Jatah Gas Domestik Terus Digenjot
A
A
A
JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menargetkan tahun depan 61% produksi gas nasional diperuntukkan bagi kebutuhan domestik.
Target itu meningkat cukup besar dibandingkan alokasi gas domestik tahun ini, di mana per 10 Desember 2014 mencapai 54% atau sebesar 3.812 BBTUD (billion british thermal unit per day). Pemanfaatan gas sepanjang 2014 terdiri atas sektor industri 19,2%; kelistrikan 14%; pupuk 8,7%; lifting minyak 4,5%; elpiji dan LNG domestik 6,9%, dan sisanya untuk ekspor. Sementara di tahun 2013, alokasi produksi gas nasional untuk kepentingan domestik sebesar 3.774 BBTUD.
“Seiring dengan tumbuhnya industri dalam negeri, kebutuhan gas terus meningkat. Karena itu, kita terus meningkatkan suplai untuk domestik sementara kontrak ekspor akan kita kurangi,” ujar Kepala Bagian Humas SKK Migas Rudianto Rimbono di Jakarta baru-baru ini. Menurut Rudianto, saat ini Indonesia masih terikat kontrak penjualan gas dengan sejumlah negara seperti Singapura, Korea, dan Jepang, dengan jangka waktu bervariasi, hingga 2020 dan 2030.
SKK Migas menargetkan ekspor gas pada 2015 hanya sebesar 2.838 BBTUD, turun dari jumlah ekspor saat ini sebesar 3.227 BBTUD. Dalam rangka mendorong pemenuhan kebutuhan gas domestik, SKK Migas berharap pemerintah juga mendorong penambahan infrastruktur gas di dalam negeri. Infrastruktur tersebut antara lain jaringan pipa dan unit penyimpanan dan regasifikasi. “Butuh bantuan dari hulu dan hilir. Kalau tidak, ya percuma,” ujarnya.
Sementara itu untuk produksi minyak dalam negeri, Rudianto mengatakan bahwa target lifting tahun ini dipastikan tidak tercapai. Produksi minyak siap jual tahun ini rata-rata hariannya hanya sebesar 794.000 barel per hari (bph) atau 97% dari target dalam APBN-P 2014 sebesar 818.000 bph. “Awal tahun memang agak parah karena operator tidak bisa melakukan kegiatan rutin. Bahkan di onshore juga ada masalah sehingga memberikan dampak terhadap lifting minyak,” jelasnya.
Tidak hanya awal tahun, hingga pertengahan tahun pun menurutnya banyak gangguan yang menimpa kontraktor kontrak kerja sama yang menyebabkan pencapaian target terganggu. Rudianto merinci, selama 2014 Indonesia kehilangan potensi produksi minyak sebanyak 27.200 bph. Tak tercapainya produksi terbesar berasal dari adanya gangguan fasilitas produksi dan masalah nonteknis yang diprediksi mencapai 11.400 bph.
“Kendalanya ada gangguan sumur fasilitas produksi. Unplaned shut down mencapai 2.500 kejadian,” ungkapnya. Gangguan besar lain yang menyebabkan target tak tercapai adalah mundurnya pengoperasian sejumlah proyek. SKK Migas merinci sedikitnya terdapat enam proyek yang mundur sehingga potensi produksi minyak berkurang 7.400 bph.
Keenam proyek tersebut antara lain Banyu Urip, Bukit Tua Kerendan, Ridho, Bayan. Sementara masalah operasional, juga menjadi penyebab hilangnya produksi minyak yang nilainya diperkirakan sekitar 8.400 bph. “Kendala perizinan dan gangguan keamanan juga menjadi penyebab lainnya,” kata dia.
Direktur Pembinaan Program Minyak dan Gas( Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agus Tjahjono Adi menuturkan, pemerintah akan mengevaluasi kembali proyeksi produksi minyak tahun depan. Hal tersebut berkaitan dengan terus molornya proyek Blok Cepu, Jawa Timur.
Agus menuturkan, lifting minyak dalam APBN 2015 kemungkinan diturunkan menjadi hanya 849.000 bph dari 900.000 bph, sesuai hasil rapat kerja kabinet belum lama ini. Penurunan target lifting itu akan dimasukkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015.
