Pemerintah Diminta Segera Beri Kompensasi BBM
A
A
A
YOGYAKARTA - Pengamat Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Rimawan Pradiptyo meminta segera pemerintah segera memberikan kompensasi guna mengatasi dampak kenaikan BBM.
"Jelas ya mau kenaikan (BBM) itu subsidi diturunkan. Ada dua paket langsung (yang harus dilakukan pemerintah), yakni kompensasi untuk meminimalisasikan dampak harga BBM khususnya kepada keluarga miskin," ujarnya kepada wartawan, belum lama ini.
Di samping kompensasi, pemerintah juga harus melakukan langkah realokasi anggaran. Misalnya, dana mega proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) yang batal dilanjutkan bisa dialihkan dan dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur di Kalimantan dan Sumatera.
Sehingga, tercipta pemerataan di luar Jawa, dan tidak hanya terpusat di Pulau Jawa.
"Kembali pada kompensasi dan realokasi, tidak ada jalan lain. Konkret zaman dahulu ada BLSM, dan lainnya. Di manapun minyak net impor, enggak disubsidi. Ini sudah impor, disubsidi juga, seolah beri subsidi yang ngimpor. Pertimbangkan juga sustainability untuk 500 tahun ke depan, sehingga anak cucu bisa turut merasakan," terang Rimawan.
Perihal kekhawatiran dana kompensasi yang tidak tepat sasaran, menurutnya bisa diatasi dengan penguatan database seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang ada pada KTP elektronik (e-KTP) masing-masing.
Sehingga, peristiwa tersebut bisa diminimalisir. Dampak besaran kenaikan harga BBM terhadap perekonomian Yogyakarta, tidak bisa dijadikan patokan yang sama. Mengingat kondisi perekonomian tiap daerah berbeda-beda.
Sebelumnya Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIY Arief Budi Santoso mengatakan, inflasi November 2014 diperkirakan sama dengan inflasi Oktober 2014, bahkan ada kecenderungan lebih rendah, kalau tidak ada kenaikan harga BBM.
Hal itu melihat dari sejumlah faktor seperti harga bawang merah yang turun karena memasuki masa panen, beras juga mulai memasuki masa tanam karena memasuki musim hujan.
Di sisi lain, harga elpiji 12 kg yang sempat naik juga sudah mereda. Sekadar informasi, inflasi Oktober 2014 tercatat 0,28% month to month (m to m). Dan year to year (y to y) mencapai 4,40%.
"Kalau ada kenaikan (harga BBM), perkiraan setiap dari Rp1.000, kenaikan (inflasi) 0,8%-1%. Masing-masing daerah berbeda. Selain BBM, bisa (naik pula) karena ada rencana naikkan angkutan maskapai. Harapannya hampir sama (dengan inflasi sebelumnya)," urai Arief.
Untuk menjaga kestabilan inflasi, dalam waktu dekat pihaknya bersama tim TPID akan melakukan evaluasi dan menetapkan sejumlah langkah guna mengantisipasi kenaikan harga sembako.
Di antaranya dengan mengoptimalkan sinergi kerja sama antar daerah dan pusat informasi harga pangan strategis (PIHPS).
"Jelas ya mau kenaikan (BBM) itu subsidi diturunkan. Ada dua paket langsung (yang harus dilakukan pemerintah), yakni kompensasi untuk meminimalisasikan dampak harga BBM khususnya kepada keluarga miskin," ujarnya kepada wartawan, belum lama ini.
Di samping kompensasi, pemerintah juga harus melakukan langkah realokasi anggaran. Misalnya, dana mega proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) yang batal dilanjutkan bisa dialihkan dan dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur di Kalimantan dan Sumatera.
Sehingga, tercipta pemerataan di luar Jawa, dan tidak hanya terpusat di Pulau Jawa.
"Kembali pada kompensasi dan realokasi, tidak ada jalan lain. Konkret zaman dahulu ada BLSM, dan lainnya. Di manapun minyak net impor, enggak disubsidi. Ini sudah impor, disubsidi juga, seolah beri subsidi yang ngimpor. Pertimbangkan juga sustainability untuk 500 tahun ke depan, sehingga anak cucu bisa turut merasakan," terang Rimawan.
Perihal kekhawatiran dana kompensasi yang tidak tepat sasaran, menurutnya bisa diatasi dengan penguatan database seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang ada pada KTP elektronik (e-KTP) masing-masing.
Sehingga, peristiwa tersebut bisa diminimalisir. Dampak besaran kenaikan harga BBM terhadap perekonomian Yogyakarta, tidak bisa dijadikan patokan yang sama. Mengingat kondisi perekonomian tiap daerah berbeda-beda.
Sebelumnya Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIY Arief Budi Santoso mengatakan, inflasi November 2014 diperkirakan sama dengan inflasi Oktober 2014, bahkan ada kecenderungan lebih rendah, kalau tidak ada kenaikan harga BBM.
Hal itu melihat dari sejumlah faktor seperti harga bawang merah yang turun karena memasuki masa panen, beras juga mulai memasuki masa tanam karena memasuki musim hujan.
Di sisi lain, harga elpiji 12 kg yang sempat naik juga sudah mereda. Sekadar informasi, inflasi Oktober 2014 tercatat 0,28% month to month (m to m). Dan year to year (y to y) mencapai 4,40%.
"Kalau ada kenaikan (harga BBM), perkiraan setiap dari Rp1.000, kenaikan (inflasi) 0,8%-1%. Masing-masing daerah berbeda. Selain BBM, bisa (naik pula) karena ada rencana naikkan angkutan maskapai. Harapannya hampir sama (dengan inflasi sebelumnya)," urai Arief.
Untuk menjaga kestabilan inflasi, dalam waktu dekat pihaknya bersama tim TPID akan melakukan evaluasi dan menetapkan sejumlah langkah guna mengantisipasi kenaikan harga sembako.
Di antaranya dengan mengoptimalkan sinergi kerja sama antar daerah dan pusat informasi harga pangan strategis (PIHPS).
(izz)