Citilink Bukukan Laba Rp45,6 Miliar
A
A
A
JAKARTA - PT Citilink Indonesia hingga akhir kuartal III tahun ini berhasil membukukan laba sebesar USD3,8 juta atau sekitar Rp45,6 miliar.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan catatan kerugian sebesar USD5,6 juta di periode yang sama tahun 2013. “Sejak Juni 2014 perseroan memang telah memperoleh laba, setelah sepanjang tahun lalu neraca keuangan kita di posisi negatif,” kata CEO Citilink Indonesia Arief Wibowo di Jakarta kemarin.
Penopang utama keuntungan anak usaha PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) adalah perolehan pendapatan usaha sebesar USD114,5 juta, naik 63,34% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar USD70,1 juta. Pasokan pendapatan berasal dari penerbangan berjadwal sebesar USD111,7 juta dan sewa (charter) sebesar USD2,7 juta.
Dengan meningkatnya pendapatan usaha, laba usaha perseroan di sembilan bulan pertama tahun 2014 juga ikut terdongkrak naik menjadi sebesar USD6,4 juta. Citilink hingga sembilan bulan pertama tahun ini juga mencatatkan kenaikan jumlah penumpang dibanding tahun sebelumnya.
Citilink hingga kuartal III/ 2014 mengangkut sebanyak 2.098.558 penumpang, naik 65% dibandingkan periode sama tahun lalu sebanyak 1.271.963 penumpang. Namun Arief memperkirakan, sisa waktu yang ada hingga kuartal terakhir 2014 cukup berat, mengingat pertumbuhan makroekonomi yang mendatar, sementara rupiah pun telah terdepresiasi mendekati 30%. Menurutnya, tantangan terberat di industri penerbangan saat ini adalah persaingan yang tidak linier atau berhadapan dengan sesama segmen.
Sementara itu, induk usaha Citilink yaitu Garuda Indonesia hingga akhir September 2014 masih membukukan rapor merah dengan rugi bersih di angka USD219,54 juta atau sekitar Rp2,63 triliun.
Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar mengatakan, hal tersebut disebabkan oleh belum pulihnya kondisi makroekonomi global dan faktor masih tingginya harga bahan bakar yang berdampak pada meningkatnya biaya operasional. Kondisi itu diperburuk oleh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar.
“Selain itu, tertekannya kinerja perusahaan juga dipengaruhi oleh langkah investasi dalam pengembangan armada dan Citilink selama periode dua tahun terakhir, yang bertujuan memperkuat fondasi dan fundamental perusahaan, sehingga akan dapat menjadi airline yang kompetitif dalam menghadapi tantangan bisnis ke depan, khususnya dalam menghadapi kebijakan ASEAN Open Sky 2015,” papar Emir belum lama ini.
Heru Febrianto
Kondisi ini berbanding terbalik dengan catatan kerugian sebesar USD5,6 juta di periode yang sama tahun 2013. “Sejak Juni 2014 perseroan memang telah memperoleh laba, setelah sepanjang tahun lalu neraca keuangan kita di posisi negatif,” kata CEO Citilink Indonesia Arief Wibowo di Jakarta kemarin.
Penopang utama keuntungan anak usaha PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) adalah perolehan pendapatan usaha sebesar USD114,5 juta, naik 63,34% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar USD70,1 juta. Pasokan pendapatan berasal dari penerbangan berjadwal sebesar USD111,7 juta dan sewa (charter) sebesar USD2,7 juta.
Dengan meningkatnya pendapatan usaha, laba usaha perseroan di sembilan bulan pertama tahun 2014 juga ikut terdongkrak naik menjadi sebesar USD6,4 juta. Citilink hingga sembilan bulan pertama tahun ini juga mencatatkan kenaikan jumlah penumpang dibanding tahun sebelumnya.
Citilink hingga kuartal III/ 2014 mengangkut sebanyak 2.098.558 penumpang, naik 65% dibandingkan periode sama tahun lalu sebanyak 1.271.963 penumpang. Namun Arief memperkirakan, sisa waktu yang ada hingga kuartal terakhir 2014 cukup berat, mengingat pertumbuhan makroekonomi yang mendatar, sementara rupiah pun telah terdepresiasi mendekati 30%. Menurutnya, tantangan terberat di industri penerbangan saat ini adalah persaingan yang tidak linier atau berhadapan dengan sesama segmen.
Sementara itu, induk usaha Citilink yaitu Garuda Indonesia hingga akhir September 2014 masih membukukan rapor merah dengan rugi bersih di angka USD219,54 juta atau sekitar Rp2,63 triliun.
Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar mengatakan, hal tersebut disebabkan oleh belum pulihnya kondisi makroekonomi global dan faktor masih tingginya harga bahan bakar yang berdampak pada meningkatnya biaya operasional. Kondisi itu diperburuk oleh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar.
“Selain itu, tertekannya kinerja perusahaan juga dipengaruhi oleh langkah investasi dalam pengembangan armada dan Citilink selama periode dua tahun terakhir, yang bertujuan memperkuat fondasi dan fundamental perusahaan, sehingga akan dapat menjadi airline yang kompetitif dalam menghadapi tantangan bisnis ke depan, khususnya dalam menghadapi kebijakan ASEAN Open Sky 2015,” papar Emir belum lama ini.
Heru Febrianto
(ftr)