Tiga Bank BUMN Didorong Ekspansi
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong tiga bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Negara Indonesia (BNI) untuk membuka cabang di Malaysia.
Hal tersebut sejalan dengan penandatanganan perjanjian bilateral yang dilakukan Bank Indonesia (BI) dan OJK dengan Bank Sentral Malaysia untuk mendukung ASEAN Banking Integration (ABIF). ”Indonesia ke Malaysia mungkin paling duluan, yakni bank-bank yang BUMN seperti Bank Mandiri, BRI, BNI,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon kepada wartawan di Gedung OJK, Jakarta, kemarin.
Kendati demikian, dia melanjutkan, untuk mewujudkan ekspansi tersebut, perbankan Indonesia harus memiliki permodalan dan daya saing yang kuat. Pasalnya, apabila perbankan Indonesia yang masuk ke Negeri Jiran tidak memiliki daya saing maka di sana hanya menjadi ”penonton” saja.
”Makanya tingkat efisiensi bank harus lebih baik dulu, sumber daya manusia (SDM)-nya harus berkualitas. Kalau dari regulasinya, saya kira tidak perlu harus dibahas,” imbuh dia. Menurut Nelson, sebelum ketiga bank BUMN ada di Malaysia, maka perbankan Malaysia tidak boleh menambah kantor cabang di Indonesia.
”Mereka tidak boleh nambah, karena mereka sudah ada tiga di sini. Maybank Syariah itu diperhitungkan sementara sebagai QAB (Qualified ASEAN Bank) dulu. Ya, pokoknya sebelum kita muncul tiga di sana, Malaysia tidak boleh nambah di sini,” cetus dia.
Dia juga menambahkan, setelah OJK bersama Bank Indonesia (BI) melakukan penandatanganan perjanjian bilateral dengan Bank Sentral Malaysia untuk mendukung ASEAN Banking Integration Framework (ABIF), otoritas perbankan nasional juga berencana melakukan penandatanganan dengan Bank Sentral Singapura.
”Yang paling dekat sebenarnya itu Malaysia. Malaysia kan sudah ya. Namun, sebenarnya yang dengan Malaysia itu baru yang namanya head of agrement, jadi kesepakatan duluan sebelum ABIF ditandatangani. Untuk di Singapura kita sesegera mungkin,” papar dia. Nelson menilai penandatanganan perjanjian bilateral dalam mendukung ABIF ini merupakan modal penting bagi Indonesia dengan negara-negara lain yang tergabung di dalam ABIF.
Selanjutnya, setelah ditandatangani, masing-masing negara akan melakukan negosiasi bilateral. ”Dengan Malaysia kita sudah punya poin-poinnya, dan itu modal dengan negara-negara lain. Untuk Malaysia dan Singapura itu penting, karena mereka pressure di sini sudah terlalu banyak, kita bilang sebelum imbang dulu jangan dulu. Jumlah bank mereka dan bank kita di sana harus sama,” tukas dia.
Sebelumnya, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, dengan implementasi ABIF diharapkan perbankan dan pelaku bisnis dapat mengembangkan bisnisnya dengan lebih luas, efisien, dan stabil di kawasan ASEAN. Dia mengungkapkan, asas resiprokal menjadi salah satu prinsip utama ABIF di mana akses pasar dan fleksibilitas operasional harus saling menguntungkan dan dapat diterima oleh negara yang bersepakat.
”Dampak positif ABIF bagi Indonesia adalah adanya peluang dan potensi bagi perbankan dan pelaku bisnis Indonesia untuk melakukan ekspansi ke pasar ASEAN,” ucap dia. Nantinya, kata Agus, perbankan Indonesia bisa mendapatkan kemudahan berekspansi di Malaysia melalui pembukaan kantor cabang atau penambahan ATM, dan lainnya.
Agus menambahkan, BI juga meminta agar perbankan nasional siap menyongsong ASEAN Banking Integration Framework atau integrasi perbankan ASEAN. ”Langkah ini bertujuan untuk memfasilitasi kemajuan integrasi ekonomi dan keuangan ASEAN,” paparnya.
