Peningkatan Utang Negara dan Swasta Perlu Diwaspadai
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewaspadai utang negara dan utang swasta yang terus meningkat.
Sejumlah potensi tersebut dikhawatirkan dapat menciptakan kerentanan terhadap sektor keuangan. “Saat ini ada tren peningkatan primary balance deficit atau beban bunga utang negara harus dibayar dengan utang baru,” kata Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rahmat Waluyanto dalam diskusi Pengawasan Terintegrasi dan Stabilisasi Sektor Jasa Keuangan di Jakarta Rabu (5/11).
Dia menyebutkan, saat ini jumlah utang luar negeri pemerintah mencapai sekitar USD131,66 miliar, sementara utang luar negeri swasta sekitar USD153,22 miliar. Menurutnya, pembiayaan defisit APBN dengan penerbitan utang di pasar modal juga meningkat. Jika pada 2009 jumlahnya hanya Rp979 triliun, maka pada tahun 2014 menjadi Rp1.918 triliun.
Sementara, defisit untuk pembiayaan subsidi mencapai Rp138 triliun pada 2009 menjadi Rp403 triliun pada 2014, sebagian besar untuk subsidi energi. “Ini dapat memicu krisis jika pengawasan oleh OJK tidak optimal dan koordinasi dengan otoritas lainnya untuk pencegahan krisis tidak berjalan dengan baik,” paparnya. Menurut Rahmat, pengawasan terintegrasi merupakan salah satu faktor pendorong stabilisasi ekonomi Indonesia sehingga terjaga dengan baik di tengah kondisi global yang cenderung melambat.
Dia menyebutkan, ada sejumlah alasan mengapa pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi yaitu untuk koordinasi fungsi pengaturan dan pengawasan yang lebih baik karena sumber krisis keuangan yang semakin beragam, neraca lembaga-lembaga keuangan yang saling terkait. Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II OJK Endang Kusulanjari Tri Subari mengatakan, saat ini terdapat 32 konglomerasi keuangan di Indonesia.
OJK akan menerbitkan peraturan terkait pengawasan konglomerasi keuangan terintegrasi pada akhir tahun ini. “Seluruh perbankan yang masuk BUKU IV harus sudah melaporkan konglomerasi keuangannya mulai Juni 2015. Sedangkan, seluruh konglomerasi akhir tahun 2015 sudah harus melaporkan,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, untuk mendukung pengaturan dan pengawasan terintegrasi, OJK akan menerbitkan tiga macam aturan yaitu penerapan manajemen risiko terintegrasi, tata kelola terintegrasi, dan permodalan terintegrasi. Sedangkan, peraturan lainnya yaitu permodalan terintegrasi akan terbit pada awal tahun 2015.
“Pengawasan terintegrasi meliputi seluruh kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya,” papar Endang.
Hatim varabi/ant
Sejumlah potensi tersebut dikhawatirkan dapat menciptakan kerentanan terhadap sektor keuangan. “Saat ini ada tren peningkatan primary balance deficit atau beban bunga utang negara harus dibayar dengan utang baru,” kata Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rahmat Waluyanto dalam diskusi Pengawasan Terintegrasi dan Stabilisasi Sektor Jasa Keuangan di Jakarta Rabu (5/11).
Dia menyebutkan, saat ini jumlah utang luar negeri pemerintah mencapai sekitar USD131,66 miliar, sementara utang luar negeri swasta sekitar USD153,22 miliar. Menurutnya, pembiayaan defisit APBN dengan penerbitan utang di pasar modal juga meningkat. Jika pada 2009 jumlahnya hanya Rp979 triliun, maka pada tahun 2014 menjadi Rp1.918 triliun.
Sementara, defisit untuk pembiayaan subsidi mencapai Rp138 triliun pada 2009 menjadi Rp403 triliun pada 2014, sebagian besar untuk subsidi energi. “Ini dapat memicu krisis jika pengawasan oleh OJK tidak optimal dan koordinasi dengan otoritas lainnya untuk pencegahan krisis tidak berjalan dengan baik,” paparnya. Menurut Rahmat, pengawasan terintegrasi merupakan salah satu faktor pendorong stabilisasi ekonomi Indonesia sehingga terjaga dengan baik di tengah kondisi global yang cenderung melambat.
Dia menyebutkan, ada sejumlah alasan mengapa pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi yaitu untuk koordinasi fungsi pengaturan dan pengawasan yang lebih baik karena sumber krisis keuangan yang semakin beragam, neraca lembaga-lembaga keuangan yang saling terkait. Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II OJK Endang Kusulanjari Tri Subari mengatakan, saat ini terdapat 32 konglomerasi keuangan di Indonesia.
OJK akan menerbitkan peraturan terkait pengawasan konglomerasi keuangan terintegrasi pada akhir tahun ini. “Seluruh perbankan yang masuk BUKU IV harus sudah melaporkan konglomerasi keuangannya mulai Juni 2015. Sedangkan, seluruh konglomerasi akhir tahun 2015 sudah harus melaporkan,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, untuk mendukung pengaturan dan pengawasan terintegrasi, OJK akan menerbitkan tiga macam aturan yaitu penerapan manajemen risiko terintegrasi, tata kelola terintegrasi, dan permodalan terintegrasi. Sedangkan, peraturan lainnya yaitu permodalan terintegrasi akan terbit pada awal tahun 2015.
“Pengawasan terintegrasi meliputi seluruh kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya,” papar Endang.
Hatim varabi/ant
(ars)