BI Minta Korporasi Waspadai ULN Akibat Koreksi Rupiah
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) meminta kepada korporasi swasta maupun badan usaha milik negara (BUMN) agar mewaspadai Utang Luar Negeri (ULN) terhadap risiko nilai tukar rupiah.
Pasalnya, dalam beberapa pekan terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) mengalami pelemahan hingga ke level Rp12.432 per USD berdasarkan kurs tengah BI pada Jumat (12/12/2014).
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, untuk memitigasi nilai tukar, maka ULN swasta diminta untuk melakukan lindung nilai (hedging). Menurutnya, meskipun untuk melakukan hedging memerlukan biaya yang lebih mahal, namun bisa membuat kepastian bagi perhitungan.
"Memang karena kita banyak korporasi yang mempunyai utang luar negeri, pelemahan rupiah ini harus terus kita waspadai," kata Mirza di Jakarta akhir pekan ini.
Karena itu, dia menuturkan bahwa Bank Indonesia datang dengan aturan hedging karena ULN sesuatu yang tidak bisa di hindari.
"Ini juga karena LDR sudah tinggi, funding terbatas, sehingga perbankan Indonesia juga mulai mengutang ke luar negeri. Sekarang, tinggal bagaimana mereka mengelolaan risiko itu," ujar dia.
Saat ini, jumlah ULN swasta cenderung terus meningkat, bahkan saat ini melebihi jumlah ULN pemerintah. Menurutnya, risiko ULN swasta semakin tinggi karena prospek perekonomian masih diliputi oleh berbagai ketidakpastian.
Tercatat, dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun, jumlah ULN sektor swasta meningkat tiga kali lipat, yaitu dari USD50,6 miliar pada akhir 2005 menjadi USD156,2 miliar pada akhir Agustus 2014.
Bahkan, posisi ULN swasta pada Agustus 2014 telah mencapai 53,8% dari total ULN Indonesia.
Pasalnya, dalam beberapa pekan terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) mengalami pelemahan hingga ke level Rp12.432 per USD berdasarkan kurs tengah BI pada Jumat (12/12/2014).
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, untuk memitigasi nilai tukar, maka ULN swasta diminta untuk melakukan lindung nilai (hedging). Menurutnya, meskipun untuk melakukan hedging memerlukan biaya yang lebih mahal, namun bisa membuat kepastian bagi perhitungan.
"Memang karena kita banyak korporasi yang mempunyai utang luar negeri, pelemahan rupiah ini harus terus kita waspadai," kata Mirza di Jakarta akhir pekan ini.
Karena itu, dia menuturkan bahwa Bank Indonesia datang dengan aturan hedging karena ULN sesuatu yang tidak bisa di hindari.
"Ini juga karena LDR sudah tinggi, funding terbatas, sehingga perbankan Indonesia juga mulai mengutang ke luar negeri. Sekarang, tinggal bagaimana mereka mengelolaan risiko itu," ujar dia.
Saat ini, jumlah ULN swasta cenderung terus meningkat, bahkan saat ini melebihi jumlah ULN pemerintah. Menurutnya, risiko ULN swasta semakin tinggi karena prospek perekonomian masih diliputi oleh berbagai ketidakpastian.
Tercatat, dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun, jumlah ULN sektor swasta meningkat tiga kali lipat, yaitu dari USD50,6 miliar pada akhir 2005 menjadi USD156,2 miliar pada akhir Agustus 2014.
Bahkan, posisi ULN swasta pada Agustus 2014 telah mencapai 53,8% dari total ULN Indonesia.
(rna)