Indonesia Siap Gabung Bank Infrastruktur Asia
A
A
A
JAKARTA - Indonesia disinyalir akan bergabung dengan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB). Bergabungnya Indonesia dalam institusi pembiayaan infrastruktur yang berpusat di China itu tinggal menunggu arahan dari Presiden Joko Widodo.
“Iya. Tapi kan saya enggak ada di Beijing, jadi enggak tahu soal update terakhir seperti apa,” kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di Jakarta kemarin.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Andin Hadiyanto menambahkan, pada dasarnya Pemerintah Indonesia mendukung keberadaan bank yang mengurusi pendanaan infrastruktur tersebut. Namun, sejauh ini belum ada langkah resmi dari pemerintah terkait keanggotaan dalam lembaga pembiayaan itu.
“Indonesia prioritasnya mendukung itu, kemarin pada saat saya ke China. Tapi, belum tanda tangan. Tapi, sudah dibahas dengan Presiden. Pada dasarnya kita men-support adanya itu,” kata Andin seperti dikutip okezone.com . Sebelumnya Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto mengatakan, Indonesia perlu masuk ke dalam AIIB untuk mendukung upaya pembangunan infrastruktur nasional.
Kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur terbilang sangat besar. Di Asia kebutuhan dana untuk infrastruktur diperkirakan mencapai USD750 miliar hingga USD1 triliun per tahun selama periode 2010-2020. Tahun depan pemerintah diperkirakan membutuhkan anggaran hingga Rp300 triliun untuk pembangunan infrastruktur.
Anggaran tersebut rencananya diambil dari ruang fiskal APBN pada beberapa kementerian maupun lembaga melalui dana optimalisasi dengan nilai Rp600 triliun dari belanja RAPBN 2015 yang diusulkan sebesar Rp2.019 triliun. Asian Infrastructure Investment Bank awalnya digagas China untuk memenuhi kebutuhan dana bagi pembangunan infrastruktur di kawasan Asia dan Pasifik. Institusi baru ini juga dibentuk untuk menyaingi lembaga serupa yang telah ada, yang selama ini didominasi Barat dan negara-negara maju lain.
Akhir bulan lalu China dan 20 negara mempertegas langkah pembentukan institusi pembiayaan infrastruktur Asia. Hal itu dimantapkan melalui penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding /MoU) pembentukan AIIB dalam sebuah acara seremonial di Great Hall of the People di Beijing. Institusi keuangan itu, menurut kantor berita Xinhua , akan berbasis di Beijing, dan memiliki modal awal sebesar USD50 miliar (sekitar Rp600 triliun).
Namun, di antara 10 negara dengan perekonomian terbesar di Asia, baru India dan Singapura yang menandatangani MoU tersebut. Keberadaan institusi keuangan ini diharapkan dapat memenuhi tingginya kebutuhan regional Asia terhadap pembiayaan pembangunan infrastruktur penting seperti transportasi, bendungan, pelabuhan, dan fasilitas lain.
China tetap membuka diri bagi negara-negara lain untuk bergabung dalam AIIB. China juga menyatakan masih terus berbicara dengan AS dan Jepang terkait isu ini. “Kami terus berkomunikasi dengan AS, Jepang, Indonesia, dan negaranegara lainnya,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying beberapa waktu lalu. “Dalam proses ini kami tetap menyambut partisipasi dari negara lain yang ingin bergabung dan kami terus membuka kontak dengan semua pihak yang terkait,” imbuhnya.
Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim bulan Juli lalu mengestimasi kebutuhan pembiayaan infrastruktur di negara- negara berkembang setidaknya mencapai USD1 triliun per tahun. Jumlah itu jauh di atas kapasitas pendanaan Bank Dunia maupun badan-badan investasi swasta.
“Jadi, kebutuhan investasi baru di bidang infrastruktur memang sangat masif dan kami pikir kami dapat bekerja sama dengan baik dengan lembaga baru ini setelah mereka betul-betul terbentuk,” ujar Kim.