Nanang wijayanto
Target itu meningkat cukup besar dibandingkan alokasi gas domestik tahun ini, di mana per 10 Desember 2014 mencapai 54% atau sebesar 3.812 BBTUD (billion british thermal unit per day). Pemanfaatan gas sepanjang 2014 terdiri atas sektor industri 19,2%; kelistrikan 14%; pupuk 8,7%; lifting minyak 4,5%; elpiji dan LNG domestik 6,9%, dan sisanya untuk ekspor. Sementara di tahun 2013, alokasi produksi gas nasional untuk kepentingan domestik sebesar 3.774 BBTUD.
“Seiring dengan tumbuhnya industri dalam negeri, kebutuhan gas terus meningkat. Karena itu, kita terus meningkatkan suplai untuk domestik sementara kontrak ekspor akan kita kurangi,” ujar Kepala Bagian Humas SKK Migas Rudianto Rimbono di Jakarta baru-baru ini. Menurut Rudianto, saat ini Indonesia masih terikat kontrak penjualan gas dengan sejumlah negara seperti Singapura, Korea, dan Jepang, dengan jangka waktu bervariasi, hingga 2020 dan 2030.
SKK Migas menargetkan ekspor gas pada 2015 hanya sebesar 2.838 BBTUD, turun dari jumlah ekspor saat ini sebesar 3.227 BBTUD. Dalam rangka mendorong pemenuhan kebutuhan gas domestik, SKK Migas berharap pemerintah juga mendorong penambahan infrastruktur gas di dalam negeri. Infrastruktur tersebut antara lain jaringan pipa dan unit penyimpanan dan regasifikasi. “Butuh bantuan dari hulu dan hilir. Kalau tidak, ya percuma,” ujarnya.
Sementara itu untuk produksi minyak dalam negeri, Rudianto mengatakan bahwa target lifting tahun ini dipastikan tidak tercapai. Produksi minyak siap jual tahun ini rata-rata hariannya hanya sebesar 794.000 barel per hari (bph) atau 97% dari target dalam APBN-P 2014 sebesar 818.000 bph. “Awal tahun memang agak parah karena operator tidak bisa melakukan kegiatan rutin. Bahkan di onshore juga ada masalah sehingga memberikan dampak terhadap lifting minyak,” jelasnya.
Tidak hanya awal tahun, hingga pertengahan tahun pun menurutnya banyak gangguan yang menimpa kontraktor kontrak kerja sama yang menyebabkan pencapaian target terganggu. Rudianto merinci, selama 2014 Indonesia kehilangan potensi produksi minyak sebanyak 27.200 bph. Tak tercapainya produksi terbesar berasal dari adanya gangguan fasilitas produksi dan masalah nonteknis yang diprediksi mencapai 11.400 bph.
“Kendalanya ada gangguan sumur fasilitas produksi. Unplaned shut down mencapai 2.500 kejadian,” ungkapnya. Gangguan besar lain yang menyebabkan target tak tercapai adalah mundurnya pengoperasian sejumlah proyek. SKK Migas merinci sedikitnya terdapat enam proyek yang mundur sehingga potensi produksi minyak berkurang 7.400 bph.
Keenam proyek tersebut antara lain Banyu Urip, Bukit Tua Kerendan, Ridho, Bayan. Sementara masalah operasional, juga menjadi penyebab hilangnya produksi minyak yang nilainya diperkirakan sekitar 8.400 bph. “Kendala perizinan dan gangguan keamanan juga menjadi penyebab lainnya,” kata dia.
Direktur Pembinaan Program Minyak dan Gas( Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agus Tjahjono Adi menuturkan, pemerintah akan mengevaluasi kembali proyeksi produksi minyak tahun depan. Hal tersebut berkaitan dengan terus molornya proyek Blok Cepu, Jawa Timur.
Agus menuturkan, lifting minyak dalam APBN 2015 kemungkinan diturunkan menjadi hanya 849.000 bph dari 900.000 bph, sesuai hasil rapat kerja kabinet belum lama ini. Penurunan target lifting itu akan dimasukkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015.
Nanang wijayanto
(bbg)