Harga Karet Diprediksi Belum Stabil Tahun Depan
A
A
A
PALEMBANG - Anjloknya harga karet yang mempengaruhi perekonomian di Sumatera Selatan (Sumsel) diprediksi belum akan stabil di tahun mendatang.
Pengembangan hilirisasi pun dinilai masih lemah dan belum menjadi jaminan penguatan industri. Pimpinan PT Badja Baru Palembang Syahrial Bastari mengakui, komoditi ini adalah salah satu sumber devisa terbesar di Indonesia.
Menurutnya, hilirisasi produk karet bisa saja mulai dikembangkan di Sumsel. Namun tantangan yang harus dihadapi adalah tingginya dana investasi, ketersediaan energi, serta teknologi dan infrastruktur yang memadai.
“Untuk industri ban yang membutuhkan 90% bahan baku karet, bisa saja dikembangkan di sini. Seperti produk Acciles atau GT Radial, itu produk hilirisasi. Tapi apakah investor mau dan daerah mampu?” kata dia akhir pekan ini.
Wakil Ketua Bidang Agribisnis dan Kelautan Hipmi Sumsel ini mengulas, penyebab harga karet saat ini adalah suplai yang berlebih dengan permintaan yang kurang. Sementara jelang MEA 2015 diketahui, negara ASEAN seperti Vietnam dan Myanmar sudah berkembang menjadi produsen karet yang produktif.
Syahrial menambahkan, dilema lain yang dihadapi pengusaha karet adalah tuntutan upah tinggi dari karyawan. Mengingat 5-10% biaya operasional digunakan untuk upah.
Selain itu, kondisi harga BBM juga memberi pengaruh pada distribusi bagi pengusaha karet. Kecuali pengusaha tersebut sudah kuat, tentu biaya operasional bisa diimbangi melalui efisiensi produksi, tidak harus pemangkasan jumlah karyawan.
“Jika dipertahankan dan upah minta naik, berarti cost produksi harus lebih murah. Kalau sudah begini, langkah efisiensi yang harus dilakukan untuk survive, misalnya dengan efisiensi penggunaan lampu di pabrik. Pastinya, masih belum stabil sampai 2015, mau turun salah naik salah. Kalau pun mau harga turun, negara lain juga mesti diturunkan. Perlu ada keseragaman harga dunia," tutur dia.
Dia juga meyakinkan, strategi penguatan industri dimulai dari menyejahterakan petani. Mengingat petani karet Sumsel merupakan petani rakyat.
“Beda dengan petani di Malaysia. Kesejahteraan petani rakyat kita perlu ditingkatkan. Jika petani beralih profesi dan berhenti menyadap, maka apa yang mau dijual para pengusaha. Karenanya, penyejahteraan petani perlu dilakukan, demi kestabilan harga dengan target suplai demand yang seimbang,” imbuh dia.
Pengembangan hilirisasi pun dinilai masih lemah dan belum menjadi jaminan penguatan industri. Pimpinan PT Badja Baru Palembang Syahrial Bastari mengakui, komoditi ini adalah salah satu sumber devisa terbesar di Indonesia.
Menurutnya, hilirisasi produk karet bisa saja mulai dikembangkan di Sumsel. Namun tantangan yang harus dihadapi adalah tingginya dana investasi, ketersediaan energi, serta teknologi dan infrastruktur yang memadai.
“Untuk industri ban yang membutuhkan 90% bahan baku karet, bisa saja dikembangkan di sini. Seperti produk Acciles atau GT Radial, itu produk hilirisasi. Tapi apakah investor mau dan daerah mampu?” kata dia akhir pekan ini.
Wakil Ketua Bidang Agribisnis dan Kelautan Hipmi Sumsel ini mengulas, penyebab harga karet saat ini adalah suplai yang berlebih dengan permintaan yang kurang. Sementara jelang MEA 2015 diketahui, negara ASEAN seperti Vietnam dan Myanmar sudah berkembang menjadi produsen karet yang produktif.
Syahrial menambahkan, dilema lain yang dihadapi pengusaha karet adalah tuntutan upah tinggi dari karyawan. Mengingat 5-10% biaya operasional digunakan untuk upah.
Selain itu, kondisi harga BBM juga memberi pengaruh pada distribusi bagi pengusaha karet. Kecuali pengusaha tersebut sudah kuat, tentu biaya operasional bisa diimbangi melalui efisiensi produksi, tidak harus pemangkasan jumlah karyawan.
“Jika dipertahankan dan upah minta naik, berarti cost produksi harus lebih murah. Kalau sudah begini, langkah efisiensi yang harus dilakukan untuk survive, misalnya dengan efisiensi penggunaan lampu di pabrik. Pastinya, masih belum stabil sampai 2015, mau turun salah naik salah. Kalau pun mau harga turun, negara lain juga mesti diturunkan. Perlu ada keseragaman harga dunia," tutur dia.
Dia juga meyakinkan, strategi penguatan industri dimulai dari menyejahterakan petani. Mengingat petani karet Sumsel merupakan petani rakyat.
“Beda dengan petani di Malaysia. Kesejahteraan petani rakyat kita perlu ditingkatkan. Jika petani beralih profesi dan berhenti menyadap, maka apa yang mau dijual para pengusaha. Karenanya, penyejahteraan petani perlu dilakukan, demi kestabilan harga dengan target suplai demand yang seimbang,” imbuh dia.
(rna)