Warning OJK tentang Investasi Bodong
A
A
A
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuat pengumuman yang tergolong mengejutkan pada awal November 2014.
Lembaga pengawas industri keuangan itu menyebut nama 262 perusahaan investasi bodong, lengkap dengan jenis usahanya. Setelah melalui proses identifikasi, OJK memastikan bahwa 262 perusahaan tersebut menawarkan investasi yang bermasalah. Dari proses identifikasi itu pula, OJK juga memaparkan bahwa ada 218 dari total 262 perusahaan ini tidak mengantongi izin yang jelas otoritas berwenang yang ada di Indonesia.
Sementara itu, 44 perusahaan lainnya memang memiliki izin operasi dari beberapa otoritas terkait seperti Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Badan Pengawas Perdagangan Komoditi Berjangka (Bappebti), Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Meski memiliki izin, menurut OJK, praktik bisnis 44 perusahaan dimaksud cenderung berisiko bagi masyarakat. Berbagai portal berita menampilkan nama-nama perusahaan dimaksud. Bidang usahanya beragam, namun umumnya tidak jauh berbeda dengan kasus- kasus investasi bodong yang kerap menyeruak.
Sebut saja investasi valas, investasi emas, pengelolaan uang, perkebunan jati, dan masih banyak lagi. Fakta ini tentu saja perlu jadi peringatan bagi masyarakat Indonesia, tentang pentingnya memperhatikan prinsip-prinsip umum sebelum memutuskan menempatkan dana investasi melalui perusahaan tertentu.
Sebelumnya, dalam berbagai kesempatan, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad mengatakan, pihaknya terus berupaya membendung praktik penipuan berkedok investasi atau yang kerap disebut investasi bodong. Sudah kerap terjadi, penipuan berkedok investasi karena kerap menimpa orang yang minim informasi. Ini juga menjadi peringatan, bahwa sebelum berinvestasi, seorang investor perlu melengkapi diri dengan informasi yang memadai. Ada tips deteksi dini yang sederhana.
Nyaris semua investasi bodong menjanjikan persentase keuntungan tertentu. Tidak jarang, janji keuntungan yang diberikan melampaui batas kewajaran. Padahal, janji keuntungan di awal sudah menyalahi prinsip berinvestasi. Janji keuntungan seperti ini sudah jelas menyalahi hakikat investasi yang melekat dengan risiko turun atau naiknya tingkat keuntungan.
Karena melekat dengan risiko, maka akan aneh bisa ada kepastian return yang dijanjikan. Deteksi kedua, soal izin yang dikantongi perusahaan pengelola investasi. Harus bisa dipastikan perusahaan memiliki izin usaha dari otoritas terkait. Jika tidak mengantongi izin, ini merupakan sinyal berikut yang harus diwaspadai. Sebab, dengan mengantongi izin, lembaga investasi punya tanggung jawab secara profesional pada otoritas.
Jika perusahaan pengelola dana dari lingkungan pasar modal, maka otoritas pengawasnya saat ini adalah Otoritas Jasa Keuangan (dulu Bapepam- LK). Jika berbentuk koperasi, maka di bawah Kementerian Koperasi. Keberadaan otoritas juga penting untuk memastikan bahwa perusahaan investasi bersangkutan memenuhi tata kelola yang telah diatur. Semua perusahaan investasi yang berada di bawah otoritas juga beroperasi dengan mengacu peraturan yang jelas.
Sehingga, jika tidak memenuhi ketentuan, akan mendapat sanksi yang juga sudah diatur secara jelas. Investasi juga harus jelas aset acuannya. Jika saham atau obligasi yang ditawarkan, harus diteliti dan dipastikan saham atau surat utang tersebut datang dari perusahaan A, B, atau C, yang memang terdaftar dan diperdagangkan di bursa.
Perusahaan yang terdaftar tentu memenuhi ketentuan transparansi, sehingga calon investor bisa mendapatkan informasi yang memadai, baik laporan keuangan berkala, maupun informasi strategis lain menyangkut perusahaan. Jika yang ditawarkan adalah reksa dana, maka aset acuan atau underlying asset-nya bisa berupa saham perusahaan tertentu.
Bisa juga aset acuannya adalah obligasi perusahaan B, jika surat utang yang ditawarkan. Atau berupa deposito dari bank C, jika itu reksa dana pasar uang. Jika prinsip-prinsip sederhana ini tidak dipenuhi, seorang investor perlu waspada.
