Japan Post Siapkan IPO Terbesar
A
A
A
TOKYO - Japan Post kemarin mengumumkan rencana penawaran saham perdana (initial public offering /IPO) di Tokyo. Langkah ini dapat menjadi salah satu IPO terbesar di dunia.
Induk perusahaan untuk unit asuransi dan perbankan itu akan meluncurkan IPO pada pertengahan tahun fiskal 2015, yang dimulai pada April. Meski demikian, para eksekutif menolak berkomentar tentang target dana yang hendak dikumpulkan dalam IPO tersebut.
Rencana IPO yang muncul seiring harapan untuk memulai privatisasi pada bank terbesar di dunia itu demi memperkuat sentimen investor dan mendorong upaya pemangkasan birokrasi di Jepang. “Sebanyak 50% saham holding company dan unit keuangan dapat dijual,” ungkap sejumlah eksekutif perusahaan, dikutip kantor berita AFP . Adapun Bloomberg News melaporkan kombinasi kapitalisasi pasar mungkin mencapai delapan triliun yen atau USD67 miliar.
Media Jepang awalnya melaporkan, nilai IPO Japan Post dapat menyaingi IPO raksasa telepon seluler NTT Docomo sebesar tujuh triliun yen pada 1998. Hingga saat ini, IPO NTT Docomo merupakan yang terbesar di Jepang. Chief Executive Officer (CEO) Japan Post Taizo Nishimuro kemarin menjelaskan, Menteri Keuangan Taro Aso telah menandatangani rencana IPO tersebut.
“Waktu IPO akan diputuskan setelah berkonsultasi dengan sejumlah kementerian terkait dan perusahaanperusahaan broker,” ujarnya. Dia menambahkan, hingga saat ini tidak ada batas waktu untuk penjualan hingga 50% saham perusahaan yang memiliki jaringan 24.000 biro di ribuan pulau yang ada di Jepang, dan memiliki aset senilai lebih dari 14 triliun yen.
“Kita harus mempertimbangkan tren pasar dan berbagai faktor lainnya, saat ini tidak ada tanggal yang telah ditetapkan,” kata Nishimuro. Grup unit pengiriman surat tampaknya akan tetap tidak tersentuh dalam IPO tersebut karena tekanan politik dan sosial untuk mempertahankannya, termasuk keberadaan berbagai kantor pos di penjuru Jepang, meskipun di desa paling terpencil.
Sejumlah kantor cabang juga menyediakan layanan untuk tabungan tunai dan asuransi, serta cabang lokal tempat para pensiunan Jepang menarik uang pensiunnya. Sistem itu telah menuai kritik dari dalam dan luar Jepang. Sejumlah lembaga keuangan, layanan paket, dan negara asing beralasan lembaga publik itu beroperasi di berbagai sektor yang berkompetisi langsung dengan bisnis swasta.
Pemerintahan mantan Perdana Menteri Junichiro Koizumi memisah perusahaan milik negara itu menjadi empat unit pada 2007 untuk menangani pengiriman paket, tabungan, asuransi, dan jasa keuangan di tiap kantor pos.
Pemerintah mempertahankan kepemilikan penuh atas grup itu untuk pertama kali, dengan rencana untuk perbankan dan asuransi akan sepenuhnya diprivatisasi pada 2017. Meski demikian, rencana itu gagal terlaksana setelah pemerintahan yang dipimpin Partai Demokrat Liberal (LDP) kehilangan kekuasaan setelah kemenangan partai Demokrat Jepang pada 2009-2012.
Syarifudin
Induk perusahaan untuk unit asuransi dan perbankan itu akan meluncurkan IPO pada pertengahan tahun fiskal 2015, yang dimulai pada April. Meski demikian, para eksekutif menolak berkomentar tentang target dana yang hendak dikumpulkan dalam IPO tersebut.
Rencana IPO yang muncul seiring harapan untuk memulai privatisasi pada bank terbesar di dunia itu demi memperkuat sentimen investor dan mendorong upaya pemangkasan birokrasi di Jepang. “Sebanyak 50% saham holding company dan unit keuangan dapat dijual,” ungkap sejumlah eksekutif perusahaan, dikutip kantor berita AFP . Adapun Bloomberg News melaporkan kombinasi kapitalisasi pasar mungkin mencapai delapan triliun yen atau USD67 miliar.
Media Jepang awalnya melaporkan, nilai IPO Japan Post dapat menyaingi IPO raksasa telepon seluler NTT Docomo sebesar tujuh triliun yen pada 1998. Hingga saat ini, IPO NTT Docomo merupakan yang terbesar di Jepang. Chief Executive Officer (CEO) Japan Post Taizo Nishimuro kemarin menjelaskan, Menteri Keuangan Taro Aso telah menandatangani rencana IPO tersebut.
“Waktu IPO akan diputuskan setelah berkonsultasi dengan sejumlah kementerian terkait dan perusahaanperusahaan broker,” ujarnya. Dia menambahkan, hingga saat ini tidak ada batas waktu untuk penjualan hingga 50% saham perusahaan yang memiliki jaringan 24.000 biro di ribuan pulau yang ada di Jepang, dan memiliki aset senilai lebih dari 14 triliun yen.
“Kita harus mempertimbangkan tren pasar dan berbagai faktor lainnya, saat ini tidak ada tanggal yang telah ditetapkan,” kata Nishimuro. Grup unit pengiriman surat tampaknya akan tetap tidak tersentuh dalam IPO tersebut karena tekanan politik dan sosial untuk mempertahankannya, termasuk keberadaan berbagai kantor pos di penjuru Jepang, meskipun di desa paling terpencil.
Sejumlah kantor cabang juga menyediakan layanan untuk tabungan tunai dan asuransi, serta cabang lokal tempat para pensiunan Jepang menarik uang pensiunnya. Sistem itu telah menuai kritik dari dalam dan luar Jepang. Sejumlah lembaga keuangan, layanan paket, dan negara asing beralasan lembaga publik itu beroperasi di berbagai sektor yang berkompetisi langsung dengan bisnis swasta.
Pemerintahan mantan Perdana Menteri Junichiro Koizumi memisah perusahaan milik negara itu menjadi empat unit pada 2007 untuk menangani pengiriman paket, tabungan, asuransi, dan jasa keuangan di tiap kantor pos.
Pemerintah mempertahankan kepemilikan penuh atas grup itu untuk pertama kali, dengan rencana untuk perbankan dan asuransi akan sepenuhnya diprivatisasi pada 2017. Meski demikian, rencana itu gagal terlaksana setelah pemerintahan yang dipimpin Partai Demokrat Liberal (LDP) kehilangan kekuasaan setelah kemenangan partai Demokrat Jepang pada 2009-2012.
Syarifudin
(bbg)