Kadin Perkuat Produk Domestik di Tapal Batas
A
A
A
BATAM - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong penguatan perdagangan di tapal batas melalui berbagai usulan guna memperkuat produk domestik.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Industri Investasi dan Perdagangan, John Kennedy mengungkapkan, saat ini perdagangan tapal batas dengan negara, seperti Malaysia terus meningkat terutama di Kepri dan Kalimantan.
Di sisi lain, hingga kini belum ada langkah kongkret untuk memperkuat pelaku UKM, sedangkan tantangan pasar Asia Tenggara, melalui MEA 2015 sudah di depan mata.
"Kadin Indonesia sedang memperkuat perdagangan antar batas negara, termasuk di Kepri dan Kalimantan. Perdagangan lintas batas sudah terjadi sejak lama, tapi belum ada langkah kongkret," ujarnya, Jumat (9/1/2015).
Menurut John, salah satu penguatan yang didorong Kadin adalah pemenuhan standar kemasan produk dan masa waktu penggunaan produk. Dua indikator tersebut selama ini belum diperbaiki pemerintah sehingga produk domestik kesulitan menembus pasar negara lain di tapal batas.
Dorongan ini, lanjut John, juga sejalan dengan program pemerintah Joko Widodo yang tengah memperkuat sektor pasar sejalan dengan penguatan UKM.
"Kita harus mendorong UKM agar bisa lebih tampil ke depan, karena UKM itulah kekuatan kita," tandasnya.
Sebelumnya, Kadin juga sudah mengusulkan agar nilai transaksi di daerah perbatasan ditingkatkan menjadi 1.500 ringgit Malaysia per orang per bulan sejalan dengan kebutuhan masyarakat di perbatasan yang semakin meningkat.
Nilai transaksi maksimal 600 ringgit Malaysia per orang per bulan dalam Border Trade Agreement atau perjanjian lintas batas dan perdagangan antara Indonesia dan Malaysia yang berlaku sejak 1970 dinilai sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Kadin juga melihat tingkat inflasi di perbatasan sudah tidak relevan dibandingkan kondisi 1970.
Alasan lainnya, pembatasan yang terlalu ketat justru memicu penyelundupan. Jika transaksi diketahui melebihi 600 ringgit malaysia, maka akan dikenai peraturan ekspor-impor dan pajak impor.
Pembahasan peraturan pemerintah (PP) mengenai perdagangan perbatasan sebagai aturan pelaksana UU No 7/2014 tentang Perdagangan menjadi momentum tepat untuk merevisi batasan nilai transaksi itu.
UU Perdagangan hanya menyebutkan nilai transaksi maksimal pembelian barang di luar daerah pabean untuk dibawa ke dalam daerah pabean diatur dalam perjanjian bilateral. Adapun PP harus terbit paling lambat dua tahun setelah UU diundangkan pada 11 Maret 2014.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Industri Investasi dan Perdagangan, John Kennedy mengungkapkan, saat ini perdagangan tapal batas dengan negara, seperti Malaysia terus meningkat terutama di Kepri dan Kalimantan.
Di sisi lain, hingga kini belum ada langkah kongkret untuk memperkuat pelaku UKM, sedangkan tantangan pasar Asia Tenggara, melalui MEA 2015 sudah di depan mata.
"Kadin Indonesia sedang memperkuat perdagangan antar batas negara, termasuk di Kepri dan Kalimantan. Perdagangan lintas batas sudah terjadi sejak lama, tapi belum ada langkah kongkret," ujarnya, Jumat (9/1/2015).
Menurut John, salah satu penguatan yang didorong Kadin adalah pemenuhan standar kemasan produk dan masa waktu penggunaan produk. Dua indikator tersebut selama ini belum diperbaiki pemerintah sehingga produk domestik kesulitan menembus pasar negara lain di tapal batas.
Dorongan ini, lanjut John, juga sejalan dengan program pemerintah Joko Widodo yang tengah memperkuat sektor pasar sejalan dengan penguatan UKM.
"Kita harus mendorong UKM agar bisa lebih tampil ke depan, karena UKM itulah kekuatan kita," tandasnya.
Sebelumnya, Kadin juga sudah mengusulkan agar nilai transaksi di daerah perbatasan ditingkatkan menjadi 1.500 ringgit Malaysia per orang per bulan sejalan dengan kebutuhan masyarakat di perbatasan yang semakin meningkat.
Nilai transaksi maksimal 600 ringgit Malaysia per orang per bulan dalam Border Trade Agreement atau perjanjian lintas batas dan perdagangan antara Indonesia dan Malaysia yang berlaku sejak 1970 dinilai sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Kadin juga melihat tingkat inflasi di perbatasan sudah tidak relevan dibandingkan kondisi 1970.
Alasan lainnya, pembatasan yang terlalu ketat justru memicu penyelundupan. Jika transaksi diketahui melebihi 600 ringgit malaysia, maka akan dikenai peraturan ekspor-impor dan pajak impor.
Pembahasan peraturan pemerintah (PP) mengenai perdagangan perbatasan sebagai aturan pelaksana UU No 7/2014 tentang Perdagangan menjadi momentum tepat untuk merevisi batasan nilai transaksi itu.
UU Perdagangan hanya menyebutkan nilai transaksi maksimal pembelian barang di luar daerah pabean untuk dibawa ke dalam daerah pabean diatur dalam perjanjian bilateral. Adapun PP harus terbit paling lambat dua tahun setelah UU diundangkan pada 11 Maret 2014.
(dmd)