Inflasi Tahun Depan Diprediksi 6%
A
A
A
JAKARTA - Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memprediksi laju inflasi 2015 berada pada kisaran 5%-6%.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Hendri Saparini mengatakan, ada beberapa faktor yang mendorong inflasi 2015. Di antaranya kenaikan harga elpiji 3 kg, penyesuaian tarif dasar listrik, seasonal round effect kenaikan harga BBM.
Selain itu, pengetatan moneter yang kemungkinan besar akan dilakukan The Fed sebelum pertengahan 2015.
Dia mengungkapkan, untuk meredam dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya sektor riil, sebaiknya upaya pengendalian inflasi tidak dibebankan seluruhnya kepada Bank Indonesia (BI).
Menurutnya, pemerintahan Jokowi-JK harus berbeda dengan pemerintah sebelumnya, sehingga turut ambil bagian dalam mengendalikan inflasi secara pro aktif, karena sebagian besar sumber inflasi ada pada supply side, bukan demand side.
"Misalnya, pemerintah Jokowi-JK harus turun tangan dalam pengendalian harga pangan secara aktif," kata Hendri di Jakarta, Selasa (16/12/2014).
Selain itu, pemerintah baru sebaiknya memberdayakan dan mensinergikan peran BUMN tidak hanya Bulog, tetapi juga BUMN lain untuk menahan inflasi pangan, baik untuk mempercepat pembangunan infrastuktur pertanian maupun efisiensi sistem distribusi bahan pangan.
Sementara itu, tahun ini dia memproyeksikan inflasi berada pada kisaran 8%-8,25%. Sejak awal, CORE memperkirakan inflasi tahun ini akan lebih tinggi dari target BI sebesar 4,5 plus minus 1%, bila harga BBM dinaikan November.
Hendri memaparkan, dampak dari kenaikan BBM dan masuknya Natal dan tahun baru diduga turut menyumbang kenaikan inflasi yang cukup besar.
Selain penaikan harga BBM, pengurangan subsidi elpiji 12 kg dan penaikan tarif listrik juga ikut memberikan andil untuk inflasi tahun ini.
"Untungnya harga komoditas global secara umum lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, membuat tekanan inflasi tahun ini relatif rendah," tukas dia.
Bahkan, tekanan inflasi tahun ini juga relatif rendah seiring perlembatan ekonomi dan pengetatan moneter yang dilakukan BI sepanjang tahun ini.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Hendri Saparini mengatakan, ada beberapa faktor yang mendorong inflasi 2015. Di antaranya kenaikan harga elpiji 3 kg, penyesuaian tarif dasar listrik, seasonal round effect kenaikan harga BBM.
Selain itu, pengetatan moneter yang kemungkinan besar akan dilakukan The Fed sebelum pertengahan 2015.
Dia mengungkapkan, untuk meredam dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya sektor riil, sebaiknya upaya pengendalian inflasi tidak dibebankan seluruhnya kepada Bank Indonesia (BI).
Menurutnya, pemerintahan Jokowi-JK harus berbeda dengan pemerintah sebelumnya, sehingga turut ambil bagian dalam mengendalikan inflasi secara pro aktif, karena sebagian besar sumber inflasi ada pada supply side, bukan demand side.
"Misalnya, pemerintah Jokowi-JK harus turun tangan dalam pengendalian harga pangan secara aktif," kata Hendri di Jakarta, Selasa (16/12/2014).
Selain itu, pemerintah baru sebaiknya memberdayakan dan mensinergikan peran BUMN tidak hanya Bulog, tetapi juga BUMN lain untuk menahan inflasi pangan, baik untuk mempercepat pembangunan infrastuktur pertanian maupun efisiensi sistem distribusi bahan pangan.
Sementara itu, tahun ini dia memproyeksikan inflasi berada pada kisaran 8%-8,25%. Sejak awal, CORE memperkirakan inflasi tahun ini akan lebih tinggi dari target BI sebesar 4,5 plus minus 1%, bila harga BBM dinaikan November.
Hendri memaparkan, dampak dari kenaikan BBM dan masuknya Natal dan tahun baru diduga turut menyumbang kenaikan inflasi yang cukup besar.
Selain penaikan harga BBM, pengurangan subsidi elpiji 12 kg dan penaikan tarif listrik juga ikut memberikan andil untuk inflasi tahun ini.
"Untungnya harga komoditas global secara umum lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, membuat tekanan inflasi tahun ini relatif rendah," tukas dia.
Bahkan, tekanan inflasi tahun ini juga relatif rendah seiring perlembatan ekonomi dan pengetatan moneter yang dilakukan BI sepanjang tahun ini.
(izz)