Adaro Teken Jual-Beli Listrik ke PLN
A
A
A
JAKARTA - Anak usaha PT Adaro Energy Tbk, PT Bhimasena Power Indonesia (BPI), meneken perjanjian jual-beli listrik dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
BPI memperoleh perpanjangan waktu penyelesaian financial closure proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 2 x 1.000 mw yang ada di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Perpanjangan waktu tersebut efektif sejak 6 Oktober 2014 dan diperpanjang sampai dengan 6 Oktober 2015.
Presiden Direktur Bhimasena Power Indonesia (BPI) Mohammad Effendi menyebutkan, saat ini pembebasan lahan telah mencapai 87% dari total lahan yang dibutuhkan sebagai syarat memperoleh financial closure. “Selain itu, PLTU Batang juga sudah menerima persetujuan untuk melakukan analisis dampak lingkungan (AMDAL) dan izin-izin lainnya yang diperlukan,” ujarnya pada media gathering di Jakarta kemarin.
Oleh karena itu, dia berharap Undang-Undang No.2/ 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum diharapkan segera diberlakukan oleh Pemerintah dan dilaksanakan oleh PLN. “Dengan berlakunya UU tersebut, penyelesaian pembiayaan proyek dapat dilaksanakan sebelum 6 Oktober 2015,” harapnya.
Effendi menjelaskan, amendemen itu merefleksikan komitmennya untuk segera mengatasi krisis listrik yang akan mengancam Pulau Jawa. “Ini merupakan komitmen BPI untuk mencegah terjadinya krisis listrik di Jawa dan Bali,” katanya. Presiden Direktur Adaro Garibaldi Thohir mengatakan, proyek pembangkit ini merupakan bagian dari visi perusahaan untuk menjadi perusahaan tambang dan energi di Indonesia.
Dia menyebutkan, PLTU Batang merupakan pembangkit listrik mandiri dengan kapasitas terbesar di Indonesia dan akan menjadi proyek strategis dalam memenuhi kebutuhan listrik yang terus bertambah di Pulau Jawa dan Bali pada tahun 2019 mendatang. “PLTU Batang menggunakan teknologi terkini dengan menawarkan peningkatan efisiensi,” ungkapnya. Lebih jauh Adaro menyatakan kesiapannya memasok sebagian besar kebutuhan batu bara untuk pembangkit itu.
“Kami memiliki batu bara envirocoal yang tingkat pencemarannya rendah,” ujarnya. Sebagai catatan, teknologi yang akan diaplikasikan pada PLTU Batang ini menggunakan baja modern sehingga memungkinkan penggunaan boiler besar dengan karakteristik ultra- supercritical (USC). Karena itu, dia optimistis PLTU Batang akan menjadi model teknologi pembangkit listrik yang sangat efisien dan lebih ramah lingkungan.
Sementara, anak usaha Adaro Energy lainya, PT Adaro Power, akan membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas 2 x 100 megawatt di wilayah Tabalong, Kalimantan Selatan. Effendi mengatakan, nilai proyek PLTU ini mencapai USD500 juta atau sekitar Rp5 triliun. Perseroan akan menggunakan kas internal dan juga eksternal sebagai sumber pembiayaan.
” Rencananya sekitar 80% dari total investasi akan menggunakan instrumen pendanaan dari lembaga keuangan perbankan asing,” jelasnya. Perseroan menargetkan, dalam rentang waktu enam hingga 12 bulan ke depan, proses financial closed nya sudah rampung dilaksanakan.
“Sekitar 80% dari total investasi akan menggunakan pinjaman perbankan dari sindikasi perbankan Korea, Sedangkan, 20% berasal dari kas internal yang mengacu pada laporan keuangan Adaro Energy pada kuartal III/2014, di mana perseroan masih memiliki kas dan setara kas sebesar USD1,62 miliar,” ungkapnya.
Effendi melanjutkan, 20% dana yang akan dikeluarkan dari kas internal tergantung dari proporsi kepemilikan saham di Tanjung Power Indonesia (TPI). Pasalnya, perseroan memiliki 65% saham TPI. TPI menandatangani PJBL dengan PT PLN (Persero) pada 15 Oktober 2014.
