Demam India

Minggu, 23 November 2014 - 11:15 WIB
Demam India
Demam India
A A A
Setelah tiga tahun yang lalu kita diramaikan dengan fenomena K-Pop di Tanah Air, kini masyarakat kita pun terpana oleh pop culture asal India.

Demam India terjadi di Tanah Air dan dialami oleh semua lapisan kalangan usia, status sosial, dan demografis (urban-rural). Setelah sukses tayang Mahabrata pada Maret lalu di ANTV, kini hampir semua stasiun televisi memiliki tayangan film serial India, seperti Naagin di MNC TV, Aladin di Trans TV, Mahadewa, The Adventures of Hatimdan Jodha Akbar di ANTV.

Bintangbintang film India pun jadi idola baru seperti Shaheer Sheikh, Rohit Bhardwaj, Saurav Gurjar, Vin Rana, Lavanya Bhardwaj, Aham Sharma, dan Arpit Ranka. Melihat fenomena demam India ini, saya bertanya-tanya ada apa dengan masyarakat kita? Mengapa mereka menyukai filmfilm India? Saya melihat munculnya fenomena ini tidak lepas dari preferensi hiburan konsumen kelas menengah (yes, #C3000).

Dengan tingkat pengetahuan dan koneksi sosial yang semakin luas, konsumsi hiburan (entertainment) mereka semakin mengglobal dan modern. BoomingK-Pop adalah fenomena gaya hiburan #C3000 muda. Tak jauh beda, demam India pun digandrungi oleh #C3000 di berbagai kalangan usia, tapi lebih banyak perempuan muda. Berikut ini adalah tiga tren demam India yang saya amati.

Cita Rasa Global

Faktor knowled-geability dan socialconnection sangat berpengaruh terhadap selera konsumsi hiburan #C3000 di Tanah Air. Seiring naiknya daya beli, melek pengetahuan, dan lingkup pergaulan luas, mereka rutin mengonsumsi berbagai jenis hiburan yang sangat berorientasi global. Mereka lebih cenderung menyukai jenis hiburan bercita rasa global ketimbang lokal.

Lihat saja, dari usia anak-anak, remaja, hingga dewasa sudah terbiasa mengonsumsi jenis hiburan dari Barat, Asia Timur, Timur Tengah, dan Bollywood. Kita ingat bagaimana dulu film serial China seperti Return of the Condor Heroes dan White Snake Legend laris dan sukses di tahun 1990-an. Kemudian diikuti film-film serial asal Amerika Latin seperti Marimar. Awaltahun2000-an, Indonesia boomingoleh jenis film dan grup musik asal Taiwan yakni Meteor Garden beserta F4.

Tahun 2005, anak-anak muda kita sangat menyukai animasi dari Jepang. Lalu, awal tahun 2010, mereka terbius oleh drama asal Korea dan tarian lincah boy band K-Pop seperti 2PM, Suju, dan SNSD. Dan kini, giliran film-film India mengambil alih tren selera mereka.

Sedihnya, kini kita melihat tontonan lokal seperti film atau sinetron yang kian memprihatinkan: kualitas seadanya, minim kreativitas, isi cerita remeh-temehalias nggak penting, pemain karbitan minim kemampuan akting, dan selalu menganggap penontonnya bodoh-bodoh. Ambil contoh sinetron Ganteng-Ganteng Serigala. Meskipun menampilkan banyak pemain ganteng dan cantik, sinetron ini dicibir kalangan #C3000 karenadinilai lebay, ceritanya nggakpenting, akting pemainnya monoton cuma modal tampang, dan alurnya membonsai akal sehat.

Dengan kualitas pas-pasan, tak heran jika film dan sinetron kita kian terpinggirkan di negeri sendiri. Boro-boro merajai panggung hiburan regional-global laiknya Bollywood atau K-Pop. Dengan kondisi memprihatinkan ini, para pengelola stasiun televisi pun main potong kompas, lebih suka menayangkan film dan sinetron impor. Ingat, lahirnya para penggemar drama-drama Korea, film Bollywood, animasi Jepang adalah cerminan “pelarian” mereka mencari hiburan yang berbobot sesuai dengan otak yang kian berisi.

