Penghapusan Raskin Dongkrak Inflasi

Senin, 08 Desember 2014 - 11:18 WIB
Penghapusan Raskin Dongkrak Inflasi
Penghapusan Raskin Dongkrak Inflasi
A A A
JAKARTA - Rencana konversi program beras untuk rakyat miskin (raskin) menjadi e-money dinilai hanya akan mendongkrak inflasi.

Pemberlakuan emoney juga dianggap hanya menguntungkan perbankan. “Penghapusan program raskin bisa berimbas pada kelangkaan beras di pasar dan menimbulkan inflasi yang cukup tinggi,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, pekan lalu. Menurutnya, jika raskin ditiadakan, ketersediaan beras di masyarakat berkurang 10%.

“Karena beras termasuk komoditas yang mendekati inelastis , maka hilangnya raskin sangat berpengaruh pada harga beras umum,” ujarnya. Inflasi yang cukup tinggi pernah terjadi pada 2010, ketika ada keterlambatan penyaluran raskin selama dua bulan. Dalam data inflasi yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) maupun BPS juga diungkapkan bahwa sumber tekanan inflasi Indonesia tidak hanya berasal dari sisi permintaan yang dapat dikelola oleh BI.

Dari hasil penelitian, karakteristik inflasi di Indonesia masih cenderung bergejolak, terutama dipengaruhi oleh sisi suplai (sisi penawaran) berkenaan dengan gangguan produksi, distribusi, maupun kebijakan pemerintah. Selain itu, shocks terhadap inflasi dapat berasal dari kebijakan pemerintah terkait harga komoditas strategis, yakni komoditas energi dan bahan makanan. November lalu misalnya, bahan makanan menyumbang inflasi sebesar 0,45%.

Sasmito mengungkapkan, konsumsi raskin sejak 2003 lalu mencapai 10% dari total konsumsi beras nasional. Dengan komposisi tersebut, bisa dipastikan penghapusan raskin akan mendongkrak inflasi, sehingga menyebabkan kejutan bagi perekonomian masyarakat. Ekonom Universitas Indonesia (UI) Sulastri Surono menilai, rencana penghapusan raskin hanya akan menguntungkan kalangan perbankan dan belum tentu bisa mengentaskan sekitar 90 juta jiwa penduduk miskin yang selama ini terbantu kebutuhan pangannya oleh raskin.

“Program e-money hanya menguntungkan perbankan. Anggaran subsidi pangan sebesar Rp20 triliun itu bisa dikelola perbankan. Ada perputaran uang di sana, dan jelas perbankan sangat diuntungkan. Tapi, bisa gak e-money ini mengentaskan rakyat miskin? Saya ragu. Tetapi dengan program raskin selama ini, sudah jelas bisa menjamin kebutuhan pangan masyarakat,” tandasnya.

Ia juga mengungkapkan berbagai kendala penerapan emoney yang tidak hanya merepotkan pemerintah pusat maupun daerah, tetapi juga bisa meresahkan masyarakat. “Kalau pun e-money ini hanya dikhususkan untuk membeli beras, tempat membelinya di mana? Apa di desa-desa terpencil bisa sampai? Di India toko pemerintah sampai ke desa pelosok juga ada. Di Indonesia, dengan daerah kepulauan, bakal banyak kendala,” paparnya.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, pemerintah sepertinya ingin meniru program food stamp (kupon makanan) yang diberikan secara cuma-cuma di Amerika. Di mana warga diberi kartu dan bisa membeli susu, kacang, telur dan bahan makanan lain dengan disubsidi pemerintah. Tetapi di Amerika, infrastrukturnya telah siap tersedia.

Yanto kusdiantono
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.5800 seconds (0.1#10.140)