Premium Direkomendasikan Dihapus
A
A
A
JAKARTA - Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi secara resmi mengeluarkan enam rekomendasi terkait penghapusan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dengan nomor oktan (RON) 88.
Enam poin yang direkomendasikan Tim Reformasi Tata Kelola Migas kepada pemerintah adalah pertama, menghentikan impor RON 88 dan gasoil 0,35% sulfur dan menggantikannya masing-masing dengan impor RON 92 dan gasoil 0,25% sulfur. Kedua, produksi minyak solar oleh kilang di dalam negeri ditingkatkan kualitasnya sehingga setara dengan gasoil 0,25% sulfur.
Ketiga, mengalihkan produksi kilang domestik dari bensin RON 88 menjadi bensin RON 92. Keempat, memberikan subsidi tetap untuk bensin (RON 92). Kelima , memperhatikan kebutuhan minyak solar untuk transportasi publik dan angkutan barang untuk kepentingan umum, kebijakan subsidi untuk minyak solar dapat tetap menggunakan pola penetapan harga.
Keenam, pilihan kebijakan terkait dengan pengalihan produksi kilang domestik sehingga seluruhnya dapat memproduksi bensin RON 92. ”Secara resmi sudah disampaikan kepada Menteri ESDM Sudirman Said. Menteri go a head, laporkan kepada publik sepenuh tanggung jawab, tidak ada yang dikurangi, tidak ada yang ditambahkan,” kata Ketua Tim Tata Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri dalam konferensi pers mengenai rekomendasi penentuan harga BBM, di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, kemarin.
Berdasarkan rekomendasi tersebut, impor premium akan dihentikan dan digantikan dengan impor mogas 92 atau setara pertamax. Sedangkan, impor gasoil 0,35% sulfur atau solar bersubsidi diganti dengan gasoil 0,25% sulfur atau setara dengan solar dex. ”Model baru ini akan menutup celah para kartel yang selama ini menimbulkan kerugian negara dan pemborosan. Dengan model ini, akan ada pembaruan,” tegas Faisal.
Dia mengatakan, PT Pertamina (Persero) telah menyanggupi untuk mengubah pola impor tersebut. Tim 13 memberikan waktu selama lima bulan untuk meningkatkan kualitas kilang dengan cara hanya menambahkan methyl tertiary butyl ether (MTBE) pada pertamax off untuk mengurangi kadar aromatik yang dihasilkan oleh kilang-kilang minyak Pertamina.
”Pertamina sanggup kapan saja memulai prosesnya. Bisa dua bulan ini ditetapkan tapi itu kan mepet sekali, paling lama lima bulan sudah tuntas total,” kata dia. Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Dharmawan Prasodjo menambahkan, kilang Pertamina di dalam negeri bisa memproduksi pertamax dengan menambahkan MTBE.
”Harganya 70% dari harga HOMC (high octan mogas component ). Pertamina sedang menghitung berapa ongkos yang bertambah akibat transformasi RON 88 ke 92 di kilang Pertamina,” ujarnya. Dalam kesempatan itu Faisal juga membeberkan bahwa Indonesia saat ini merupakan pembeli tunggal bensin RON 88 dengan volume pembelian jauh lebih besar dibandingkan dengan transaksi mogas 92 di Asia Tenggara.
Namun, Indonesia tidak memiliki kekuatan dalam pembentukan harga MOPS untuk mogas 92 yang menjadi benchmark harga bensin RON 88. Terkait harga, Faisal menegaskan bahwa pihaknya meminta untuk tidak ada kenaikan lebih lanjut.
Dia menambahkan, turunnya harga minyak dunia akan menjadi momentum emas untuk melakukan reformasi kebijakan subsidi BBM, yakni melalui subsidi tetap yang akan mengurangi fluktuasi besaran Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Plt Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Naryanto Wagimin menjelaskan, walaupun bensin yang dijual di pasaran adalah pertamax, harganya akan tetap menggunakan harga subsidi yang berlaku sekarang. ”Keinginan tim tetap ada subsidi. Kementerian Keuangan meminta ada subsidi tetap dan subsidi bergerak. Pilihannya kita usulkan Rp500 atau tidak sama sekali mengikuti harga pasar,” kata dia.
