Warga Terancam Dapat Harga Tanah Lebih Rendah
A
A
A
SEMARANG - Warga Kabupaten Batang yang belum merelakan tanahnya untuk pembangunan PLTU Batang terancam mendapatkan harga lebih rendah, apabila sampai akhir Desember belum melapaskan tanah mereka.
Deputi Manager Komunikasi dan Bina Lingkungan PT PLN (Persero) Distribusi Jateng-DIY, Supriyono mengatakan, hal itu dikarenakan dalam
rangka mempercepat pembangunan PLTU Batang Pemerintah merapkan UU Nomer 2 Tahun 2012 tentang prosedur pengadaan tahan untuk kepentingan umum.
“Sesuai dengan UU itu pemerintah yang akan membebaskan tanah, dan PLN yang akan membayar ganti untungnya,” kata Supriyono, Minggu (7/12/2014).
Dia menegaskan, dengan aturan tersebut masyarkat yang belum merelakan tanahnya atau masih menolak pembangunan PLTU Batang, terancam
mendapatkan harga beli lebih rendah.
“Kalau sampai Desember, maka yang dibayarkan kepada pemilik tanah adalah sesuai dengan hitungan apprasial, dan yang pasti harganya lebih rendah dari yang ditawarkan,” jelasnya.
Saat ini, kata dia, pemerintah Kabupaten Batang sudah melakukan pra sosialisasi terkait dengan aturan tersebut. “Sampai sekarang pun masih pro dan kontra,” ucapnya.
Berlarut-larutnya pembangunan PLTU Batang, diprediksi bakal membuat pasokan listrik di sistem Jawa-Bali tidak seimbang dengan tingkat
kebutuhan. Pasalnya, kebutuhan listrik setiap tahun terus mengalami peningkatan sebesar 10%, atau di luar ekspektasi pemerintah 5-6%.
“Kalau Batang gagal dibangun pada tahun 2017 mendatang Jateng bisa krisis listrik dan akan diberlakukan nyala bergilir,” katanya.
Dijelaskan Supriyono, pembangkit-pembangkit yang ada saat ini hanya bisa memasok listrik 26.000 MW saja untuk Jawa-Bali. Padahal kebutuhan listrik terus meningkat, sehingga dibutuhkan pembangkit-pembangkit baru dengan kapasitas besar.
Ditambahkannya, beban puncak listrik di wilayah Jateng dan DIY mencapai 3.400 MW. Jumlah tersebut akan meningkat lagi seiring masuknya 14 industri besar yang tengah mengajukan pemasangan listrik.
”PLTU Batang menjadi salah satu andalan untuk menyuplai pasokan listrik Jawa-Bali, dengan kapasitas 2x1.000 MW. Jika segera terealisasi, pembangkit tersebut setidaknya akan mengamankan pasokan listrik,” ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla saat meninjau bakal lokasi pembangunann PLTU Batang, beberapa waktu lalu menyatakan, pemerintah
terpaksa harus menerapkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, jika warga
tetap menolak diberikan ganti untung.
Deputi Manager Komunikasi dan Bina Lingkungan PT PLN (Persero) Distribusi Jateng-DIY, Supriyono mengatakan, hal itu dikarenakan dalam
rangka mempercepat pembangunan PLTU Batang Pemerintah merapkan UU Nomer 2 Tahun 2012 tentang prosedur pengadaan tahan untuk kepentingan umum.
“Sesuai dengan UU itu pemerintah yang akan membebaskan tanah, dan PLN yang akan membayar ganti untungnya,” kata Supriyono, Minggu (7/12/2014).
Dia menegaskan, dengan aturan tersebut masyarkat yang belum merelakan tanahnya atau masih menolak pembangunan PLTU Batang, terancam
mendapatkan harga beli lebih rendah.
“Kalau sampai Desember, maka yang dibayarkan kepada pemilik tanah adalah sesuai dengan hitungan apprasial, dan yang pasti harganya lebih rendah dari yang ditawarkan,” jelasnya.
Saat ini, kata dia, pemerintah Kabupaten Batang sudah melakukan pra sosialisasi terkait dengan aturan tersebut. “Sampai sekarang pun masih pro dan kontra,” ucapnya.
Berlarut-larutnya pembangunan PLTU Batang, diprediksi bakal membuat pasokan listrik di sistem Jawa-Bali tidak seimbang dengan tingkat
kebutuhan. Pasalnya, kebutuhan listrik setiap tahun terus mengalami peningkatan sebesar 10%, atau di luar ekspektasi pemerintah 5-6%.
“Kalau Batang gagal dibangun pada tahun 2017 mendatang Jateng bisa krisis listrik dan akan diberlakukan nyala bergilir,” katanya.
Dijelaskan Supriyono, pembangkit-pembangkit yang ada saat ini hanya bisa memasok listrik 26.000 MW saja untuk Jawa-Bali. Padahal kebutuhan listrik terus meningkat, sehingga dibutuhkan pembangkit-pembangkit baru dengan kapasitas besar.
Ditambahkannya, beban puncak listrik di wilayah Jateng dan DIY mencapai 3.400 MW. Jumlah tersebut akan meningkat lagi seiring masuknya 14 industri besar yang tengah mengajukan pemasangan listrik.
”PLTU Batang menjadi salah satu andalan untuk menyuplai pasokan listrik Jawa-Bali, dengan kapasitas 2x1.000 MW. Jika segera terealisasi, pembangkit tersebut setidaknya akan mengamankan pasokan listrik,” ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla saat meninjau bakal lokasi pembangunann PLTU Batang, beberapa waktu lalu menyatakan, pemerintah
terpaksa harus menerapkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, jika warga
tetap menolak diberikan ganti untung.
(gpr)