
(gpr)