Akselerasi Kredit Perbankan di Kepri Melambat
A
A
A
BATAM - Bank Indonesia Kepri menyebutkan kinerja perbankan di Kepri pada triwulan III/2014 melambat, tetapi dengan resiko pembiayaan yang tetap terkendali dan kualitas kredit yang meningkat. Pelambatan itu termasuk dari penurunan aset, kredit dan dana pihak ketiga (DPK).
Kepala BI Kepri Gusti Raizal Eka Putra mengatakan kegiatan intermediasi (LDR) sedikit meningkat pada triwulan III/2014 menjadi sebesar 74,2% dari triwulan sebelumnya 72,2%.
Data BI menunjukkan kredit konsumsi dan modal melambat, tetapi kredit investasi justru terkaselerasi. Perlambatan pertumbuhan kredit bank umum dipengaruhi oleh kredit modal kerja dan konsumsi yang tumbuh melambat sebesar 3,2% (yoy) dan 14,4% (yoy). Sedangkan kredit investasi mengalami pertumbuhan sebesar 21,0% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 18,0% (yoy) akibat peningkatan impor barang modal.
Sementara penghimpunan dan deposito juga mengalami pelambatan yang juga menekan pertumbuhan DPK. Di sisi lain, resiko kredit perbankan masih terjada dengan baik. Rasio nonperforming loan (NPL) bank umum masih berada pada level aman.
"Perbankan mengalami penurunan kinerja, masih dalam tren melambat. Tapi NPL masih aman," ujarnya, Selasa (2/12/2014).
Adapun total aset Perbankan di Kepri tercatat sebesar Rp46,4 triliun atau tumbuh 11,5% (yoy), lebih lambat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 20,3% (yoy).
Sementara total DPK tercatat sebesar Rp40,0 triliun atau tumbuh 12,5% (yoy) lebih rendah dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 23,3% (yoy).
Sedangkan total kredit sebesar Rp29,7 triliun tumbuh 12,1% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 17,0% (yoy).
Meski terjadi pelambatan kredit yang hanya tumbuh 12%, Gusti menuturkan kinerja itu mjasih di bawah target BI Kepri yang mengharuskan pembiayaan tumbuh antara 12% hingga 18%.
"Tren perlambatan kredit masih terjadi di tahun 2014 yang telah dimulai dari awal
tahun ini sejalan dengan target Bank Indonesia untuk mengarahkan pertumbuhan kredit di rentang 15-17%," ujarnya.
Menurut Gusti, melambatnya pertumbuhan pembiayaan tersebut akibat menurunnya kinerja sektor industri pengolahan yang memiliki pangsa pasar kredit modal kerja hingga 34%..
Perlambatan pada penyaluran pada sektor ini karena sebagian besar sumber pendanaan perusahaan berasal dari cash flow sendiri maupun perusahaan induk. Kecenderungan perusahaan untuk memilih pembiayaan dari internal perusahaan atau dari perusahaan induk diantaranya dipengaruhi meningkatnya rata-rata suku bunga tertimbang kredit modal kerja yang mengalami peningkatan pada triwulan laporan.
Suku bunga tertimbang kredit modal kerja pada triwulan III sebesar 9,2% atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 8,9%.
Sedangkan kredit konsumsi yang melambat akibat perlambatan pada kredit konsumsi didorong oleh pertumbuhan kredit kendaraan bermotor (KKB) yang sejak tahun 2011 mulai mengalami trend perlambatan pertumbuhan. Pada triwulan III KKB mengalami kontraksi sebesar negatif 10,3% (yoy) atau turun lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar
negatif 6,8% (yoy).
"Hal ini diindikasikan akibat dari mulai melambatnya bisnis jual-beli mobil bekas dari Singapura karena adanya pendaftaran ulang bagi pemilik mobil bekas dari Singapura mulai 2010. Selain itu penetapan LTV yang pada tahun 2012 turut berdampak pada perlambatan KBB," ujar Gusti.
Kepala BI Kepri Gusti Raizal Eka Putra mengatakan kegiatan intermediasi (LDR) sedikit meningkat pada triwulan III/2014 menjadi sebesar 74,2% dari triwulan sebelumnya 72,2%.
Data BI menunjukkan kredit konsumsi dan modal melambat, tetapi kredit investasi justru terkaselerasi. Perlambatan pertumbuhan kredit bank umum dipengaruhi oleh kredit modal kerja dan konsumsi yang tumbuh melambat sebesar 3,2% (yoy) dan 14,4% (yoy). Sedangkan kredit investasi mengalami pertumbuhan sebesar 21,0% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 18,0% (yoy) akibat peningkatan impor barang modal.
Sementara penghimpunan dan deposito juga mengalami pelambatan yang juga menekan pertumbuhan DPK. Di sisi lain, resiko kredit perbankan masih terjada dengan baik. Rasio nonperforming loan (NPL) bank umum masih berada pada level aman.
"Perbankan mengalami penurunan kinerja, masih dalam tren melambat. Tapi NPL masih aman," ujarnya, Selasa (2/12/2014).
Adapun total aset Perbankan di Kepri tercatat sebesar Rp46,4 triliun atau tumbuh 11,5% (yoy), lebih lambat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 20,3% (yoy).
Sementara total DPK tercatat sebesar Rp40,0 triliun atau tumbuh 12,5% (yoy) lebih rendah dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 23,3% (yoy).
Sedangkan total kredit sebesar Rp29,7 triliun tumbuh 12,1% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 17,0% (yoy).
Meski terjadi pelambatan kredit yang hanya tumbuh 12%, Gusti menuturkan kinerja itu mjasih di bawah target BI Kepri yang mengharuskan pembiayaan tumbuh antara 12% hingga 18%.
"Tren perlambatan kredit masih terjadi di tahun 2014 yang telah dimulai dari awal
tahun ini sejalan dengan target Bank Indonesia untuk mengarahkan pertumbuhan kredit di rentang 15-17%," ujarnya.
Menurut Gusti, melambatnya pertumbuhan pembiayaan tersebut akibat menurunnya kinerja sektor industri pengolahan yang memiliki pangsa pasar kredit modal kerja hingga 34%..
Perlambatan pada penyaluran pada sektor ini karena sebagian besar sumber pendanaan perusahaan berasal dari cash flow sendiri maupun perusahaan induk. Kecenderungan perusahaan untuk memilih pembiayaan dari internal perusahaan atau dari perusahaan induk diantaranya dipengaruhi meningkatnya rata-rata suku bunga tertimbang kredit modal kerja yang mengalami peningkatan pada triwulan laporan.
Suku bunga tertimbang kredit modal kerja pada triwulan III sebesar 9,2% atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 8,9%.
Sedangkan kredit konsumsi yang melambat akibat perlambatan pada kredit konsumsi didorong oleh pertumbuhan kredit kendaraan bermotor (KKB) yang sejak tahun 2011 mulai mengalami trend perlambatan pertumbuhan. Pada triwulan III KKB mengalami kontraksi sebesar negatif 10,3% (yoy) atau turun lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar
negatif 6,8% (yoy).
"Hal ini diindikasikan akibat dari mulai melambatnya bisnis jual-beli mobil bekas dari Singapura karena adanya pendaftaran ulang bagi pemilik mobil bekas dari Singapura mulai 2010. Selain itu penetapan LTV yang pada tahun 2012 turut berdampak pada perlambatan KBB," ujar Gusti.
(gpr)