Galauers

Munculnya fenomena demam India tidak lepas dari maraknya para galauers di tengah terjangan globalisasi masif saat ini. Siapa mereka? Dalam pengertian luas, galauers adalah orang yang sedang berproses mencari jati diri dan meaning of life. Kalau sudah ketemu jati dirinya sih oke, namun kalau belum ketemu, suasana hati mereka selalu dirundung gundah gulana alias labil.

Mereka adalah generasi yang mulai tercerabut dari akar budaya lingkungannya dan bertransisi menjadi manusia kosmopolitan-global. Di masa transisi itulah mereka galau mencari referensi dan panutan, sehingga lebih sering ikutikutan tren dan gaya hidup orang lain. Dalam konteks dunia hiburan, galauers adalah jenis konsumen yang mulai banyak mengonsumsi jenis hiburan dari luar negeri dan mulai meninggalkan hiburan lokal yang dianggapnya ketinggalan zaman.

Hal ini bisa kita lihat dari fenomena semakin hilangnya jenis hiburan masyarakat lokal seperti tari jaipong, wayang, ludruk, hingga ketoprak, karena jarang dikonsumsi kalangan#C3000. Dengan lingkup pergaulan luas dan melek teknologi (tech savvy), galauers cenderung memilih jenis hiburan modern dan global yang dinilai lebih cool. K-Pop atau film serial India adalah contoh hiburan yang mereka anggap lebih cool tersebut.

Ketika K-Pop sedang booming di negara lain, galauers di Indonesia ikut-ikutan menggandrunginya. Tatkala film serial India sedang booming, mereka pun ikut-ikutan menggemarinya. Apa tujuan mereka? Simpel, agar eksis sebagai warga dunia. Mereka eksis jikalau bisa bercerita di kalangan temanteman, komunitas, dan lingkungannya mengenaiapa- apa yang sedang tren disitu. Ketika tak ikut-ikutan, mereka akan merasa teralienasi yang ujung-ujungnya memperparah kegalauan hati.

Keintiman

Demam India akhir-akhir ini tidak lepas dari cara cerdas pengelola program acara TV dalam membangun keintiman antara pemain dan audiens dan fans. Tingginya rating film serial Mahabrata di ANTV misalnya, tak lepas dari kiat ini.

Oktober lalu, ANTV sukses menyelenggarakan acara meet and greet antara pemain Mahabrata dan fans di Taman Mini Indonesia Indah. Acara ini heboh luar biasa, jumlah pesertanya membludak, dan ditonton oleh banyak pemirsa televisi. Sejak sukses acara tersebut, kini ANTV mengontrak langsung Shaheer Sheikh untuk mengisi rutin acara Panah Asmara Arjuna di Indonesia.

Ini adalah acara reality showpendukung program Mahabrata. Acara Panah Arjuna ini didesain untuk para galauers perempuan yang kesengsem dengan ketampanan Shaheer Sheikh, yakni reality show pemilihan dewi atau pendamping Arjuna dengan sistem kompetisi. Acara ini pun ditonton heboh luar biasa.

Selain itu, mereka pun menggunakan media sosial sebagai cara untuk membangun getok tular di kalangan para penonton fanatik. Dalam rangka membangun keintiman dengan penonton, Shaheer Sheikh pun berkomunikasi langsung dengan para fansnya melalui media sosial seperti Twitter. Melalui akun Twitter-nya @Shaheer_S, ia aktif me-retweet atau menjawab setiap mention dari para fansnya. Sebelumnya, cara ini dilakukan oleh para penyanyi K-Pop, dan terbukti mereka mampu meraup banyak fans.

Intinya, para galauers itu suka pengakuan. Saat mereka mention Shaheer Sheikh, mereka sangat senang dan kemudian pamer di mata teman-temannya. Dengan begitu, mereka merasa eksis.

Ditulis bersama Iryan Herdiansyah, business analyst, Inventure
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4024 seconds (0.1#10.140)