Kunthi fahmar sandy/ Ichsan amin
“Iya. Tapi kan saya enggak ada di Beijing, jadi enggak tahu soal update terakhir seperti apa,” kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di Jakarta kemarin.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Andin Hadiyanto menambahkan, pada dasarnya Pemerintah Indonesia mendukung keberadaan bank yang mengurusi pendanaan infrastruktur tersebut. Namun, sejauh ini belum ada langkah resmi dari pemerintah terkait keanggotaan dalam lembaga pembiayaan itu.
“Indonesia prioritasnya mendukung itu, kemarin pada saat saya ke China. Tapi, belum tanda tangan. Tapi, sudah dibahas dengan Presiden. Pada dasarnya kita men-support adanya itu,” kata Andin seperti dikutip okezone.com . Sebelumnya Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto mengatakan, Indonesia perlu masuk ke dalam AIIB untuk mendukung upaya pembangunan infrastruktur nasional.
Kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur terbilang sangat besar. Di Asia kebutuhan dana untuk infrastruktur diperkirakan mencapai USD750 miliar hingga USD1 triliun per tahun selama periode 2010-2020. Tahun depan pemerintah diperkirakan membutuhkan anggaran hingga Rp300 triliun untuk pembangunan infrastruktur.
Anggaran tersebut rencananya diambil dari ruang fiskal APBN pada beberapa kementerian maupun lembaga melalui dana optimalisasi dengan nilai Rp600 triliun dari belanja RAPBN 2015 yang diusulkan sebesar Rp2.019 triliun. Asian Infrastructure Investment Bank awalnya digagas China untuk memenuhi kebutuhan dana bagi pembangunan infrastruktur di kawasan Asia dan Pasifik. Institusi baru ini juga dibentuk untuk menyaingi lembaga serupa yang telah ada, yang selama ini didominasi Barat dan negara-negara maju lain.
Akhir bulan lalu China dan 20 negara mempertegas langkah pembentukan institusi pembiayaan infrastruktur Asia. Hal itu dimantapkan melalui penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding /MoU) pembentukan AIIB dalam sebuah acara seremonial di Great Hall of the People di Beijing. Institusi keuangan itu, menurut kantor berita Xinhua , akan berbasis di Beijing, dan memiliki modal awal sebesar USD50 miliar (sekitar Rp600 triliun).
Namun, di antara 10 negara dengan perekonomian terbesar di Asia, baru India dan Singapura yang menandatangani MoU tersebut. Keberadaan institusi keuangan ini diharapkan dapat memenuhi tingginya kebutuhan regional Asia terhadap pembiayaan pembangunan infrastruktur penting seperti transportasi, bendungan, pelabuhan, dan fasilitas lain.
China tetap membuka diri bagi negara-negara lain untuk bergabung dalam AIIB. China juga menyatakan masih terus berbicara dengan AS dan Jepang terkait isu ini. “Kami terus berkomunikasi dengan AS, Jepang, Indonesia, dan negaranegara lainnya,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying beberapa waktu lalu. “Dalam proses ini kami tetap menyambut partisipasi dari negara lain yang ingin bergabung dan kami terus membuka kontak dengan semua pihak yang terkait,” imbuhnya.
Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim bulan Juli lalu mengestimasi kebutuhan pembiayaan infrastruktur di negara- negara berkembang setidaknya mencapai USD1 triliun per tahun. Jumlah itu jauh di atas kapasitas pendanaan Bank Dunia maupun badan-badan investasi swasta.
“Jadi, kebutuhan investasi baru di bidang infrastruktur memang sangat masif dan kami pikir kami dapat bekerja sama dengan baik dengan lembaga baru ini setelah mereka betul-betul terbentuk,” ujar Kim.
Kunthi fahmar sandy/ Ichsan amin
(ars)