Pemerintah Prioritas Bangun Dermaga
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah lebih memprioritaskan pembangunan dermaga dan peningkatan kualitas kapal. Cara ini dinilai dapat memudahkan konektivitas dari Jawa ke Sumatera, dibandingkan membangun megaproyek Jembatan Selat Sunda (JSS).
“Dari awal (JSS) ini sudah kontroversial. Tanpa dukungan dari pemerintah, itu proyek nggak akan mungkin jalan,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofjan Djalil setelah pembukaan Indonesia Infrastructure Week 2014 di Jakarta kemarin. Sofyan mengatakan, pemerintah lebih memprioritaskan pembangunan infrastruktur sesuai konsep maritim Presiden Joko Widodo.
Meski terdapat pihak swasta yang ingin berkomitmen untuk mendanai keseluruhan proyek JSS yang bernilai lebih dari Rp200 triliun itu, pemerintah belum tentu akan menerimanya. “Jika tidak ada dukungan pemerintah, tidak akan bisa, karena proyek itu (JSS) banyak sekali gap-nya. Yang jelas ini juga tidak sesuai dengan visi misi maritim Presiden,” tambah Sofyan.
Demi memperbaiki konektivitas dua pulau itu, kata Sofyan, pemerintah lebih memilih untuk menambah dermaga di dua pelabuhan penghubung, yakni Merak di Banten dan Bekaheuni di Lampung. Pemerintah juga menginginkan agar moda transportasi untuk penyeberangan seperti kapal cepat, direvitalisasi dan ditambah. “Sehingga, penyeberangan dari Jawa ke Sumatera dan sebaliknya bisa lebih cepat,” ujarnya.
Selain itu, konsep tol laut Jokowi juga dapat diimplementasikan untuk pengembangan konektivitas Jawa dan Sumatera. Truk-truk pengangkut barang kebutuhan masyarakat, dari berbagai kota di Jawa dan Sumatera dapat diangkut dengan kapal dari kota di mana produksi dilakukan menuju kota tujuan distribusi. Dengan begitu, truk-truk tersebut tidak harus melalui jalan darat terlebih dahulu untuk menyeberang menggunakan kapal di Selat Sunda.
“Sehingga, pengembangan di Lampung, Bengkulu, dan Jambi dapat diperluas,” papar dia. Pemerintah belum memastikan berapa anggaran yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur pengganti JSS. “Kebutuhan investasinya pasti sangat besar,” ucap dia. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago sebelumnya menjelaskan terdapat tiga pertimbangan yang mendasari pemerintahan Jokowi untuk tidak memprioritaskan pembangunan JSS.
Pertama, tidak sesuai dengan visi misi maritim Jokowi. Kedua, dengan anggaran sangat besar, JSS dinilai malah membuat ekonomi semakin tersentralisasi di Jawa dan Sumatera. Ketiga, pembangunan JSS dapat membuat harga properti semakin mahal. Dengan begitu, masyarakat berpenghasilan rendah akan semakin kesulitan untuk memiliki rumah. Studi kelayakan proyek JSS sebenarnya sudah dimulai sejak beberapa tahun lalu, dengan melibatkan juga pihak swasta.
Dalam paparan sebelumnya, pembangunan JSS diproyeksikan menghabiskan biaya sekitar Rp225 triliun. Jembatan itu rencananya akan dibuat sepanjang 29 kilometer yang terdiri atas jalan tol, rel kereta api, serta jalur pipa gas dan jalur fiberoptik. Menanggapi soal itu, Direktur Utama PT Graha Banten Lampung Sejahtera (GBLS) Agung R Prabowo mengatakan, pihaknya sebagai bagian dari pemrakarsa proyek JSS akan selalu patuh dan loyal terhadap apapun keputusan resmi yang legal dan sah dari pemerintah pusat dan daerah.
Menurut Agung, pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS) atau yang biasa disebut proyek JSS hingga saat ini masih diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 86 Tahun 2011.
“Kami tetap konsisten terhadap spirit yang telah disampaikan kepada pemerintah melalui surat tanggal 24 Juli 2012, yang intinya kami akan tunduk dan loyal pada apa pun keputusan yang legal dan sah dari Pemerintah RI, termasuk pemerintah sekarang,” kata Agung.
