IMF Salah Rekomendasikan Penghematan
A
A
A
WASHINGTON - Dana Moneter Internasional (IMF) memberikan saran yang salah pada sejumlah negara setelah krisis keuangan 2008 dengan mendorong mereka memangkas belanja dan mengandalkan stimulus bank sentral untuk pertumbuhan.
Laporan review kebijakan internal IMF itu dirilis kemarin. Dalam laporan itu dinyatakan, selama 2010-2011, IMF terlalu dini menyarankan kebijakan penghematan pada sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat (AS), Inggris, Jepang, dan zona euro. “IMF secara tidak tepat menganggap penguatan ekonomi telah terjadi,” ungkap hasil review IMF tersebut, dikutip kantor berita AFP .
Kantor Evaluasi Independen IMF (IEO) menyatakan dalam laporan panjang bahwa dukungan simultan agar sejumlah bank sentral mengucurkan uang untuk mendorong pertumbuhan telah mengakibatkan aliran modal yang mudah menguap di sejumlah negara berkembang.
“IMF efektif dalam menyerukan stimulus fiskal global segera setelah runtuhnya Lehman pada 2008. Tapi, IMF secara prematur mendorong konsolidasi fiskal di sejumlah negara maju dan seiring itu mendorong ketergantungan pada kebijakan moneter dana murah untuk meningkatkan permintaan. Campuran kebijakan ini kurang efektif dalam mempromosikan pemulihan dan berkontribusi pada aliran modal yang rentan di negaranegara berkembang,” papar laporan IEO.
Laporan itu meninjau berbagai kebijakan era krisis yang masih kontroversial, terutama di Eropa. Review itu juga meningkatkan berbagai debat politik yang masih terjadi saat ini, saat sejumlah negara maju berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi. IEO menekankan, saat krisis mulai menyebar secara global pada 2008, IMF menjadi juru bicara utama agar setiap negara meningkatkan belanja mereka untuk memerangi penurunan ekonomi global.
“Stimulus fiskal disarankan tidak hanya bagi negara-negara di pusat krisis keuangan tapi juga untuk segmen lebih luas dalam ekonomi global, termasuk negara-negara zona euro. Ekspansi fiskal itu seperti diketahui secara luas memiliki kontribusi untuk mempersingkat dan mengatasi resesi,” papar IEO.
Meski demikian, pada 2010 IMF mengubah sarannya, dengan alasan konsolidasi fiskal. IMF menyatakan pemangkasan belanja akan membuat negaranegara maju mengurangi beban utang yang meningkat selama tahun-tahun awal krisis. “Saat itu IMF khawatir defisit fiskal skala besar dan peningkatan utang publik akan mengancam kemampuan membayar utang dan semakin lama jika tidak memperburuk krisis,” papar review IEO.
Kendati demikian, IMF memiliki sikap yang salah dengan meyakini pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju akan kembali positif pada 2010. Pendapat itu sangat salah, saat zona euro terjerumus kembali dalam resesi. IEO menyatakan, fokus kebijakan IMF saat itu juga tidak memiliki alasan yang tepat.
“Percampuran kebijakan konsolidasi fiskal dan ekspansi moneter yang disarankan IMF untuk negara-negara maju sejak 2010 tampaknya bertentangan dengan efektivitas kebijakan ini pada kondisi yang terjadi saat itu,” ungkap laporan IEO. Laporan itu mengakui bahwa IMF yang mendapat kritik di Eropa karena menyarankan penghematan, telah beralih sikap saat ekonomi zona euro dan AS terus bermasalah
“Evaluasi ini mengakui bahwa IMF bersikap fleksibel dalam mempertimbangkan saran kebijakan fiskal, saat outlook pertumbuhan memburuk,” ungkap IEO. Selain itu, para pembuat kebijakan di negara-negara maju terus berargumen tentang mendorong belanja untuk mempercepat pertumbuhan atau mengandalkan kebijakan dana murah oleh bank sentral untuk meningkatkan pertumbuhan.
Adapun, Bank Sentral AS (Federal Reserve/Fed) pekan lalu menghentikan pembelian aset yang telah dilakukan selama enam tahun. Adapun Bank Sentral Jepang memperluas program pembelian aset. Kamis (5/11) ini Bank Sentral Eropa (ECB) diperkirakan membahas apakah program moneter dana murah sudah cukup.