Kunthi fahmar sandy
Hal tersebut sejalan dengan penandatanganan perjanjian bilateral yang dilakukan Bank Indonesia (BI) dan OJK dengan Bank Sentral Malaysia untuk mendukung ASEAN Banking Integration (ABIF). ”Indonesia ke Malaysia mungkin paling duluan, yakni bank-bank yang BUMN seperti Bank Mandiri, BRI, BNI,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon kepada wartawan di Gedung OJK, Jakarta, kemarin.
Kendati demikian, dia melanjutkan, untuk mewujudkan ekspansi tersebut, perbankan Indonesia harus memiliki permodalan dan daya saing yang kuat. Pasalnya, apabila perbankan Indonesia yang masuk ke Negeri Jiran tidak memiliki daya saing maka di sana hanya menjadi ”penonton” saja.
”Makanya tingkat efisiensi bank harus lebih baik dulu, sumber daya manusia (SDM)-nya harus berkualitas. Kalau dari regulasinya, saya kira tidak perlu harus dibahas,” imbuh dia. Menurut Nelson, sebelum ketiga bank BUMN ada di Malaysia, maka perbankan Malaysia tidak boleh menambah kantor cabang di Indonesia.
”Mereka tidak boleh nambah, karena mereka sudah ada tiga di sini. Maybank Syariah itu diperhitungkan sementara sebagai QAB (Qualified ASEAN Bank) dulu. Ya, pokoknya sebelum kita muncul tiga di sana, Malaysia tidak boleh nambah di sini,” cetus dia.
Dia juga menambahkan, setelah OJK bersama Bank Indonesia (BI) melakukan penandatanganan perjanjian bilateral dengan Bank Sentral Malaysia untuk mendukung ASEAN Banking Integration Framework (ABIF), otoritas perbankan nasional juga berencana melakukan penandatanganan dengan Bank Sentral Singapura.
”Yang paling dekat sebenarnya itu Malaysia. Malaysia kan sudah ya. Namun, sebenarnya yang dengan Malaysia itu baru yang namanya head of agrement, jadi kesepakatan duluan sebelum ABIF ditandatangani. Untuk di Singapura kita sesegera mungkin,” papar dia. Nelson menilai penandatanganan perjanjian bilateral dalam mendukung ABIF ini merupakan modal penting bagi Indonesia dengan negara-negara lain yang tergabung di dalam ABIF.
Selanjutnya, setelah ditandatangani, masing-masing negara akan melakukan negosiasi bilateral. ”Dengan Malaysia kita sudah punya poin-poinnya, dan itu modal dengan negara-negara lain. Untuk Malaysia dan Singapura itu penting, karena mereka pressure di sini sudah terlalu banyak, kita bilang sebelum imbang dulu jangan dulu. Jumlah bank mereka dan bank kita di sana harus sama,” tukas dia.
Sebelumnya, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, dengan implementasi ABIF diharapkan perbankan dan pelaku bisnis dapat mengembangkan bisnisnya dengan lebih luas, efisien, dan stabil di kawasan ASEAN. Dia mengungkapkan, asas resiprokal menjadi salah satu prinsip utama ABIF di mana akses pasar dan fleksibilitas operasional harus saling menguntungkan dan dapat diterima oleh negara yang bersepakat.
”Dampak positif ABIF bagi Indonesia adalah adanya peluang dan potensi bagi perbankan dan pelaku bisnis Indonesia untuk melakukan ekspansi ke pasar ASEAN,” ucap dia. Nantinya, kata Agus, perbankan Indonesia bisa mendapatkan kemudahan berekspansi di Malaysia melalui pembukaan kantor cabang atau penambahan ATM, dan lainnya.
Agus menambahkan, BI juga meminta agar perbankan nasional siap menyongsong ASEAN Banking Integration Framework atau integrasi perbankan ASEAN. ”Langkah ini bertujuan untuk memfasilitasi kemajuan integrasi ekonomi dan keuangan ASEAN,” paparnya.
Kunthi fahmar sandy
(ars)