Zakat-Wakaf Jadi Sumber Pendanaan Syariah
A
A
A
SURABAYA - Bank Indonesia (BI) menilai zakat mampu menjadi salah satu sumber pendanaan keuangan syariah jika dikelola dengan baik.
Pengelolaan zakat dan wakaf menjadi salah satu bahasan dalam rangkaian Pertemuan Bank Sentral dan Otoritas Moneter negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Surabaya.
“Itu kita lihat bukan hanya bagian dari kewajiban sosial, tapi harus dikelola secara international best practices . Ini sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan menjadi sumber pendanaan agar tercipta sistem keuangan yang sehat dan mendukung stabilisasi keuangan,” ujar Gubernur BI Agus DW Martowardojo seusai acara Meeting of Central Banks and Monetary Authorities of The Organisation of Islamic Cooperation Member Countries, di Surabaya, kemarin.
Rangkaian kegiatan tersebut diawali dengan Expert Group Workshop yang mengambil tema “Dealing with Financial Stability Risk: Macroprudential Policy and Financial Deepening in Islamic Finance“. Selanjutnya, Gubernur BI memimpin pertemuan tingkat Gubernur Bank Sentral negara anggota OKI untuk membahas kerangka kebijakan keuangan Islam dalam mendukung pengembangan keuangan syariah termasuk sektor sosial.
Agus mengatakan, pertemuan tersebut membahas tentang upaya pendalaman pasar keuangan yang diperlukan untuk mendukung stabilitas pasar keuangan. Dalam pengertian yang luas, pendalaman pasar keuangan ini meliputi peningkatan keuangan yang inklusif. Upaya ini dilakukan antara lain melalui pengelolaan zakat dan wakaf sesuai best practices, sehingga dapat dimobilisasi dengan lebih baik untuk mendukung kegiatan perekonomian, yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pembahasan mengenai mobilisasi zakat sangat relevan bagi Indonesia yang memiliki potensi yang besar dalam penghimpunan zakat namun realisasinya belum optimal. Menurut Agus, potensi zakat di Indonesia mencapai Rp217 triliun per tahun namun baru terkumpul sekitar Rp3 triliun.
Sementara, wakaf di beberapa negara timur tengah telah dimanfaatkan sebagai sumber pendanaan. “Di beberapa negara timur tengah banyak menggunakan wakaf tak hanya penggunaan gedung, atau aktiva itu untuk kegiatan sosial tapi digunakan untuk sukuk,” tambah Agus. Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pertemuan negara-negara OKI tersebut menekankan pada kerja sama dan saling berbagi ilmu. Pasalnya, kebijakan makro prudensial dan pendalaman pasar keuangan kebanyakan merupakan hal baru bagi negara-negara OKI.
“Kita perkuat makroprudensial dan regulasi framework . Berbagai negara termasuk Indonesia telah memiliki kebijakan makroprudensial termasuk LTV. Negara lain tertarik dan mau mempelajari itu,” kata dia.
Ria martati
Pengelolaan zakat dan wakaf menjadi salah satu bahasan dalam rangkaian Pertemuan Bank Sentral dan Otoritas Moneter negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Surabaya.
“Itu kita lihat bukan hanya bagian dari kewajiban sosial, tapi harus dikelola secara international best practices . Ini sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan menjadi sumber pendanaan agar tercipta sistem keuangan yang sehat dan mendukung stabilisasi keuangan,” ujar Gubernur BI Agus DW Martowardojo seusai acara Meeting of Central Banks and Monetary Authorities of The Organisation of Islamic Cooperation Member Countries, di Surabaya, kemarin.
Rangkaian kegiatan tersebut diawali dengan Expert Group Workshop yang mengambil tema “Dealing with Financial Stability Risk: Macroprudential Policy and Financial Deepening in Islamic Finance“. Selanjutnya, Gubernur BI memimpin pertemuan tingkat Gubernur Bank Sentral negara anggota OKI untuk membahas kerangka kebijakan keuangan Islam dalam mendukung pengembangan keuangan syariah termasuk sektor sosial.
Agus mengatakan, pertemuan tersebut membahas tentang upaya pendalaman pasar keuangan yang diperlukan untuk mendukung stabilitas pasar keuangan. Dalam pengertian yang luas, pendalaman pasar keuangan ini meliputi peningkatan keuangan yang inklusif. Upaya ini dilakukan antara lain melalui pengelolaan zakat dan wakaf sesuai best practices, sehingga dapat dimobilisasi dengan lebih baik untuk mendukung kegiatan perekonomian, yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pembahasan mengenai mobilisasi zakat sangat relevan bagi Indonesia yang memiliki potensi yang besar dalam penghimpunan zakat namun realisasinya belum optimal. Menurut Agus, potensi zakat di Indonesia mencapai Rp217 triliun per tahun namun baru terkumpul sekitar Rp3 triliun.
Sementara, wakaf di beberapa negara timur tengah telah dimanfaatkan sebagai sumber pendanaan. “Di beberapa negara timur tengah banyak menggunakan wakaf tak hanya penggunaan gedung, atau aktiva itu untuk kegiatan sosial tapi digunakan untuk sukuk,” tambah Agus. Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pertemuan negara-negara OKI tersebut menekankan pada kerja sama dan saling berbagi ilmu. Pasalnya, kebijakan makro prudensial dan pendalaman pasar keuangan kebanyakan merupakan hal baru bagi negara-negara OKI.
“Kita perkuat makroprudensial dan regulasi framework . Berbagai negara termasuk Indonesia telah memiliki kebijakan makroprudensial termasuk LTV. Negara lain tertarik dan mau mempelajari itu,” kata dia.
Ria martati
(ars)