Kemenperin Dorong Industri Maritim

Selasa, 13 Januari 2015 - 13:49 WIB
Kemenperin Dorong Industri Maritim
Kemenperin Dorong Industri Maritim
A A A
BANDUNG - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan mengembangkan industri berbasis maritim. Potensi untuk mengembangkan industri maritim sangat terbuka mengingat Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia.

“Hal inilah yang menjadi potensi besar untuk memajukan perekonomian Indonesia sehingga dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin dalam pemaparan singkatnya mengenai “Pembangunan Industri Berbasis Maritim“ pada MUNAS XV HIPMI di Bandung, kemarin.

Menurut Saleh, ada empat industri maritim yang akan dikembangkan pada periode 2015-201-, yaitu industri rumput laut, industri pengolahan ikan, industri galangan kapal, dan industri garam. “Kita tahu bahwa salah satu yang terus didorong oleh presiden yaitu bagaimana agar industri maritim kita dapat tumbuh dan berkembang karena bagaimana pun dua pertiga dari wilayah Indonesia adalah laut,” ujarnya.

Industri rumput laut nasional terdiri atas 25 unit usaha besar yang menyerap 3.100 orang tenaga kerja yang memiliki nilai investasi sebesar USD170 juta. “Industri rumput laut saat ini lebih banyak menjual secara mentah ke luar negeri. Padahal, seharusnya ini bisa dilakukan hilirisasi dengan menumbuhkan industri turunnya di dalam negeri,” ungkap Saleh.

Saleh menambahkan, industri rumput laut nasional memiliki kapasitas terpasang sebesar 33.000 ton dengan kemampuan produksi 20.000 ton per tahun sehingga menghasilkan utilisasi sebesar 60%. “Permasalahan- permasalahan yang dihadapi adalah suplai bahan baku terbatas untuk industri pengolahan rumput laut karena masih diekspor dalam bentuk mentah, kualitas bahan baku rumput laut yang rendah, biaya transportasi masih mahal,” jelasnya.

Menurut Saleh, agar industri ini bisa berkembang, Kemenperin akan terus berkoordinasi dengan instansi-instansi lainnya agar pasokan bahan baku terpenuhi. Saleh melanjutkan, industri pengelolaan ikan saat ini sama seperti industri rumput laut, yakni kekurangan bahan baku. “Ini karena banyak terjadi penjualan ikan secara ilegal sehingga pasokan bahan baku berkurang,” ungkapnya.

Selama ini industri pengolahan ikan nasional yang terdiri atas 37 unit usaha berskala besar mampu menyerap 62.000 orang tenaga kerja dan memiliki nilai investasi Rp1,5 triliun. Industri pengolahan ikan nasional juga telah memiliki kapasitas terpasang 339.000 ton dengan kemampuan produksi 197.000 ton per tahun, sehingga menghasilkan utilisasi sebesar 58%.

Selain masalah bahan baku, masalah industri pengolahan ikan lainnya terkait saling pengakuan standar dengan negaranegara tujuan ekspor. “Koordinasinya belum baik sehingga banyak hasil pengolahan ikan yang ditolak oleh negara tujuan ekspor,” katanya.

Sementara itu, industri galangan kapal nasional masih memiliki potensi yang cukup besar untuk terus dikembangkan. Untuk industri galangan kapal reparasi, jumlah fasilitas produksinya sebesar 214 unit dengan kapasitas 12 juta dead weight ton (DWT) per tahun dengan utilisasi sebesar 85%.

Sedangkan galangan kapal baru, jumlah fasilitas produksinya sebanyak 160 unit dengan kapasitas 1,2 juta DWT pertahun dengan utilisasi sebesar 35%.“Industri galangan kapal di Tanah Air banyak yang belum tumbuh. Kami koordinasi dengan Menko Maritim bersama dengan Menteri Perhubungan dan Menteri Keuangan memberikan insentifinsentif,” ungkapnya.

Industri garam nasional yang terdiri atas 35 unit usaha berskala besar dengan luas lahan produksi mencapai 22.000 hektare (ha) memiliki kapasitas produksi 1,56 juta ton per tahun. “Membuat garam konsumsi di mana pun bisa, namun berbeda dalam membuat garam industri. Garam industri kandungan NaClnya tinggi sehingga tidak bisa dikonsumsi,” ujarnya.

Permasalahan yang dihadapi industri garam adalah belum diproduksinya garam industri dalam skala besar sehingga kebutuhan garam industri sebesar 1,9 juta ton pertahun masih diimpor. “Membuat garam industri tidak semua laut bisa. Lebih cocok wilayahnya adalah di kawasan timur Indonesia, khususnya di NTT. Curah hujan dan alamnya cocok untuk pengembangan garam industri,” tandasnya.

Komitmen pemerintah untuk memajukan sektor maritim juga ditandai dengan digencarkannya penegakan hukum bagi para pencuri ikan atau illegal fishing. Mulai dari memperketat pengawasan, melarang kapal- kapal melakukan alih muatan ikan di laut, serta penenggelaman kapal asing pencuri ikan.

Dengan semua upaya tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) optimistis industri perikanan yang semula banyak tutup karena kekurangan bahan baku akan kembali menggeliat.

“Dengan berhentinya pencurian ikan, pasokan bahan baku akan melimpah sehingga industri pendingin dan pengolahan ikan akan tumbuh lagi. Ini merupakan kesempatan juga bagi para pengusaha muda untuk mengambil peluang bisnis yang ada di industri perikanan,” ujar Presiden, pada kesempatan yang sama. Potensi maritim lainnya datang dari industri pariwisata.

Menurut Jokowi, Indonesia punya kekuatan dan daya tarik wisata luar biasa. Hanya, potensi tersebut selama ini tidak dipromosikan secara besar-besaran sehingga kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) pun baru mencapai 9 juta wisman. Jumlah ini jauh dari negara tetangga seperti Thailand (27 juta wisman) dan Singapura (15 juta wisman).

“Ini karena kita tidak membangun brand , promosi tidak dibangun besar-besaran. Ini yang akan kita genjot, dan saya perintahkan ke menteri (Pariwisata) untuk bisa mencapai target kunjungan 20 juta wisman pada 2019,” tandasnya.

Demi mendukung wisata bahari, pemerintah akan menyederhanakan prosedur dan durasi perizinan bagi kapal wisata asing yang akan masuk serta membangun pelabuhan-pelabuhan yang bisa menampung kapal-kapal wisata jenis yacht maupun cruise.

Oktiani Endarwati /Inda Susanti
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5011 seconds (0.1#10.140)