Rusia Bersiap Hadapi Resesi Tahun Depan

Senin, 29 Desember 2014 - 11:06 WIB
Rusia Bersiap Hadapi Resesi Tahun Depan
Rusia Bersiap Hadapi Resesi Tahun Depan
A A A
MOSKOW - Merosotnya harga minyak dunia mendorong ekonomi Rusia ke arah resesi tajam tahun depan.

Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov mengatakan, ekonomi Negeri Beruang Merah itu bisa menyusut hingga 4% pada 2015, kontraksi pertama sejak 2009 jika harga minyak tetap di rata-rata USD60 per barel seperti saat ini. Perekonomian Rusia melambat setelah Barat menerapkan sanksi terkait krisis Ukraina. Sanksi tersebut menyebabkan investasi merosot dan pelarian modal dari Rusia.

Sementara anjloknya harga minyak menggerus penerimaan ekspor negara tersebut, sekaligus nilai tukar mata uangnya, rubel. Pemerintah Rusia pun bereaksi cepat mengantisipasi pelemahan ekonomi dan nilai tukar dengan menyokong sejumlah bank utama negara itu dan menaikkan tingkat bunga. Namun, tetap saja proyeksi ekonomi Rusia maupun mata uangnya diperkirakan suram.

Siluanov juga mengatakan, selain resesi, Rusia juga akan mengalami defisit anggaran lebih dari 3% pada tahun depan jika harga minyak tak juga menguat. Seperti diketahui, harga minyak dunia telah merosot hampir 50% dari Juni lalu akibat berlimpahnya pasokan di pasar global. “Anggaran kami baru impas jika harga minyak mencapai USD70 per barel pada 2017,” kata Siluanov seperti dikutip Reuters .

Pemerintah Rusia juga menerapkan sejumlah langkah informal untuk mengontrol pergerakan mata uang yakni dengan memerintahkan perusahaan migas terbesar negara itu, Gazprom dan Rosneft, untuk menjual dolarnya. Rusia sangat memperhatikan pergerakan nilai mata uangnya setelah kolapsnya Uni Soviet mendorong hiperinflasi yang meludeskan simpanan uang negara itu hanya dalam beberapa tahun pada awal 1990-an.

Merosotnya nilai tukar rubel saat ini dipastikan mengarah pada inflasi tinggi tahun depan yang mengancam stabilitas dan kesejahteraan ekonomi Rusia di bawah Presiden Vladimir Putin beberapa tahun terakhir. Mata uang Rusia tersebut akhir pekan lalu sempat mencapai level terkuatnya dalam tiga pekan terakhir.

Rubel diperdagangkan di level 54 per dolar AS, menguat tajam dari level terendahnya, 80 rubel per dolar AS. Namun, level itu masih jauh lebih lemah dibandingkan kisaran 30-35 rubel per dolar AS yang dicapai pada semester pertama 2014. “Jika harga minyak turun ke bawah USD50 per barel, akan sulit bagi pemerintah (Rusia) untuk mempertahankan nilai tukar rubel, bahkan jika penjualan para eksportir meningkat,” ungkap kepala treasury salah satu bank besar di Rusia yang enggan disebut namanya.

Jumat (26/12) lalu Pemerintah Rusia juga menggenjot dana talangan bagi salah satu lembaga keuangan negara itu, Trust Bank, dengan menyediakan pinjaman hingga USD2,4 miliar. Jatuhnya rubel telah menyebabkan panic buying mata uang asing di Rusia dan meningkatkan penarikan dana simpanan di perbankan.

Permasalahan itu meningkatkan tekanan pada sektor perbankan domestik yang akses pada pasar modal internasional telah dibatasi oleh sanksi Barat.

M faizal
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4116 seconds (0.1#10.140)