RI-Rusia Intensifkan Rencana Pembangunan Kilang
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia dan Rusia mengintensifkan rencana kerja sama pembangunan kilang bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. Langkah itu menindaklanjuti pembicaraan Presiden Joko Widodo dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di acara APEC CEO Summit 2014 belum lama ini.
Hal itu diungkapkan Duta Besar Rusia untuk Indonesia Mikhail Galuzin saat berkunjung ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kemarin. Menurut Mikhail, tidak hanya pembangunan kilang, kerja sama antara kedua negara juga mencakup pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) alumina dan bauksit.
“Indonesia merupakan mitra Rusia yang baik. Kondisi ekonomi dan investasi lebih positif dibanding negara lain, maka kami terus menindaklanjuti beberapa hal terkait kerja sama,” tuturnya di Kementerian ESDM, Jakarta, kemarin. Di tempat yang sama, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji menuturkan bahwa Pemerintah Indonesia dan Rusia akan membentuk working group dalam rangka mewujudkan rencana kerja sama tersebut.
Rencana kerja sama tersebut tidak hanya di sektor migas dan mineral serta batu bara, tapi juga diperluas ke semua sektor. “Jadi, kerja sama ini meliputi semua sektor ESDM. Tidak hanya migas dan minerba,” tandasnya. Rencana pembangunan kilang baru saat ini terus menguat dalam rangka meningkatkan ketahanan energi nasional serta menekan impor BBM.
Seperti diketahui, saat ini kapasitas olah serta jumlah kilang yang dimiliki PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN energi terdepan negara ini masih terbatas. Pertamina hanya memiliki enam kilang yang usianya pun relatif sudah tua. Sebelumnya manajemen Pertamina mengemukakan bahwa BUMN energi tersebut telah memiliki program untuk meningkatkan kapasitas kilang di dalam negeri yang dinamai Refinery Development Masterplan (RDMP).
Melalui program itu, Pertamina berencana meningkatkan kapasitas kilang pengolahan dari saat ini sebanyak 1,05 juta barel per hari (bph) menjadi 1,6 juta bph. Perkiraan investasi untuk program tersebut dalam enam tahun ke depan mencapai Rp200 triliun. Anggaran RDMP disebut lebih tinggi dibandingkan kebutuhan untuk membangun kilang baru berkapasitas 300.000 bph dengan perkiraan investasi USD12 miliar (sekitar Rp120 triliun).
Saat ini Indonesia masih mengimpor 70% BBM jenis premium untuk kebutuhan nasional. Selain itu, sebanyak 30% dari total kebutuhan solar juga diperoleh dari impor. Total impor kedua produk tersebut mencapai 13 juta kiloliter (kl) per tahun. Kebutuhan impor kedua jenis BBM tersebut dipastikan bakal terus meningkat mengingat pertumbuhan pemakaiannya mencapai 8–9% per tahun.
Terpisah, Direktur Pertamina Ahmad Bambang mengatakan bahwa Pertamina merencanakan pembangunan dua kilang minyak baru berkapasitas cukup besar dan sejumlah kilang berkapasitas kecil. Dua kilang besar itu berlokasi di Bontang, berdampingan dengan fasilitas kilang LNG Bontang dan di Tuban yang memanfaatkan fasilitas kilang TPPI. Sementara, kilang kecil akan dibangun untuk mengefisienkan distribusi BBM ke daerah timur Indonesia.
“Kilang minyak yang kita miliki saat ini usianya sudah tua sehingga tidak efisien, yang paling baru kita bangun 20 tahun lalu yakni kilang Balongan,” ujarnya di sela acara Pertamina Energy Outlook 2015, di Jakarta, kemarin Saat ini Pertamina mengoperasikan enam kilang di seluruh Indonesia dengan total kapasitas 1,047 juta barel minyak per hari.
Keenam kilang tersebut adalah Dumai, Riau (170.000 bph); Plaju, Sumsel (133.700 bph); Cilacap, Jateng (348.000 bph); Balikpapan, Kaltim (260.000 bph); Balongan, Jabar (125.000 bph); dan Kasim, Papua (10.000 bph).
