Defisit Perdagangan Jepang Turun
A
A
A
TOKYO - Defisit perdagangan Jepang pada November turun hingga hampir sepertiga dari setahun lalu, terbantu oleh menguatnya ekspor dan turunnya tagihan impor minyak.
Kendati demikian, volume pengiriman ke pasar global tetap lemah. Data tersebut dirilis Pemerintah Jepang setelah Perdana Menteri (PM) Shinzo Abe memenangkan pemilu yang dianggap sebagai referendum atas programnya mendorong pertumbuhan ekonomi. Rencana kebijakan dua tahun terganjal setelah penaikan pajak penjualan pada April lalu yang menekan pertumbuhan ekonomi Jepang hingga mengalami resesi pada kuartal III/2014.
Kebijakan Abe berhasil membuat nilai yen turun, meningkatkan keuntungan bagi para eksportir seperti Toyota dan Sony. Meski demikian, penurunan yen itu tidak mengakibatkan peningkatan tajam dalam volume ekspor. Kemarin data Kementerian Keuangan Jepang menunjukkan defisit perdagangan November sebesar 891,9 miliar yen, turun 31,5% dari setahun lalu dan di bawah proyeksi median 996 miliar yen dalam survei oleh harian bisnis Nikkei.
Nilai ekspor naik 4,9%, terutama untuk pengiriman komponen elektronik, peralatan optik dan mesin, tapi volume tetap turun 1,7%. Impor turun 1,7%, penurunan pertama dalam tiga bulan, saat biaya pembelian minyak mentah dan bahan bakar minyak berkurang. Biaya energi membebani anggaran pemerintah setelah krisis energi nuklir Fukushima pada 2011 memaksa penonaktifan sejumlah reaktor yang menyuplai lebih dari seperempat energinya.
Masalah itu bertambah akibat penurunan yen yang sangat tajam saat ini mencapai level terendah dalam tujuh tahun terhadap dolar dan naiknya biaya impor dari negara lain.
“Penurunan dalam defisit perdagangan pada November harus terus terjadi saat harga minyak turun yang mengurangi tagihan impor. Tapi, volume impor tetap berada di bawah puncak yang terjadi menjelang kenaikan pajak konsumsi,” papar Marcel Thieliant, ekonom Jepang di Capital Economics, dikutip kantor berita AFP.
Syarifudin
Kendati demikian, volume pengiriman ke pasar global tetap lemah. Data tersebut dirilis Pemerintah Jepang setelah Perdana Menteri (PM) Shinzo Abe memenangkan pemilu yang dianggap sebagai referendum atas programnya mendorong pertumbuhan ekonomi. Rencana kebijakan dua tahun terganjal setelah penaikan pajak penjualan pada April lalu yang menekan pertumbuhan ekonomi Jepang hingga mengalami resesi pada kuartal III/2014.
Kebijakan Abe berhasil membuat nilai yen turun, meningkatkan keuntungan bagi para eksportir seperti Toyota dan Sony. Meski demikian, penurunan yen itu tidak mengakibatkan peningkatan tajam dalam volume ekspor. Kemarin data Kementerian Keuangan Jepang menunjukkan defisit perdagangan November sebesar 891,9 miliar yen, turun 31,5% dari setahun lalu dan di bawah proyeksi median 996 miliar yen dalam survei oleh harian bisnis Nikkei.
Nilai ekspor naik 4,9%, terutama untuk pengiriman komponen elektronik, peralatan optik dan mesin, tapi volume tetap turun 1,7%. Impor turun 1,7%, penurunan pertama dalam tiga bulan, saat biaya pembelian minyak mentah dan bahan bakar minyak berkurang. Biaya energi membebani anggaran pemerintah setelah krisis energi nuklir Fukushima pada 2011 memaksa penonaktifan sejumlah reaktor yang menyuplai lebih dari seperempat energinya.
Masalah itu bertambah akibat penurunan yen yang sangat tajam saat ini mencapai level terendah dalam tujuh tahun terhadap dolar dan naiknya biaya impor dari negara lain.
“Penurunan dalam defisit perdagangan pada November harus terus terjadi saat harga minyak turun yang mengurangi tagihan impor. Tapi, volume impor tetap berada di bawah puncak yang terjadi menjelang kenaikan pajak konsumsi,” papar Marcel Thieliant, ekonom Jepang di Capital Economics, dikutip kantor berita AFP.
Syarifudin
(ars)