Kerja Sama Redaksi KORAN SINDO” dan Bursa Efek Indonesia
Lembaga pengawas industri keuangan itu menyebut nama 262 perusahaan investasi bodong, lengkap dengan jenis usahanya. Setelah melalui proses identifikasi, OJK memastikan bahwa 262 perusahaan tersebut menawarkan investasi yang bermasalah. Dari proses identifikasi itu pula, OJK juga memaparkan bahwa ada 218 dari total 262 perusahaan ini tidak mengantongi izin yang jelas otoritas berwenang yang ada di Indonesia.
Sementara itu, 44 perusahaan lainnya memang memiliki izin operasi dari beberapa otoritas terkait seperti Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Badan Pengawas Perdagangan Komoditi Berjangka (Bappebti), Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Meski memiliki izin, menurut OJK, praktik bisnis 44 perusahaan dimaksud cenderung berisiko bagi masyarakat. Berbagai portal berita menampilkan nama-nama perusahaan dimaksud. Bidang usahanya beragam, namun umumnya tidak jauh berbeda dengan kasus- kasus investasi bodong yang kerap menyeruak.
Sebut saja investasi valas, investasi emas, pengelolaan uang, perkebunan jati, dan masih banyak lagi. Fakta ini tentu saja perlu jadi peringatan bagi masyarakat Indonesia, tentang pentingnya memperhatikan prinsip-prinsip umum sebelum memutuskan menempatkan dana investasi melalui perusahaan tertentu.
Sebelumnya, dalam berbagai kesempatan, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad mengatakan, pihaknya terus berupaya membendung praktik penipuan berkedok investasi atau yang kerap disebut investasi bodong. Sudah kerap terjadi, penipuan berkedok investasi karena kerap menimpa orang yang minim informasi. Ini juga menjadi peringatan, bahwa sebelum berinvestasi, seorang investor perlu melengkapi diri dengan informasi yang memadai. Ada tips deteksi dini yang sederhana.
Nyaris semua investasi bodong menjanjikan persentase keuntungan tertentu. Tidak jarang, janji keuntungan yang diberikan melampaui batas kewajaran. Padahal, janji keuntungan di awal sudah menyalahi prinsip berinvestasi. Janji keuntungan seperti ini sudah jelas menyalahi hakikat investasi yang melekat dengan risiko turun atau naiknya tingkat keuntungan.
Karena melekat dengan risiko, maka akan aneh bisa ada kepastian return yang dijanjikan. Deteksi kedua, soal izin yang dikantongi perusahaan pengelola investasi. Harus bisa dipastikan perusahaan memiliki izin usaha dari otoritas terkait. Jika tidak mengantongi izin, ini merupakan sinyal berikut yang harus diwaspadai. Sebab, dengan mengantongi izin, lembaga investasi punya tanggung jawab secara profesional pada otoritas.
Jika perusahaan pengelola dana dari lingkungan pasar modal, maka otoritas pengawasnya saat ini adalah Otoritas Jasa Keuangan (dulu Bapepam- LK). Jika berbentuk koperasi, maka di bawah Kementerian Koperasi. Keberadaan otoritas juga penting untuk memastikan bahwa perusahaan investasi bersangkutan memenuhi tata kelola yang telah diatur. Semua perusahaan investasi yang berada di bawah otoritas juga beroperasi dengan mengacu peraturan yang jelas.
Sehingga, jika tidak memenuhi ketentuan, akan mendapat sanksi yang juga sudah diatur secara jelas. Investasi juga harus jelas aset acuannya. Jika saham atau obligasi yang ditawarkan, harus diteliti dan dipastikan saham atau surat utang tersebut datang dari perusahaan A, B, atau C, yang memang terdaftar dan diperdagangkan di bursa.
Perusahaan yang terdaftar tentu memenuhi ketentuan transparansi, sehingga calon investor bisa mendapatkan informasi yang memadai, baik laporan keuangan berkala, maupun informasi strategis lain menyangkut perusahaan. Jika yang ditawarkan adalah reksa dana, maka aset acuan atau underlying asset-nya bisa berupa saham perusahaan tertentu.
Bisa juga aset acuannya adalah obligasi perusahaan B, jika surat utang yang ditawarkan. Atau berupa deposito dari bank C, jika itu reksa dana pasar uang. Jika prinsip-prinsip sederhana ini tidak dipenuhi, seorang investor perlu waspada.
Kerja Sama Redaksi KORAN SINDO” dan Bursa Efek Indonesia
(ars)