Pertamax Turun, Pengusaha SPBU Rugi

Senin, 24 November 2014 - 13:26 WIB
Pertamax Turun, Pengusaha SPBU Rugi
Pertamax Turun, Pengusaha SPBU Rugi
A A A
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) menurunkan harga jual bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi jenis pertamax dari sebelumnya Rp10.500 per liter menjadi Rp9.950 per liter.

Penurunan harga pertamax tersebut dikeluhkan para pengusaha stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Pasalnya, pengelola SPBU membeli harga pertamax dengan harga lebih mahal dari harga jual saat ini. “Mau tidak mau ini merugikan. Kami harus menebus Rp10.200 per liter, tahu-tahu keluar pengumuman turun Rp9.950 per liter,” jelas ujar Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) III Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Juan Tarigan di Jakarta kemarin.

Dia menegaskan, kondisi tersebut menunjukkan bahwa inilah dinamika para pengusaha SPBU. Dengan demikian, masyarakat juga harus tahu jika sewaktu-waktu harga bisa berubah. Di samping mengalami kerugian, pengusaha SPBU tentu juga akan kehilangan margin dari penjualan pertamax. “Memang kadang masyarakat tidak memahami dinamika para pengusaha SPBU,” kata dia.

Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir mengatakan, terhitung mulai tanggal 22 November 2014 harga pertamax untuk wilayah Jabodetabek turun menjadi Rp9.950 per liter dari sebelumnya Rp10.500 per liter. Menurut Ali, Pertamina menurunkan harga jual BBM nonsubsidi jenis pertamax lantaran mengikuti pergerakan harga minyak dunia yang mengalami tren penurunan harga.

Dengan demikian, harga pertamax otomatis mengalami penurunan karena mengikuti tren harga minyak dunia. ”Selama ini harga pertamax memang sudah rutin naik atau turun mengikuti pergerakan harga minyak dunia,” kata dia. Akibat turunnya harga jual BBM nonsubsidi jenis pertamax maka selisih harga dengan BBM jenis premium tidak terlalu jauh.

Hal itu akibat dari kenaikan harga BBM bersubsidi yang dilakukan oleh pemerintah belum lama ini sebesar Rp2.000 per liter menjadi Rp8.500 dari sebelumnya sebesar Rp6.500 per liter. Ali menuturkan, dengan disparitas harga yang tidak terlalu jauh antara pertamax dengan premium, disinyalir akan mendongkrak penjualan BBM nonsubsidi.

Sejauh ini terdapat peningkatan penjualan Pertamax hingga mencapai 20%. ”Namun kita masih monitor selama 1–2 minggu ini. Apakah memang perubahan yang konstan atau hanya efek psikologis dari kenaikan harga BBM subsidi,” ungkapnya.

Di bagian lain, Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya pernah mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi akan mendongkrak penjualan BBM nonsubsidi jenis pertamax hingga empat kali lipat dalam dua-tiga bulan ke depan. Adapun, peningkatan penjualan produk pertamax plus belum terlihat karena masih kecil sekali. ”Saya hitung penjualan pertamax itu 2.500 kiloliter per hari. Maka, bisa 10.000 kiloliter per hari dalam 2–3 bulan ke depan,” tutur Hanung.

Untuk bersaing dengan SPBU asing, Pertamina akan menurunkan harga pertamax di bawah Rp10.000. Di samping mendorong masyarakat untuk beralih dari BBM bersubsidi ke nonsubsidi. ”Kalau harga November Rp8.500 dengan harga keekonomian Rp10.200 saya pikir bisa diturunkan lagi. Supaya mendorong perpindahan ke nonsubsidi dan bisa meringankan subsidi,” kata Hanung.

Guna mengantisipasi lonjakan pembelian pertamax, Hanung mengatakan, Pertamina telah menambah pasokan pertamax dengan nozzle sebesar 40% untuk BBM nonsubsidi di SPBU. Saat ini sudah berjalan 1,3%. “Kalau nozzle premium 2,5%, nonsubsidi 1%. Ini akan dinaikkan sampai 40%,” ungkapnya.

Hanung menyatakan akan ada perbaikan untuk BBM bersubsidi dengan menggunakan RON90 setara pertamax. Sedangkan, saat ini masih menggunakan RON88. ”Kalau ini harus komprehensif dan harus sustainable. Arahnya ke sana tapi perlu kesiapan kilang setelah roadmap, bisa ke RON90,” ujarnya.

Nanang Wijayanto
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3451 seconds (0.1#10.140)