Pemerintah Perlu Take Action agar NPI Lebih Baik
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan, perkembangan defisit transaksi berjalan selalu mengalami peningkatan pada kuartal II dan akan kembali turun pada kuartal III.
Hal ini dikarenakan, pada kuartal II banyak adanya aktivitas ekonomi seperti kenaikan harga menjelang Ramadan dan Lebaran.
"Kalau kita lihat memang selalu begitu, kuartal II pasti akan bengkak kembali karena biasanya menjelang lebaran, Ramadan yang menyebabkan impor BBM meningkat," katanya kepada Koran Sindo, Minggu (16/11/2014).
Meski konsumsi impor meningkat, di sisi ekspor cenderung masih alami perlambatan di tengah harga komoditas yang masih turun.
Sementara, di kuartal III impor cenderung mulai berkurang karena impor BBM pasca Lebaran mulai normal kembali.
"Saya pikir, ekspor ini harus didorong dan impor BBM harus segera diselesaikan masalahnya," ucapnya.
Menurutnya, pemerintah baru harus segera take action supaya neraca transaksi berjalan ini bisa makin baik lagi pada tahun depan.
Karena, apabila membaik maka diperkirakan defisit TB akan bisa turun di bawah 3% of GDP.
Selain itu, apabila bisa turun di bawah 3%, maka diperkirakan akan menjadi sentimen positif untuk investasi dan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar yang lebih suistanable lagi.
Ke depan, kata dia, diharapkan pemerintah bisa segera merealisasikan kenaikan harga BBM.
Apabila pemerintah segera menaikkan harga BBM, maka diperkirakan defisit sampai akhir tahun bisa sebesar USD28,5 miliar atau sekitar 3,1% GDP.
Sementara, di 2015 diperkirakan bisa mencapai USD28 miliar atau sekitar 2,8% GDP.
Dia menuturkan, untuk mencapai target itu sebetulnya pemerintah harus memberikan insentif mendorong ekspor.
Untuk mendorong ekspor pemerintah harus pula mendorong industri permesinan agar industri ini bisa tumbuh di Indonesia.
Hal itu dikarenakan, jika Indonesia memiliki permesinan sendiri, maka produsen tidak perlu mengimpor kembali barangnya.
"Jadi saya pikir dengan adanya utility di Indonesia, berarti kita bisa memproduksi sendiri barang mentah jadi barang setengah jadi atau barang jadi," ungkap Josua.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) berhasil mengurangi tekanan terhadap Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) sehingga surplus pada kuartal III/2014 mencapai USD6,5 miliar atau meningkat dari USD4,3 miliar pada kuartal sebelumnya.
Perbaikan kinerja NPI ini ditopang oleh menyempitnya defisit transaksi berjalan (TB) dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, sehingga dapat dibiayai sepenuhnya oleh surplus transaksi modal dan finansial (TMF).
Defisit transaksi berjalan pada kuartal III/2014 sebesar USD6,8 miliar (3,07% PDB), lebih rendah dibandingkan dengan defisit USD8,7 miliar (4,06% PDB) pada kuartal II-2014 dan defisit pada periode yang sama tahun 2013 sebesar USD8,6 miliar (3,89% PDB).
BI mengungkap, penurunan defisit TB terutama didukung oleh berbaliknya neraca perdagangan barang dari defisit menjadi surplus, dipengaruhi oleh meningkatnya surplus neraca perdagangan nonmigas dan menyempitnya defisit neraca perdagangan migas.
Hal ini dikarenakan, pada kuartal II banyak adanya aktivitas ekonomi seperti kenaikan harga menjelang Ramadan dan Lebaran.
"Kalau kita lihat memang selalu begitu, kuartal II pasti akan bengkak kembali karena biasanya menjelang lebaran, Ramadan yang menyebabkan impor BBM meningkat," katanya kepada Koran Sindo, Minggu (16/11/2014).
Meski konsumsi impor meningkat, di sisi ekspor cenderung masih alami perlambatan di tengah harga komoditas yang masih turun.
Sementara, di kuartal III impor cenderung mulai berkurang karena impor BBM pasca Lebaran mulai normal kembali.
"Saya pikir, ekspor ini harus didorong dan impor BBM harus segera diselesaikan masalahnya," ucapnya.
Menurutnya, pemerintah baru harus segera take action supaya neraca transaksi berjalan ini bisa makin baik lagi pada tahun depan.
Karena, apabila membaik maka diperkirakan defisit TB akan bisa turun di bawah 3% of GDP.
Selain itu, apabila bisa turun di bawah 3%, maka diperkirakan akan menjadi sentimen positif untuk investasi dan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar yang lebih suistanable lagi.
Ke depan, kata dia, diharapkan pemerintah bisa segera merealisasikan kenaikan harga BBM.
Apabila pemerintah segera menaikkan harga BBM, maka diperkirakan defisit sampai akhir tahun bisa sebesar USD28,5 miliar atau sekitar 3,1% GDP.
Sementara, di 2015 diperkirakan bisa mencapai USD28 miliar atau sekitar 2,8% GDP.
Dia menuturkan, untuk mencapai target itu sebetulnya pemerintah harus memberikan insentif mendorong ekspor.
Untuk mendorong ekspor pemerintah harus pula mendorong industri permesinan agar industri ini bisa tumbuh di Indonesia.
Hal itu dikarenakan, jika Indonesia memiliki permesinan sendiri, maka produsen tidak perlu mengimpor kembali barangnya.
"Jadi saya pikir dengan adanya utility di Indonesia, berarti kita bisa memproduksi sendiri barang mentah jadi barang setengah jadi atau barang jadi," ungkap Josua.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) berhasil mengurangi tekanan terhadap Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) sehingga surplus pada kuartal III/2014 mencapai USD6,5 miliar atau meningkat dari USD4,3 miliar pada kuartal sebelumnya.
Perbaikan kinerja NPI ini ditopang oleh menyempitnya defisit transaksi berjalan (TB) dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, sehingga dapat dibiayai sepenuhnya oleh surplus transaksi modal dan finansial (TMF).
Defisit transaksi berjalan pada kuartal III/2014 sebesar USD6,8 miliar (3,07% PDB), lebih rendah dibandingkan dengan defisit USD8,7 miliar (4,06% PDB) pada kuartal II-2014 dan defisit pada periode yang sama tahun 2013 sebesar USD8,6 miliar (3,89% PDB).
BI mengungkap, penurunan defisit TB terutama didukung oleh berbaliknya neraca perdagangan barang dari defisit menjadi surplus, dipengaruhi oleh meningkatnya surplus neraca perdagangan nonmigas dan menyempitnya defisit neraca perdagangan migas.
(izz)