Pertamina Minta Landasan Hukum Terkait Jebolnya Kuota BBM
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina (persero) meminta pemerintah membuat landasan hukum terkait jebolnya kuota BBM bersubsidi yang telah ditetapkan dalam APBN 2014, sebesar 46 juta kiloliter (kl).
Vice President Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir mengemukakan, harapan terhadap pemerintah dan DPR agar menerbitkan landasan hukum agar Pertamina memperoleh kepastian jaminan pembayaran BBM bersubsidi oleh pemerintah.
"Kami akan lebih siap kalau dibeking secara legal formal. Pemerintah pasti akan membayar, tapi selama ini pembayaran BBM bersubsidi harus melalui mekanisme APBN di bahas bersama DPR," ujarnya di Jakarta, Kamis (4/12/2014).
Menurutnya, Pertamina tidak bisa memenuhi over kuota BBM tanpa dasar hukum. Lantaran pada prosesnya Pertamina ketika diaudit BPKP harus bisa mempertanggungjawabkan penyaluran BBM bersubsidi di atas kuota yang telah ditetapkan APBN.
"Anda menyalurkan BBM segitu, melampaui kuota itu dasarnya apa? Kan pasti diaudit. Kalau tidak ada dasar sebagai korporasi tidak bisa," ungkapnya.
Ali mengatakan, sesuai prognosa Pertamina kuota BBM bersubsidi akan terlampaui 1,3 juta kl. Over kuota ini berkurang 300.000 kl dari prognosa awal sebelum adanya kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar 1,6 juta kl.
Sebagai langkah antisipasi agar kuota BBM bersubsidi tidak jebol Pertamina menawarkan sejumlah opsi. Di antaranya dengan menjual BBM bersubsidi sesuai harga keekonomian.
"Ada keinginan jual solar dan premium subsidi sesuai harga keekonomian. Itu salah satu solusi yang baik," ucapnya.
Dia menegaskan, sebagai entitas bisnis badan usaha milik negara (BUMN) perseroan tidak boleh melakukan kegiatan bisnis dengan kondisi mengalami kerugian. Dalam menjalankan bisnis, Pertamina mendapatkam tugas dari pemerintah untuk memperoleh keuntungan.
"Kalau Pertamina dalam menjalankan kegiatan bisnis mengalami kerugian justru dikenakan hukum pidana," jelas Ali.
Pertamina saat ini tengah menyiapkan opsi untuk disampaikan kepada pemerintah, agar persoalan over kuota BBM bersubsidi terus terjadi dari tahun ke tahun. "Namun yang penting stok cukup sampai akhir tahun," katanya.
Senior Vice President Fuel and Marketing Pertamina Suhartoko mengatakan, Pertamina telah mengalami kerugian sebesar Rp350 miliar dari penjualan BBM bersubsidi. Adapun kerugian akibat kegiatan distribusi BBM bersubsidi tahun ini meningkat ketimbang tahun lalu.
Pertamina belum menyebut kerugian tahun ini. Namun demikian, Suhartoko merinci pada 2011 merugi Rp900 miliar. Sedangkan pada 2012 menurun menjadi Rp800 miliar dan di 2013 Rp350 miliar. "Untuk tahun ini belum, nanti akan kita sampaikan," tuturnya.
Sementara, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, Pertamina siap menyalurkan BBM bersubsidi meskipun di luar batas kuota BBM yang telah ditetapkan dalam APBN.
"Pada dasarnya yang terpenting adalah masyarakat. Penugasan akan kami laksanakan," ujar Dwi.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir mengemukakan, harapan terhadap pemerintah dan DPR agar menerbitkan landasan hukum agar Pertamina memperoleh kepastian jaminan pembayaran BBM bersubsidi oleh pemerintah.
"Kami akan lebih siap kalau dibeking secara legal formal. Pemerintah pasti akan membayar, tapi selama ini pembayaran BBM bersubsidi harus melalui mekanisme APBN di bahas bersama DPR," ujarnya di Jakarta, Kamis (4/12/2014).
Menurutnya, Pertamina tidak bisa memenuhi over kuota BBM tanpa dasar hukum. Lantaran pada prosesnya Pertamina ketika diaudit BPKP harus bisa mempertanggungjawabkan penyaluran BBM bersubsidi di atas kuota yang telah ditetapkan APBN.
"Anda menyalurkan BBM segitu, melampaui kuota itu dasarnya apa? Kan pasti diaudit. Kalau tidak ada dasar sebagai korporasi tidak bisa," ungkapnya.
Ali mengatakan, sesuai prognosa Pertamina kuota BBM bersubsidi akan terlampaui 1,3 juta kl. Over kuota ini berkurang 300.000 kl dari prognosa awal sebelum adanya kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar 1,6 juta kl.
Sebagai langkah antisipasi agar kuota BBM bersubsidi tidak jebol Pertamina menawarkan sejumlah opsi. Di antaranya dengan menjual BBM bersubsidi sesuai harga keekonomian.
"Ada keinginan jual solar dan premium subsidi sesuai harga keekonomian. Itu salah satu solusi yang baik," ucapnya.
Dia menegaskan, sebagai entitas bisnis badan usaha milik negara (BUMN) perseroan tidak boleh melakukan kegiatan bisnis dengan kondisi mengalami kerugian. Dalam menjalankan bisnis, Pertamina mendapatkam tugas dari pemerintah untuk memperoleh keuntungan.
"Kalau Pertamina dalam menjalankan kegiatan bisnis mengalami kerugian justru dikenakan hukum pidana," jelas Ali.
Pertamina saat ini tengah menyiapkan opsi untuk disampaikan kepada pemerintah, agar persoalan over kuota BBM bersubsidi terus terjadi dari tahun ke tahun. "Namun yang penting stok cukup sampai akhir tahun," katanya.
Senior Vice President Fuel and Marketing Pertamina Suhartoko mengatakan, Pertamina telah mengalami kerugian sebesar Rp350 miliar dari penjualan BBM bersubsidi. Adapun kerugian akibat kegiatan distribusi BBM bersubsidi tahun ini meningkat ketimbang tahun lalu.
Pertamina belum menyebut kerugian tahun ini. Namun demikian, Suhartoko merinci pada 2011 merugi Rp900 miliar. Sedangkan pada 2012 menurun menjadi Rp800 miliar dan di 2013 Rp350 miliar. "Untuk tahun ini belum, nanti akan kita sampaikan," tuturnya.
Sementara, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, Pertamina siap menyalurkan BBM bersubsidi meskipun di luar batas kuota BBM yang telah ditetapkan dalam APBN.
"Pada dasarnya yang terpenting adalah masyarakat. Penugasan akan kami laksanakan," ujar Dwi.
(izz)