Surplus Perdagangan Dibayangi Impor Minyak

Selasa, 02 Desember 2014 - 10:54 WIB
Surplus Perdagangan Dibayangi Impor Minyak
Surplus Perdagangan Dibayangi Impor Minyak
A A A
JAKARTA - Kendati pada Oktober 2014 neraca perdagangan mencatatkan surplus USD23,2 juta, secara kumulatif selama sepuluh bulan pertama tahun ini masih terjadi defisit akibat impor minyak tinggi.

Kinerja perdagangan Oktober 2014 lebih baik dibanding bulan sebelumnya yang mengalami defisit USD270,3 juta. Ini juga dipicu nilai impor migas tinggi dibanding ekspor nasional. Menurut data Badan Pusat Statistik(BPS), secara akumulasi pada periode Januari-Oktober 2014 neraca perdagangan Indonesia masih mengalami defisitUSD1,64 miliar atau sekitar Rp13 triliun.

Angka tersebut berasal dari defisit sektor perdagangan migas yakni USD10,725 miliar dan surplus sektor non migas USD9,08 miliar. BPS juga mencatat, pada periode Januari-Oktober 2014 total ekspor Indonesia mencapai USD148,06 miliar atau menurun 1,06% jika dibandingkan periode yang sama pada 2013. Ekspor nonmigas juga mengalami penurunan sebesar 0,81% atau nilai ekspor mencapai USD122,19 miliar.

Impor pada periode yang sama mencapai USD149,70 miliar, turun 4,05% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2013. Nilai tersebut turun 3,68% dibanding impor golongan barang yang sama pada September 2014. Kepala BPS Suryamin menambahkan, khusus pada Oktober volume perdagangan mengalami surplus sebesar 30,7 juta ton.

”Ini diperoleh dari volume perdagangan ekspor sebanyak 43,84 juta ton dan impornya 13,18 juta ton,” ujar dia di Jakarta kemarin. Dia menambahkan, nilai impor nonmigas terbesar berasal dari golongan barang mesin dan peralatan mekanik yang mencapai USD2,21 miliar. Nilai impor golongan barang konsumsi, bahan baku penolong, dan barang modal untuk periode yang sama juga mengalami penurunan jika dibanding dengan tahun sebelumnya, masing-masing sebesar 3,28%, 3,71%, dan 5,89%.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, tren neraca perdagangan pada Oktober, November, dan Desember memang surplus. Namun, secara keseluruhan tahun neraca perdagangan tahun ini diperkirakan akan tetap defisit. ”Kan defisit masih USD 1,6 miliar ya sementara surplus kan enggak tajam, bisa surplus satu bulan USD 1 miliar,” kata dia.

Dia memperkirakan, kinerja ekspor tahun ini belum akan beranjak jauh dari tahun lalu yaitu di kisaran USD180 miliar. Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo menyambut baik terjadi surplus akibat perbaikan surplus nonmigas. Dia juga berharap kenaikan harga BBM yang dilakukan pada pertengahan bulan lalu akan membantu perbaikan neraca perdagangan.

”Mungkin dampak migas karena baru penyesuaian setelah pertengahan bulan. Saya melihat itu indikasi yang baik. Saya juga berharap itu akan berdampak pada transaksi berjalan yang baik,” kata dia. Terpisah, Kepala Ekonom PT Bank Internasional Indonesia (BII) Juniman memperkirakan, pada November impor akan melonjak terkait persiapan liburan pada Desember.

Di sisi ekspor, kinerja ekspor yang sempat membaik pada Oktober, terutama pada komoditas CPO dan perhiasan akan kembali memburuk. Direktur Eksekutif Refor- MinerPriAgungRakhmantomenilai surplus neraca perdagangan pada Oktober 2014 sebesar USD23,2 juta tidak mengherankan apalagi karena dibantu penurunan harga minyak dunia.

Namun, belum tentu kondisi surplus akan berulang pada November dan Desember, terutama jika pada periode tersebutmerupakanjadwalPertamina untuk mengimpor BBM dan minyak mentah. ”Kalau surplus secara bulanan itu sebetulnya enggak bisa terlalu dijadikan ukuran karena manakala jadwal impor BBM dan minyak mentahnya sedang rendah atau sedang tidak mengimpor ya otomatis akan surplus,” ucapnya saat dihubungi di Jakarta kemarin.

Dia menambahkan, menjelang Natal dan Tahun Baru kebutuhan BBM biasanya meningkat sehingga kemungkinan besar impor migas juga meningkat pada November dan Desember. Namun, Pri Agung meragukan itu. Menurutnya, belum tentu akan ada penambahan impor migas karena bisa jadi Pertamina sudah membeli dengan stok yang lama.

”Kalau secara ekonomi prinsipnya saat harga rendah, belilah sebanyak-banyaknya. Dengan harga minyak yang rendah seperti sekarang seharusnya Pertamina membeli stok. Tetapi, itu bergantung fasilitas penyimpanan yang dimiliki Pertamina, apakah bisa menyimpan stok untuk jangka beberapa bulan atau tidak?” pungkasnya.

Inda susanti/Ria martati/Ant
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8540 seconds (0.1#10.140)