Bank Sentral Inggris, seperti Fed, menghentikan pembelian obligasi tanpa menjual aset. Adapun, di empat negara para politisi terus berdebat tentang perlunya meningkatkan belanja pemerintah.
Syarifudin
Laporan review kebijakan internal IMF itu dirilis kemarin. Dalam laporan itu dinyatakan, selama 2010-2011, IMF terlalu dini menyarankan kebijakan penghematan pada sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat (AS), Inggris, Jepang, dan zona euro. “IMF secara tidak tepat menganggap penguatan ekonomi telah terjadi,” ungkap hasil review IMF tersebut, dikutip kantor berita AFP .
Kantor Evaluasi Independen IMF (IEO) menyatakan dalam laporan panjang bahwa dukungan simultan agar sejumlah bank sentral mengucurkan uang untuk mendorong pertumbuhan telah mengakibatkan aliran modal yang mudah menguap di sejumlah negara berkembang.
“IMF efektif dalam menyerukan stimulus fiskal global segera setelah runtuhnya Lehman pada 2008. Tapi, IMF secara prematur mendorong konsolidasi fiskal di sejumlah negara maju dan seiring itu mendorong ketergantungan pada kebijakan moneter dana murah untuk meningkatkan permintaan. Campuran kebijakan ini kurang efektif dalam mempromosikan pemulihan dan berkontribusi pada aliran modal yang rentan di negaranegara berkembang,” papar laporan IEO.
Laporan itu meninjau berbagai kebijakan era krisis yang masih kontroversial, terutama di Eropa. Review itu juga meningkatkan berbagai debat politik yang masih terjadi saat ini, saat sejumlah negara maju berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi. IEO menekankan, saat krisis mulai menyebar secara global pada 2008, IMF menjadi juru bicara utama agar setiap negara meningkatkan belanja mereka untuk memerangi penurunan ekonomi global.
“Stimulus fiskal disarankan tidak hanya bagi negara-negara di pusat krisis keuangan tapi juga untuk segmen lebih luas dalam ekonomi global, termasuk negara-negara zona euro. Ekspansi fiskal itu seperti diketahui secara luas memiliki kontribusi untuk mempersingkat dan mengatasi resesi,” papar IEO.
Meski demikian, pada 2010 IMF mengubah sarannya, dengan alasan konsolidasi fiskal. IMF menyatakan pemangkasan belanja akan membuat negaranegara maju mengurangi beban utang yang meningkat selama tahun-tahun awal krisis. “Saat itu IMF khawatir defisit fiskal skala besar dan peningkatan utang publik akan mengancam kemampuan membayar utang dan semakin lama jika tidak memperburuk krisis,” papar review IEO.
Kendati demikian, IMF memiliki sikap yang salah dengan meyakini pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju akan kembali positif pada 2010. Pendapat itu sangat salah, saat zona euro terjerumus kembali dalam resesi. IEO menyatakan, fokus kebijakan IMF saat itu juga tidak memiliki alasan yang tepat.
“Percampuran kebijakan konsolidasi fiskal dan ekspansi moneter yang disarankan IMF untuk negara-negara maju sejak 2010 tampaknya bertentangan dengan efektivitas kebijakan ini pada kondisi yang terjadi saat itu,” ungkap laporan IEO. Laporan itu mengakui bahwa IMF yang mendapat kritik di Eropa karena menyarankan penghematan, telah beralih sikap saat ekonomi zona euro dan AS terus bermasalah
“Evaluasi ini mengakui bahwa IMF bersikap fleksibel dalam mempertimbangkan saran kebijakan fiskal, saat outlook pertumbuhan memburuk,” ungkap IEO. Selain itu, para pembuat kebijakan di negara-negara maju terus berargumen tentang mendorong belanja untuk mempercepat pertumbuhan atau mengandalkan kebijakan dana murah oleh bank sentral untuk meningkatkan pertumbuhan.
Adapun, Bank Sentral AS (Federal Reserve/Fed) pekan lalu menghentikan pembelian aset yang telah dilakukan selama enam tahun. Adapun Bank Sentral Jepang memperluas program pembelian aset. Kamis (5/11) ini Bank Sentral Eropa (ECB) diperkirakan membahas apakah program moneter dana murah sudah cukup.
Bank Sentral Inggris, seperti Fed, menghentikan pembelian obligasi tanpa menjual aset. Adapun, di empat negara para politisi terus berdebat tentang perlunya meningkatkan belanja pemerintah.
Syarifudin
(ars)