Ant/Sudarsono
“Dari awal (JSS) ini sudah kontroversial. Tanpa dukungan dari pemerintah, itu proyek nggak akan mungkin jalan,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofjan Djalil setelah pembukaan Indonesia Infrastructure Week 2014 di Jakarta kemarin. Sofyan mengatakan, pemerintah lebih memprioritaskan pembangunan infrastruktur sesuai konsep maritim Presiden Joko Widodo.
Meski terdapat pihak swasta yang ingin berkomitmen untuk mendanai keseluruhan proyek JSS yang bernilai lebih dari Rp200 triliun itu, pemerintah belum tentu akan menerimanya. “Jika tidak ada dukungan pemerintah, tidak akan bisa, karena proyek itu (JSS) banyak sekali gap-nya. Yang jelas ini juga tidak sesuai dengan visi misi maritim Presiden,” tambah Sofyan.
Demi memperbaiki konektivitas dua pulau itu, kata Sofyan, pemerintah lebih memilih untuk menambah dermaga di dua pelabuhan penghubung, yakni Merak di Banten dan Bekaheuni di Lampung. Pemerintah juga menginginkan agar moda transportasi untuk penyeberangan seperti kapal cepat, direvitalisasi dan ditambah. “Sehingga, penyeberangan dari Jawa ke Sumatera dan sebaliknya bisa lebih cepat,” ujarnya.
Selain itu, konsep tol laut Jokowi juga dapat diimplementasikan untuk pengembangan konektivitas Jawa dan Sumatera. Truk-truk pengangkut barang kebutuhan masyarakat, dari berbagai kota di Jawa dan Sumatera dapat diangkut dengan kapal dari kota di mana produksi dilakukan menuju kota tujuan distribusi. Dengan begitu, truk-truk tersebut tidak harus melalui jalan darat terlebih dahulu untuk menyeberang menggunakan kapal di Selat Sunda.
“Sehingga, pengembangan di Lampung, Bengkulu, dan Jambi dapat diperluas,” papar dia. Pemerintah belum memastikan berapa anggaran yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur pengganti JSS. “Kebutuhan investasinya pasti sangat besar,” ucap dia. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago sebelumnya menjelaskan terdapat tiga pertimbangan yang mendasari pemerintahan Jokowi untuk tidak memprioritaskan pembangunan JSS.
Pertama, tidak sesuai dengan visi misi maritim Jokowi. Kedua, dengan anggaran sangat besar, JSS dinilai malah membuat ekonomi semakin tersentralisasi di Jawa dan Sumatera. Ketiga, pembangunan JSS dapat membuat harga properti semakin mahal. Dengan begitu, masyarakat berpenghasilan rendah akan semakin kesulitan untuk memiliki rumah. Studi kelayakan proyek JSS sebenarnya sudah dimulai sejak beberapa tahun lalu, dengan melibatkan juga pihak swasta.
Dalam paparan sebelumnya, pembangunan JSS diproyeksikan menghabiskan biaya sekitar Rp225 triliun. Jembatan itu rencananya akan dibuat sepanjang 29 kilometer yang terdiri atas jalan tol, rel kereta api, serta jalur pipa gas dan jalur fiberoptik. Menanggapi soal itu, Direktur Utama PT Graha Banten Lampung Sejahtera (GBLS) Agung R Prabowo mengatakan, pihaknya sebagai bagian dari pemrakarsa proyek JSS akan selalu patuh dan loyal terhadap apapun keputusan resmi yang legal dan sah dari pemerintah pusat dan daerah.
Menurut Agung, pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS) atau yang biasa disebut proyek JSS hingga saat ini masih diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 86 Tahun 2011.
“Kami tetap konsisten terhadap spirit yang telah disampaikan kepada pemerintah melalui surat tanggal 24 Juli 2012, yang intinya kami akan tunduk dan loyal pada apa pun keputusan yang legal dan sah dari Pemerintah RI, termasuk pemerintah sekarang,” kata Agung.
Ant/Sudarsono
(ars)