Nanang wijayanto
Enam poin yang direkomendasikan Tim Reformasi Tata Kelola Migas kepada pemerintah adalah pertama, menghentikan impor RON 88 dan gasoil 0,35% sulfur dan menggantikannya masing-masing dengan impor RON 92 dan gasoil 0,25% sulfur. Kedua, produksi minyak solar oleh kilang di dalam negeri ditingkatkan kualitasnya sehingga setara dengan gasoil 0,25% sulfur.
Ketiga, mengalihkan produksi kilang domestik dari bensin RON 88 menjadi bensin RON 92. Keempat, memberikan subsidi tetap untuk bensin (RON 92). Kelima , memperhatikan kebutuhan minyak solar untuk transportasi publik dan angkutan barang untuk kepentingan umum, kebijakan subsidi untuk minyak solar dapat tetap menggunakan pola penetapan harga.
Keenam, pilihan kebijakan terkait dengan pengalihan produksi kilang domestik sehingga seluruhnya dapat memproduksi bensin RON 92. ”Secara resmi sudah disampaikan kepada Menteri ESDM Sudirman Said. Menteri go a head, laporkan kepada publik sepenuh tanggung jawab, tidak ada yang dikurangi, tidak ada yang ditambahkan,” kata Ketua Tim Tata Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri dalam konferensi pers mengenai rekomendasi penentuan harga BBM, di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, kemarin.
Berdasarkan rekomendasi tersebut, impor premium akan dihentikan dan digantikan dengan impor mogas 92 atau setara pertamax. Sedangkan, impor gasoil 0,35% sulfur atau solar bersubsidi diganti dengan gasoil 0,25% sulfur atau setara dengan solar dex. ”Model baru ini akan menutup celah para kartel yang selama ini menimbulkan kerugian negara dan pemborosan. Dengan model ini, akan ada pembaruan,” tegas Faisal.
Dia mengatakan, PT Pertamina (Persero) telah menyanggupi untuk mengubah pola impor tersebut. Tim 13 memberikan waktu selama lima bulan untuk meningkatkan kualitas kilang dengan cara hanya menambahkan methyl tertiary butyl ether (MTBE) pada pertamax off untuk mengurangi kadar aromatik yang dihasilkan oleh kilang-kilang minyak Pertamina.
”Pertamina sanggup kapan saja memulai prosesnya. Bisa dua bulan ini ditetapkan tapi itu kan mepet sekali, paling lama lima bulan sudah tuntas total,” kata dia. Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Dharmawan Prasodjo menambahkan, kilang Pertamina di dalam negeri bisa memproduksi pertamax dengan menambahkan MTBE.
”Harganya 70% dari harga HOMC (high octan mogas component ). Pertamina sedang menghitung berapa ongkos yang bertambah akibat transformasi RON 88 ke 92 di kilang Pertamina,” ujarnya. Dalam kesempatan itu Faisal juga membeberkan bahwa Indonesia saat ini merupakan pembeli tunggal bensin RON 88 dengan volume pembelian jauh lebih besar dibandingkan dengan transaksi mogas 92 di Asia Tenggara.
Namun, Indonesia tidak memiliki kekuatan dalam pembentukan harga MOPS untuk mogas 92 yang menjadi benchmark harga bensin RON 88. Terkait harga, Faisal menegaskan bahwa pihaknya meminta untuk tidak ada kenaikan lebih lanjut.
Dia menambahkan, turunnya harga minyak dunia akan menjadi momentum emas untuk melakukan reformasi kebijakan subsidi BBM, yakni melalui subsidi tetap yang akan mengurangi fluktuasi besaran Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Plt Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Naryanto Wagimin menjelaskan, walaupun bensin yang dijual di pasaran adalah pertamax, harganya akan tetap menggunakan harga subsidi yang berlaku sekarang. ”Keinginan tim tetap ada subsidi. Kementerian Keuangan meminta ada subsidi tetap dan subsidi bergerak. Pilihannya kita usulkan Rp500 atau tidak sama sekali mengikuti harga pasar,” kata dia.
Nanang wijayanto
(bbg)