Harga Minyak Terus Melemah
A
A
A
NEW YORK - Harga minyak dunia terus merosot di hari pertama perdagangan 2015 seiring munculnya data manufaktur yang mengecewakan dari Amerika Serikat (AS), China, dan Eropa.
Harga minyak mentah acuan AS, West Texas Intermediate (WTI), untuk pengiriman Februari melemah USD58 sen menjadi USD52,69 per barel di New York Mercantile Exchange. Adapun harga minyak acuan Eropa, Brent, untuk pengiriman Februari turun USD91 sen menjadi USD56,42 per barel di London.
Para analis menyatakan, data manufaktur yang mengecewakan dari negara-negara utama membuat para trader kurang yakin dengan outlook untuk komoditas. ”Ekonomi global masih terlihat relatif lemah. Ada sedikit perdagangan dan tidak satu pun berita yang cukup kuat, dengan proyeksi situasi melimpahnya suplai minyak akan terus terjadi,” ungkap Michael Lynch dari Strategic Energy & Economic Consulting, dikutip kantor berita AFP.
Di AS, Institute for Supply Management melaporkan indeks manajer pembelian (purchasing managers index/PMI) untuk manufaktur turun menjadi 55,5 pada Desember dari 58,7 pada November. Survei serupa untuk zona euro menunjukkan PMI manufaktur untuk kawasan itu tetap sebesar 50,6 pada Desember, naik dari 50,1 pada November, tapi di bawah proyeksi awal 50,8.
Beberapa negara utama seperti Austria, Prancis, dan Italia berada di bawah level 50 yang berarti mengalami penyusutan, menurut data Markit. PMI manufaktur China turun dari 50,3 pada November menjadi 50,1 pada Desember.
Penurunan harga minyak itu hampir mencapai 50% dari harga minyak mentah pada 2014 akibat melimpahnya suplai, lemahnya pertumbuhan ekonomi di sebagian besar wilayah dan keputusan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk tidak memangkas produksi untuk menaikkan harga. Aktivitas manufaktur China menyusut pada Desember, sesuai data PMI yang dirilis HSBC pekan ini.
Penyusutan aktivitas manufaktur itu terjadi saat China menghadapi masalah domestik. ”PMI akhir pada Desember sebesar 49,6,” ungkap pernyataan HSBC, dikutip kantor berita AFP . Jumlah tersebut naik dari data awal, 49,5, tapi masih berada pada level terendah dalam tujuh bulan. Ini merupakan penyusutan pertama yang terjadi sejak Mei sebesar 49,4. Nilai di atas 50 menunjukkan pertumbuhan dan di bawah 50 berarti penyusutan.
PMI yang dikompilasikan oleh penyedia jasa informasi Markit itu melacak aktivitas di pabrik dan workshop di China. PMI menjadi indikator kunci kesehatan raksasa ekonomi Asia yang menjadi penggerak utama pertumbuhan global tersebut. ”Data hari ini mengonfirmasi penurunan selanjutnya di sektor manufaktur hingga akhir tahun,” kata Qu Hongbin, ekonom HSBC di Hong Kong, ”penurunan diakibatkan lemahnya permintaan domestik saat pesanan baru berkurang untuk pertama kali sejak April 2014.”
Sebaliknya, ekspor baru meningkat selama delapan bulan berturut-turut dan pada level yang lebih cepat dibandingkan November, sesuai pernyataan HSBC. Kondisi ini menunjukkan meningkatnya permintaan asing saat pertumbuhan ekonomi AS kembali pulih. Ekonomi China menghadapi berbagai tantangan, termasuk penurunan harga properti, level utang yang tinggi dan peringatan beberapa ekonom akan ancaman deflasi.
Ekonomi tumbuh 7,3% pada kuartal III/2014, lebih rendah dibandingkan kuartal II/ 2014 sebesar 7,5% dan level terendah sejak 2009 saat puncak krisis keuangan global. Kondisi ekonomi tampak terus melemah pada kuartal IV/ 2014. Bank Sentral China (People’s Bank of China/PBoC) bulan lalu memangkas suku bunga untuk pertama kali dalam lebih dari dua tahun untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Meski demikian, para analis menganggap pemerintah masih perlu menerapkan berbagai kebijakan baru. Para pemimpin China berkomitmen menyeimbangkan kembali perekonomian dengan meningkatkan permintaan domestik sebagai penggerak ekonomi. Pemerintah China menargetkan pertumbuhan sekitar 7,5% tahun ini. Sejumlah pengamat memperkirakan pemerintah akan menurunkan target pertumbuhan ekonomi sekitar 7,0% pada 2015 saat rapat kebijakan ekonomi.
