Perekonomian Jatim Triwulan III Hanya Capai 5,91%
A
A
A
SURABAYA - Pertumbuhan perekonomian Jawa Timur (Jatim) mengalami perlambatan. Pada triwulan III tahun 2014, pertumbuhan hanya mencapai 5,91% mengalami perlambatan dibanding triwulan III tahun 2013 yang mencapai 6,51%.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur (Jatim) Sairi Hasbullah mengatakan, perlambatan ini terjadi akibat dari perlambatan sektor pertambangan, utamanya subsektor minyak dan gas yang mengalami kontraksi sebesar 5,46% serta pertambangan tanpa migas yang hanya mampu tumbuh sebesar 2,28%. “Pertambangan berpengarauh terhadap perlambatan ini,” katanya, Rabu (5/11/2014).
Selain itu, ada beberapa sektor seperti perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa juga tumbuh melambat dibanding tahun lalu di periode yang sama. Sektor perdagangan, hotel dan restoran hanya tumbuh 6,37%, sektor pengangkutan dan komunikasi hanya tumbuh 4,98% dan sektor jasa-jasa hanya tumbuh 4,95%.
“Melambatnya pertumbuhan sektor jasa-jasa ini terutama dipengaruhi oleh sektor jasa pemerintah yang tumbuh 0,63%,” ujar dia.
Sairi menerangkan, meski sektor perdagangan, hotel dan restoran mengalami perlambatan, namun sektor ini masih tetap menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar Jatim dengan prosentase sebesar 2,12%. Sedangkan sektor yang menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi terendah adalah sektor pertambangan dan penggalian yang hanya sebesar 0,04%.
Meski demikian, ujarnya, beberapa sektor lain masih mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, diantaranya adalah sektor konstruksi atau bangunan yang mampu tumbuh 9,46% dan berkontribusi terhadap total pertumbuhan sebesar 0,32%. Selanjutnya sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan tumbuh 8,01% dan menjadi sumber pertumbuhan sebesar 0,45%.
“Ini karena triwulan III/2014 Jatim banyak menyelesaikan pekerjaan konstruksi seperti pembangunan tol, jembatan dan jalan layang sehingga kinerja sektor bangunan menjadi melejit,” terangnya.
Sementara total nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim atas harga berlaku pada triwulan III/2014 tercatat mencapai Rp328,40 triliun, meningkat dibanding triwulan II/2014 yang hanya mencapai Rp315,65 triliun.
Adapun pertumbuhan ekonomi Jatim kumulatif dari Januari hingga September tercatat mencapai 6,02%. Dari pantauan BPS, seluruh sektor menunjukkan pertumbuhan positif. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor bangunan sebesar 8,96% dan pertumbuhan terendah dihasilkan oleh sektor pertanian, yaitu sebesar 2,11%.
Sumber pertumbuhan ekonomi terbesar masih sumbang oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai 2,25%, disusul sektor industri pengolahan sebesar 1,55%, dan sektor pengangkutan serta komunikasi yang mencapai 0,58%. Sementara PDRB Jatim kumulatif dari Januari hingga September 2014 atas harga berlaku mencapai Rp 948,41 triliun.
General Manager Varna Culture Hotel, Masduki mengatakan, bisnis hotel di Surabaya masih cukup menjanjikan meski banyak persaingan. Hotel harus berinovasi untuk membidik segmen yang sesuai. Untuk itu, pihaknya memberikan harga hotel perkamar mulai Rp850 ribu hingga Rp1,2 juta. Harga tersebut sangat cocok karena lokasi hotel berada di tengah kota. “Kami membidik pebisnis, kami yakin bisa berkembang,” katanya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur (Jatim) Sairi Hasbullah mengatakan, perlambatan ini terjadi akibat dari perlambatan sektor pertambangan, utamanya subsektor minyak dan gas yang mengalami kontraksi sebesar 5,46% serta pertambangan tanpa migas yang hanya mampu tumbuh sebesar 2,28%. “Pertambangan berpengarauh terhadap perlambatan ini,” katanya, Rabu (5/11/2014).
Selain itu, ada beberapa sektor seperti perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa juga tumbuh melambat dibanding tahun lalu di periode yang sama. Sektor perdagangan, hotel dan restoran hanya tumbuh 6,37%, sektor pengangkutan dan komunikasi hanya tumbuh 4,98% dan sektor jasa-jasa hanya tumbuh 4,95%.
“Melambatnya pertumbuhan sektor jasa-jasa ini terutama dipengaruhi oleh sektor jasa pemerintah yang tumbuh 0,63%,” ujar dia.
Sairi menerangkan, meski sektor perdagangan, hotel dan restoran mengalami perlambatan, namun sektor ini masih tetap menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar Jatim dengan prosentase sebesar 2,12%. Sedangkan sektor yang menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi terendah adalah sektor pertambangan dan penggalian yang hanya sebesar 0,04%.
Meski demikian, ujarnya, beberapa sektor lain masih mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, diantaranya adalah sektor konstruksi atau bangunan yang mampu tumbuh 9,46% dan berkontribusi terhadap total pertumbuhan sebesar 0,32%. Selanjutnya sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan tumbuh 8,01% dan menjadi sumber pertumbuhan sebesar 0,45%.
“Ini karena triwulan III/2014 Jatim banyak menyelesaikan pekerjaan konstruksi seperti pembangunan tol, jembatan dan jalan layang sehingga kinerja sektor bangunan menjadi melejit,” terangnya.
Sementara total nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim atas harga berlaku pada triwulan III/2014 tercatat mencapai Rp328,40 triliun, meningkat dibanding triwulan II/2014 yang hanya mencapai Rp315,65 triliun.
Adapun pertumbuhan ekonomi Jatim kumulatif dari Januari hingga September tercatat mencapai 6,02%. Dari pantauan BPS, seluruh sektor menunjukkan pertumbuhan positif. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor bangunan sebesar 8,96% dan pertumbuhan terendah dihasilkan oleh sektor pertanian, yaitu sebesar 2,11%.
Sumber pertumbuhan ekonomi terbesar masih sumbang oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai 2,25%, disusul sektor industri pengolahan sebesar 1,55%, dan sektor pengangkutan serta komunikasi yang mencapai 0,58%. Sementara PDRB Jatim kumulatif dari Januari hingga September 2014 atas harga berlaku mencapai Rp 948,41 triliun.
General Manager Varna Culture Hotel, Masduki mengatakan, bisnis hotel di Surabaya masih cukup menjanjikan meski banyak persaingan. Hotel harus berinovasi untuk membidik segmen yang sesuai. Untuk itu, pihaknya memberikan harga hotel perkamar mulai Rp850 ribu hingga Rp1,2 juta. Harga tersebut sangat cocok karena lokasi hotel berada di tengah kota. “Kami membidik pebisnis, kami yakin bisa berkembang,” katanya.
(gpr)