Optimalkan Devisa, Pemerintah Wajibkan L/C Ekspor
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah akan mengoptimalkan devisa dari ekspor dengan cara menerapkan mekanisme L/C (letter of credit ) terhadap kegiatan ekspor. Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel mengatakan, pemerintah harus mengontrol semua ekspor sehingga bisa diketahui berapa persisnya potensi devisa yang bisa didapat dari kegiatan ekspor.
Terkait mekanisme L/C untuk ekspor, menurut Rachmat, pemerintah kini sedang melakukan finalisasi. “Nantinya itu (L/C ekspor) akan diwajibkan untuk sejumlah komoditas ekspor seperti mineral atau bahan tambang dan CPO (minyak sawit mentah),” ujarnya di Jakarta baru-baru ini. Wakil Presiden Jusuf Kalla menyayangkan negara sebesar Indonesia hanya memiliki cadangan devisa sekitar USD100- an miliar. Menurutnya, salah satu penyebab minimnya devisa atau pemasukan negara adalah perilaku ekspor yang tidak terkontrol dengan baik.
“Persepsi eksportir itu kalau kapal antre mengangkut batu bara, sawit dan sebagainya, ke luar itu dianggap sukses. Padahal bagi pemerintah, yang dianggap sukses itu kalau devisa masuk. Oleh karena itu, dua-duanya kita kejar,” ujarnya. Menurut JK, pemerintah memberi keleluasaan pengusaha untuk mengekspor, namun sebagai timbal baliknya harus ada devisa yang masuk.
Inilah yang mendasari pemerintah menerapkan kebijakan L/C untuk ekspor. JK menilai instrumen kebijakan L/C juga akan mendisiplinkan kegiatan perdagangan. “Kalau perdagangan kita baik, pemasukan pajak (dari perdagangan) juga akan lebih baik lagi, sehingga bertambah baik anggaran kita ke depan yang dibutuhkan untuk pembangunan,” tandasnya.
Sebagaimana dikutip dari laman www.kemendag.go.id , L/C adalah jaminan dari bank penerbit kepada eksportir sesuai dengan instruksi dari importir untuk melakukan pembayaran sejumlah tertentu, dengan jangka waktu tertentu atas dasar penyerahan dokumen yang diminta importir.
Inda susanti
Terkait mekanisme L/C untuk ekspor, menurut Rachmat, pemerintah kini sedang melakukan finalisasi. “Nantinya itu (L/C ekspor) akan diwajibkan untuk sejumlah komoditas ekspor seperti mineral atau bahan tambang dan CPO (minyak sawit mentah),” ujarnya di Jakarta baru-baru ini. Wakil Presiden Jusuf Kalla menyayangkan negara sebesar Indonesia hanya memiliki cadangan devisa sekitar USD100- an miliar. Menurutnya, salah satu penyebab minimnya devisa atau pemasukan negara adalah perilaku ekspor yang tidak terkontrol dengan baik.
“Persepsi eksportir itu kalau kapal antre mengangkut batu bara, sawit dan sebagainya, ke luar itu dianggap sukses. Padahal bagi pemerintah, yang dianggap sukses itu kalau devisa masuk. Oleh karena itu, dua-duanya kita kejar,” ujarnya. Menurut JK, pemerintah memberi keleluasaan pengusaha untuk mengekspor, namun sebagai timbal baliknya harus ada devisa yang masuk.
Inilah yang mendasari pemerintah menerapkan kebijakan L/C untuk ekspor. JK menilai instrumen kebijakan L/C juga akan mendisiplinkan kegiatan perdagangan. “Kalau perdagangan kita baik, pemasukan pajak (dari perdagangan) juga akan lebih baik lagi, sehingga bertambah baik anggaran kita ke depan yang dibutuhkan untuk pembangunan,” tandasnya.
Sebagaimana dikutip dari laman www.kemendag.go.id , L/C adalah jaminan dari bank penerbit kepada eksportir sesuai dengan instruksi dari importir untuk melakukan pembayaran sejumlah tertentu, dengan jangka waktu tertentu atas dasar penyerahan dokumen yang diminta importir.
Inda susanti
(bbg)