Nanang wijayanto
Hal itu diungkapkan Duta Besar Rusia untuk Indonesia Mikhail Galuzin saat berkunjung ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kemarin. Menurut Mikhail, tidak hanya pembangunan kilang, kerja sama antara kedua negara juga mencakup pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) alumina dan bauksit.
“Indonesia merupakan mitra Rusia yang baik. Kondisi ekonomi dan investasi lebih positif dibanding negara lain, maka kami terus menindaklanjuti beberapa hal terkait kerja sama,” tuturnya di Kementerian ESDM, Jakarta, kemarin. Di tempat yang sama, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji menuturkan bahwa Pemerintah Indonesia dan Rusia akan membentuk working group dalam rangka mewujudkan rencana kerja sama tersebut.
Rencana kerja sama tersebut tidak hanya di sektor migas dan mineral serta batu bara, tapi juga diperluas ke semua sektor. “Jadi, kerja sama ini meliputi semua sektor ESDM. Tidak hanya migas dan minerba,” tandasnya. Rencana pembangunan kilang baru saat ini terus menguat dalam rangka meningkatkan ketahanan energi nasional serta menekan impor BBM.
Seperti diketahui, saat ini kapasitas olah serta jumlah kilang yang dimiliki PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN energi terdepan negara ini masih terbatas. Pertamina hanya memiliki enam kilang yang usianya pun relatif sudah tua. Sebelumnya manajemen Pertamina mengemukakan bahwa BUMN energi tersebut telah memiliki program untuk meningkatkan kapasitas kilang di dalam negeri yang dinamai Refinery Development Masterplan (RDMP).
Melalui program itu, Pertamina berencana meningkatkan kapasitas kilang pengolahan dari saat ini sebanyak 1,05 juta barel per hari (bph) menjadi 1,6 juta bph. Perkiraan investasi untuk program tersebut dalam enam tahun ke depan mencapai Rp200 triliun. Anggaran RDMP disebut lebih tinggi dibandingkan kebutuhan untuk membangun kilang baru berkapasitas 300.000 bph dengan perkiraan investasi USD12 miliar (sekitar Rp120 triliun).
Saat ini Indonesia masih mengimpor 70% BBM jenis premium untuk kebutuhan nasional. Selain itu, sebanyak 30% dari total kebutuhan solar juga diperoleh dari impor. Total impor kedua produk tersebut mencapai 13 juta kiloliter (kl) per tahun. Kebutuhan impor kedua jenis BBM tersebut dipastikan bakal terus meningkat mengingat pertumbuhan pemakaiannya mencapai 8–9% per tahun.
Terpisah, Direktur Pertamina Ahmad Bambang mengatakan bahwa Pertamina merencanakan pembangunan dua kilang minyak baru berkapasitas cukup besar dan sejumlah kilang berkapasitas kecil. Dua kilang besar itu berlokasi di Bontang, berdampingan dengan fasilitas kilang LNG Bontang dan di Tuban yang memanfaatkan fasilitas kilang TPPI. Sementara, kilang kecil akan dibangun untuk mengefisienkan distribusi BBM ke daerah timur Indonesia.
“Kilang minyak yang kita miliki saat ini usianya sudah tua sehingga tidak efisien, yang paling baru kita bangun 20 tahun lalu yakni kilang Balongan,” ujarnya di sela acara Pertamina Energy Outlook 2015, di Jakarta, kemarin Saat ini Pertamina mengoperasikan enam kilang di seluruh Indonesia dengan total kapasitas 1,047 juta barel minyak per hari.
Keenam kilang tersebut adalah Dumai, Riau (170.000 bph); Plaju, Sumsel (133.700 bph); Cilacap, Jateng (348.000 bph); Balikpapan, Kaltim (260.000 bph); Balongan, Jabar (125.000 bph); dan Kasim, Papua (10.000 bph).
Nanang wijayanto
(bbg)