Kenaikan Tarif Listrik Dorong Inflasi Oktober 0,47%

Selasa, 04 November 2014 - 20:12 WIB
Kenaikan Tarif Listrik Dorong Inflasi Oktober 0,47%
Kenaikan Tarif Listrik Dorong Inflasi Oktober 0,47%
A A A
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi bulan Oktober sebesar 0,47% dan secara tahunan (year on year) 4,83%. Sementara, inflasi tahun kalender (Januari-Oktober) tercatat sebesar 4,19%.

BPS juga mencatat komponen inti mengalami inflasi 0,27% dan tingkat inflasi inti secara tahunan 4,02%. Sedangkan, inflasi komponen inti tahun kalender tercatat sebesar 3,46%. Kepala BPS Suryamin mengatakan, beberapa faktor yang mendorong kenaikan inflasi di antaranya kenaikan tarif listrik, harga elpiji, serta tarif angkutan udara.

“Andil tarif listrik dan elpiji hampir separuh terhadap inflasi bulan Oktober,” kata Suryamin di Jakarta kemarin. Jika dibandingkan inflasi Oktober tahun lalu yang hanya sebesar 0,09% dan Oktober 2012 sebesar 0,16%, tingkat inflasi Oktober tahun ini relatif tinggi. Namun, secara tahun kalender inflasi tahun ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang mencapai 7,66%, namun masih lebih tinggi ketimbang inflasi tahun kalender 2012 sebesar 3,66%. Sementara jika dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya mencapai 0,27%, inflasi Oktober juga lebih tinggi.

Namun, inflasi Oktober masih cukup terkendali karena masih di bawah 0,5%. Selain tarif listrik, elpiji, dan angkutan udara, cabai merah juga mempunyai andil cukup tinggi terhadap inflasi, yakni sebesar 0,18%, yang disebabkan musim kemarau di beberapa wilayah.

Suryamin menambahkan, inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks seluruh kelompok pengeluaran. Antara lain, inflasi kelompok bahan makanan 0,25%, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,43%, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 1,04%.

BPS mencatat, beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga pada Oktober antara lain cabai merah, tarif listrik, bahan bakar rumah tangga, beras, tarif angkutan udara, cabai rawit, cabai hijau, jeruk, mi, nasi dengan lauk, rokok kretek, rokok kretek filter, tarif kontrak rumah, tarif sewa rumah, dan uang kuliah/akademi/perguruan tinggi. Sedangkan, komoditas yang mengalami penurunan harga adalah daging ayam ras, telur ayam ras, ikan segar dan kangkung.

Suryamin mengatakan, pada Oktober 2014 kelompok pengeluaran yang memberikan andil inflasi adalah bahan makanan (sebesar 0,05%); kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (0,08%); kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar (0,25%); kelompok sandang (0,01%); kelompok kesehatan (0,03%); kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga (0,02%); serta kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan (0,03%).

BPS juga mencatat, dari 82 kota IHK, sebanyak 74 kota mengalami inflasi dan delapan kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Tual sebesar 2,18% dan terendah di Mamuju sebesar 0,06%. Sedangkan, deflasi tertinggi terjadi di Sorong sebesar 1,08% dan terendah di Tanjung Pandan sebesar 0,12%.

Sementara, Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa inflasi bulan Oktober sesuai dengan perkiraan sebelumnya. Direktur; Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs; mengatakan, kenaikan inflasi yang disebabkan oleh administered prices dan volatile foods masih terkendali. “Inflasi inti tetap terkendali. Dengan perkembangan tersebut, secara tahunan (yoy) inflasi IHK meningkat dari 4,53% pada September menjadi 4,83% pada Oktober 2014,” ujar Peter kemarin.

Sejalan dengan langkah stabilisasi makro yang dijalankan oleh BI, inflasi inti tercatat 0,27% (mtm) atau 4,02% (yoy) menurun dibandingkan dengan bulan lalu karena permintaan domestik yang moderat dan ekspektasi inflasi yang terjaga. Dia mengatakan, BI menilai perkembangan inflasi hingga Oktober 2014 ini masih sejalan dengan pencapaian sasaran inflasi 4,5±1% pada 2014 dan 4,0±1% pada 2015.

“Bank Indonesia terus mencermati risiko inflasi terutama terkait dengan kemungkinan penyesuaian harga BBM bersubsidi menjelang akhir tahun 2014 dan senantiasa memperkuat koordinasi pengendalian inflasi dengan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk meminimalkan dampak lanjutan yang ditimbulkan serta mengelola ekspektasi inflasi,” terangnya.

Pengamat ekonomi Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih, mengatakan bahwa inflasi bulan ini meningkat menjadi 0,47% karena para pelaku usaha sudah memperkirakan akan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). “Justru karena ada rencana kenaikan harga BBM, maka ekspektasi inflasi sudah mulai jalan sejak bulan Oktober,” ujar Lana saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.

Karena pelaku usaha sudah mulai memfaktorkan harga BBM, maka harga barang pun sudah dinaikkan sebelum realisasi kenaikan harga bahan bakar. Dia menambahkan, ;apa bila harga BBM dinaikkan bulan November, maka akan ada tambahan inflasi sebesar 1,05%. “Ini dikarenakan adanya ekspektasi dari pasar tentang kenaikan harga BBM, sehingga membuat masyarakat cepatcepat menaikkan harga barang sebelum waktunya,” katanya.

Ria martati/Kunthi fahmar sandy
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6347 seconds (0.1#10.140)