Pengamat: Sudah Seharusnya MNC Memperjuangkan TPI
A
A
A
JAKARTA - Pengamat ekonomi Aris Yunanto menilai, persengketaan TPI dengan pihak MNC Group yang sampai saat ini masih bergulir, nampak masing-masing kubu mempertahankan apa yang mereka miliki, sehingga belum menemukan kata sepakat.
Dirinya menilai, siapapun yang bisa menguasai media, itu akan bisa menguasai ranah bisnis di masa depan. Corong untuk mendapatkan market dalam bisnis luas.
"Tapi ingat, ini kaitannya bila dilihat dari investasi, investor malah ketar ketir. Karena mereka enggak bisa ekspansi. Kalau ini dibiarkan berlarut-larut, market menjadi tidak percaya," ujar dia kepada Sindonews di Jakarta, Jumat (14/11/2014).
Namun, Aris mengaku salut terhadap MNC Group yang mau memperjuangkan apa yang memang menjadi haknya. "MNC kan sudah besar ya, merajai bisnis media. Saya pikir memang sudah seharusnya mempertahankan posisi ini. Saya kira ini bisa lah dibicarakan," ujar dia.
Aris juga mengatakan, siapapun yang menyalahi peraturan arbitrase, memang itu tidak layak untuk memiliki TPI. Terlebih lagi, TPI sudah dimiliki oleh MNC dan baru saat ini dimasalahkan oleh pihak Cendana.
"Bagi saya, kalau saya ada di posisi MNC, saya akan mempertahankan apa yang saya punya dibandingkan harus meng-create yang baru. Apalagi, TPI itu kan media pendidikan ya, jadi kalau memang itu bisa diperjuangkan oleh MNC, MNC akan jadi semakin besar," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, putusan Mahkamah Agung (MA) terkait sengketa yang terjadi antara MNC dengan TPI diyakini akan menurunkan tingkat kepercayaan investor asing, sehingga investasi yang akan masuk ke Indonesia menjadi terancam.
Analis Edwin Sebayang mengatakan, intervensi dari MA atas perkara Peninjauan Kembali (PK) merupakan hal yang fatal. Pasalnya, intervensi tersebut dapat memengaruhi tingkat kepercayaan asing terhadap Indonesia.
"Ini fatal saat apa yang terjadi, di mana MA mengintervensi. Tentu sangat memengaruhi tingkat kepercayaan asing. Tahun depan juga akan ada Direct Investment Forum untuk pertumbuhan ekonomi. Ketidakpastian hukum ini berbahaya," ujarnya.
(Baca: Sengketa TPI, Putusan MA Turunkan Kepercayaan Investor)
Dirinya menilai, siapapun yang bisa menguasai media, itu akan bisa menguasai ranah bisnis di masa depan. Corong untuk mendapatkan market dalam bisnis luas.
"Tapi ingat, ini kaitannya bila dilihat dari investasi, investor malah ketar ketir. Karena mereka enggak bisa ekspansi. Kalau ini dibiarkan berlarut-larut, market menjadi tidak percaya," ujar dia kepada Sindonews di Jakarta, Jumat (14/11/2014).
Namun, Aris mengaku salut terhadap MNC Group yang mau memperjuangkan apa yang memang menjadi haknya. "MNC kan sudah besar ya, merajai bisnis media. Saya pikir memang sudah seharusnya mempertahankan posisi ini. Saya kira ini bisa lah dibicarakan," ujar dia.
Aris juga mengatakan, siapapun yang menyalahi peraturan arbitrase, memang itu tidak layak untuk memiliki TPI. Terlebih lagi, TPI sudah dimiliki oleh MNC dan baru saat ini dimasalahkan oleh pihak Cendana.
"Bagi saya, kalau saya ada di posisi MNC, saya akan mempertahankan apa yang saya punya dibandingkan harus meng-create yang baru. Apalagi, TPI itu kan media pendidikan ya, jadi kalau memang itu bisa diperjuangkan oleh MNC, MNC akan jadi semakin besar," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, putusan Mahkamah Agung (MA) terkait sengketa yang terjadi antara MNC dengan TPI diyakini akan menurunkan tingkat kepercayaan investor asing, sehingga investasi yang akan masuk ke Indonesia menjadi terancam.
Analis Edwin Sebayang mengatakan, intervensi dari MA atas perkara Peninjauan Kembali (PK) merupakan hal yang fatal. Pasalnya, intervensi tersebut dapat memengaruhi tingkat kepercayaan asing terhadap Indonesia.
"Ini fatal saat apa yang terjadi, di mana MA mengintervensi. Tentu sangat memengaruhi tingkat kepercayaan asing. Tahun depan juga akan ada Direct Investment Forum untuk pertumbuhan ekonomi. Ketidakpastian hukum ini berbahaya," ujarnya.
(Baca: Sengketa TPI, Putusan MA Turunkan Kepercayaan Investor)
(gpr)