“Nantinya Tanjung Power Indonesia akan memasok listrik ke PLN untuk kawasan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah selama 25 tahun ke depan,” katanya.
Arsy ani s
BPI memperoleh perpanjangan waktu penyelesaian financial closure proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 2 x 1.000 mw yang ada di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Perpanjangan waktu tersebut efektif sejak 6 Oktober 2014 dan diperpanjang sampai dengan 6 Oktober 2015.
Presiden Direktur Bhimasena Power Indonesia (BPI) Mohammad Effendi menyebutkan, saat ini pembebasan lahan telah mencapai 87% dari total lahan yang dibutuhkan sebagai syarat memperoleh financial closure. “Selain itu, PLTU Batang juga sudah menerima persetujuan untuk melakukan analisis dampak lingkungan (AMDAL) dan izin-izin lainnya yang diperlukan,” ujarnya pada media gathering di Jakarta kemarin.
Oleh karena itu, dia berharap Undang-Undang No.2/ 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum diharapkan segera diberlakukan oleh Pemerintah dan dilaksanakan oleh PLN. “Dengan berlakunya UU tersebut, penyelesaian pembiayaan proyek dapat dilaksanakan sebelum 6 Oktober 2015,” harapnya.
Effendi menjelaskan, amendemen itu merefleksikan komitmennya untuk segera mengatasi krisis listrik yang akan mengancam Pulau Jawa. “Ini merupakan komitmen BPI untuk mencegah terjadinya krisis listrik di Jawa dan Bali,” katanya. Presiden Direktur Adaro Garibaldi Thohir mengatakan, proyek pembangkit ini merupakan bagian dari visi perusahaan untuk menjadi perusahaan tambang dan energi di Indonesia.
Dia menyebutkan, PLTU Batang merupakan pembangkit listrik mandiri dengan kapasitas terbesar di Indonesia dan akan menjadi proyek strategis dalam memenuhi kebutuhan listrik yang terus bertambah di Pulau Jawa dan Bali pada tahun 2019 mendatang. “PLTU Batang menggunakan teknologi terkini dengan menawarkan peningkatan efisiensi,” ungkapnya. Lebih jauh Adaro menyatakan kesiapannya memasok sebagian besar kebutuhan batu bara untuk pembangkit itu.
“Kami memiliki batu bara envirocoal yang tingkat pencemarannya rendah,” ujarnya. Sebagai catatan, teknologi yang akan diaplikasikan pada PLTU Batang ini menggunakan baja modern sehingga memungkinkan penggunaan boiler besar dengan karakteristik ultra- supercritical (USC). Karena itu, dia optimistis PLTU Batang akan menjadi model teknologi pembangkit listrik yang sangat efisien dan lebih ramah lingkungan.
Sementara, anak usaha Adaro Energy lainya, PT Adaro Power, akan membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas 2 x 100 megawatt di wilayah Tabalong, Kalimantan Selatan. Effendi mengatakan, nilai proyek PLTU ini mencapai USD500 juta atau sekitar Rp5 triliun. Perseroan akan menggunakan kas internal dan juga eksternal sebagai sumber pembiayaan.
” Rencananya sekitar 80% dari total investasi akan menggunakan instrumen pendanaan dari lembaga keuangan perbankan asing,” jelasnya. Perseroan menargetkan, dalam rentang waktu enam hingga 12 bulan ke depan, proses financial closed nya sudah rampung dilaksanakan.
“Sekitar 80% dari total investasi akan menggunakan pinjaman perbankan dari sindikasi perbankan Korea, Sedangkan, 20% berasal dari kas internal yang mengacu pada laporan keuangan Adaro Energy pada kuartal III/2014, di mana perseroan masih memiliki kas dan setara kas sebesar USD1,62 miliar,” ungkapnya.
Effendi melanjutkan, 20% dana yang akan dikeluarkan dari kas internal tergantung dari proporsi kepemilikan saham di Tanjung Power Indonesia (TPI). Pasalnya, perseroan memiliki 65% saham TPI. TPI menandatangani PJBL dengan PT PLN (Persero) pada 15 Oktober 2014.
“Nantinya Tanjung Power Indonesia akan memasok listrik ke PLN untuk kawasan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah selama 25 tahun ke depan,” katanya.
Arsy ani s
(ars)