Syarifudin
Harga minyak mentah acuan AS, West Texas Intermediate (WTI), untuk pengiriman Februari melemah USD58 sen menjadi USD52,69 per barel di New York Mercantile Exchange. Adapun harga minyak acuan Eropa, Brent, untuk pengiriman Februari turun USD91 sen menjadi USD56,42 per barel di London.
Para analis menyatakan, data manufaktur yang mengecewakan dari negara-negara utama membuat para trader kurang yakin dengan outlook untuk komoditas. ”Ekonomi global masih terlihat relatif lemah. Ada sedikit perdagangan dan tidak satu pun berita yang cukup kuat, dengan proyeksi situasi melimpahnya suplai minyak akan terus terjadi,” ungkap Michael Lynch dari Strategic Energy & Economic Consulting, dikutip kantor berita AFP.
Di AS, Institute for Supply Management melaporkan indeks manajer pembelian (purchasing managers index/PMI) untuk manufaktur turun menjadi 55,5 pada Desember dari 58,7 pada November. Survei serupa untuk zona euro menunjukkan PMI manufaktur untuk kawasan itu tetap sebesar 50,6 pada Desember, naik dari 50,1 pada November, tapi di bawah proyeksi awal 50,8.
Beberapa negara utama seperti Austria, Prancis, dan Italia berada di bawah level 50 yang berarti mengalami penyusutan, menurut data Markit. PMI manufaktur China turun dari 50,3 pada November menjadi 50,1 pada Desember.
Penurunan harga minyak itu hampir mencapai 50% dari harga minyak mentah pada 2014 akibat melimpahnya suplai, lemahnya pertumbuhan ekonomi di sebagian besar wilayah dan keputusan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk tidak memangkas produksi untuk menaikkan harga. Aktivitas manufaktur China menyusut pada Desember, sesuai data PMI yang dirilis HSBC pekan ini.
Penyusutan aktivitas manufaktur itu terjadi saat China menghadapi masalah domestik. ”PMI akhir pada Desember sebesar 49,6,” ungkap pernyataan HSBC, dikutip kantor berita AFP . Jumlah tersebut naik dari data awal, 49,5, tapi masih berada pada level terendah dalam tujuh bulan. Ini merupakan penyusutan pertama yang terjadi sejak Mei sebesar 49,4. Nilai di atas 50 menunjukkan pertumbuhan dan di bawah 50 berarti penyusutan.
PMI yang dikompilasikan oleh penyedia jasa informasi Markit itu melacak aktivitas di pabrik dan workshop di China. PMI menjadi indikator kunci kesehatan raksasa ekonomi Asia yang menjadi penggerak utama pertumbuhan global tersebut. ”Data hari ini mengonfirmasi penurunan selanjutnya di sektor manufaktur hingga akhir tahun,” kata Qu Hongbin, ekonom HSBC di Hong Kong, ”penurunan diakibatkan lemahnya permintaan domestik saat pesanan baru berkurang untuk pertama kali sejak April 2014.”
Sebaliknya, ekspor baru meningkat selama delapan bulan berturut-turut dan pada level yang lebih cepat dibandingkan November, sesuai pernyataan HSBC. Kondisi ini menunjukkan meningkatnya permintaan asing saat pertumbuhan ekonomi AS kembali pulih. Ekonomi China menghadapi berbagai tantangan, termasuk penurunan harga properti, level utang yang tinggi dan peringatan beberapa ekonom akan ancaman deflasi.
Ekonomi tumbuh 7,3% pada kuartal III/2014, lebih rendah dibandingkan kuartal II/ 2014 sebesar 7,5% dan level terendah sejak 2009 saat puncak krisis keuangan global. Kondisi ekonomi tampak terus melemah pada kuartal IV/ 2014. Bank Sentral China (People’s Bank of China/PBoC) bulan lalu memangkas suku bunga untuk pertama kali dalam lebih dari dua tahun untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Meski demikian, para analis menganggap pemerintah masih perlu menerapkan berbagai kebijakan baru. Para pemimpin China berkomitmen menyeimbangkan kembali perekonomian dengan meningkatkan permintaan domestik sebagai penggerak ekonomi. Pemerintah China menargetkan pertumbuhan sekitar 7,5% tahun ini. Sejumlah pengamat memperkirakan pemerintah akan menurunkan target pertumbuhan ekonomi sekitar 7,0% pada 2015 saat rapat kebijakan ekonomi.
Syarifudin
(bbg)