Harga Minyak Dunia Terus Melemah
A
A
A
NEW YORK - Harga minyak mentah dunia kembali anjlok setelah bank-bank investasi di Amerika Serikat (AS) memangkas proyeksi harga minyak. Hingga kemarin harga minyak turun 60% dibanding pada Juni 2014.
Bahkan, bank-bank tersebut memprediksi, sepanjang semester I/2015 harga diprediksi terus melemah sampai menemukan keseimbangan baru. Selain itu, terdapat kekhawatiran tentang kelebihan pasokan global serta lemahnya permintaan di pasar utama seperti China dan Eropa. Pada perdagangan Senin (12/1) minyak mentah jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange untuk pengiriman Februari turun USD1,23 menjadi USD44,8 per barel.
Sementara, minyak mentah jenis Brent di London untuk pengiriman Februari melemah USD1,48 menjadi ditutup pada USD 45,9 per barel . Di antara perbankan yang menurunkan proyeksi harga minyak adalah Goldman Sachs. Bank investasi itu menyatakan bahwa pasar akan mengalami surplus lebih lama dibanding sebelumnya seiring penuhnya kapasitas tanker dan cadangan minyak di AS.
“Saya kira harga minyak mentah di kisaran USD40 akan diperlukan untuk memperlambat produksi AS,” ujar analis Goldman Sachs Jeffrey Currie pada laporan yang dirilis Senin (12/1), seperti dikutip Reuters. Bank investasi lainnya, Societe General, juga memproyeksikan bahwa rata-rata harga minyak mentah AS tahun ini hanya akan berada di kisaran USD51 per barel.
Sedangkan, harga minyak jenis Brent diperkirakan hanya akan menyentuh angka USD55 per barel. Sebelumnya, pekan lalu, Commerzbank juga menurunkan perkiraan harga Brent di kuartal I/2015 menjadi hanya USD45 dari sebelumnya USD65 perbarel. Jatuhnya hargaminyak dalam tujuh bulan terakhir disebut-sebut akibat Organisasi Negara Pengekspor Minyak (Organization of the Petroleum ExportingCountries/ OPEC ) tidak memangkas produksi minyak guna merespons kemerosotan harga.
Sejak November tahun lalu OPEC tetap mempertahankan produksi minyak sebanyak 30 juta barel per hari. Di antara negara OPEC yang bersikukuh mempertahankan produksi minyak adalah Uni Emirat Arab (UEA). Duta Besar UEA untuk AS Al Otaiba sebelumnya mengatakan, bahwa UEA dapat hidup dengan kondisi pasar saat ini lebih lama dari pada yang diperkirakan orangorang.
Di bagian lain, Badan Informasi Energi AS (EIA) menyatakan, produksi minyak mentah AS naik 11.000 barel per hari menjadi 9,13 juta pada pekan yang berakhir 2 Januari lalu. Ini adalah produksi terbesar dalam data mingguan sejak direkam mulai Januari 1983. Di bagian lain, UEA menyatakan bahwa OPEC tidak bisa melindungi harga minyak dunia yang telah jatuh sejak Juni tahun lalu.
Untuk itu, guna mengurangi suplai minyak yang berlebih, negara itu menyarankan agar produksi minyak serpih (shale oil) di Amerika Utara dibatasi. Analis mengatakan, anggota OPEC yang lebih kaya seperti UEA telah siap menerima penurunan harga dengan harapan bahwa itu akan memaksa biaya produksi minyak serpih lebih tinggi dari harga pasar.
“Pasar saat ini sedikit panik dan momentumnya sangat negatif. Kami tidak melihat ada aksi dan komentar yang bisa mengurangi agresivitas penjualan,” ujar Ole Hansen, ahli strategi komoditas senior pada Saxo Bank. Sementara, Menteri Energi UEA Suhail al-Mazrouei mengatakan, pihaknya tidak bisa terus melindungi harga minyak pada level tertentu.
“Kami telah melihat kelebihan pasokan datang, terutama dari minyak serpih, dan itu perlu dikoreksi,” katanya di Abu Dhabi kemarin. Dia menambahkan, UEA tetap khawatir tentang keseimbangan di pasar minyak tetapi tidak bisa menjadi satu-satunya pihak yang bertanggung jawab. Menurutnya, produsen minyak di luar OPEC juga harus rasional jika ingin meningkatkan produksi.
Yanto kusdiantono
Bahkan, bank-bank tersebut memprediksi, sepanjang semester I/2015 harga diprediksi terus melemah sampai menemukan keseimbangan baru. Selain itu, terdapat kekhawatiran tentang kelebihan pasokan global serta lemahnya permintaan di pasar utama seperti China dan Eropa. Pada perdagangan Senin (12/1) minyak mentah jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange untuk pengiriman Februari turun USD1,23 menjadi USD44,8 per barel.
Sementara, minyak mentah jenis Brent di London untuk pengiriman Februari melemah USD1,48 menjadi ditutup pada USD 45,9 per barel . Di antara perbankan yang menurunkan proyeksi harga minyak adalah Goldman Sachs. Bank investasi itu menyatakan bahwa pasar akan mengalami surplus lebih lama dibanding sebelumnya seiring penuhnya kapasitas tanker dan cadangan minyak di AS.
“Saya kira harga minyak mentah di kisaran USD40 akan diperlukan untuk memperlambat produksi AS,” ujar analis Goldman Sachs Jeffrey Currie pada laporan yang dirilis Senin (12/1), seperti dikutip Reuters. Bank investasi lainnya, Societe General, juga memproyeksikan bahwa rata-rata harga minyak mentah AS tahun ini hanya akan berada di kisaran USD51 per barel.
Sedangkan, harga minyak jenis Brent diperkirakan hanya akan menyentuh angka USD55 per barel. Sebelumnya, pekan lalu, Commerzbank juga menurunkan perkiraan harga Brent di kuartal I/2015 menjadi hanya USD45 dari sebelumnya USD65 perbarel. Jatuhnya hargaminyak dalam tujuh bulan terakhir disebut-sebut akibat Organisasi Negara Pengekspor Minyak (Organization of the Petroleum ExportingCountries/ OPEC ) tidak memangkas produksi minyak guna merespons kemerosotan harga.
Sejak November tahun lalu OPEC tetap mempertahankan produksi minyak sebanyak 30 juta barel per hari. Di antara negara OPEC yang bersikukuh mempertahankan produksi minyak adalah Uni Emirat Arab (UEA). Duta Besar UEA untuk AS Al Otaiba sebelumnya mengatakan, bahwa UEA dapat hidup dengan kondisi pasar saat ini lebih lama dari pada yang diperkirakan orangorang.
Di bagian lain, Badan Informasi Energi AS (EIA) menyatakan, produksi minyak mentah AS naik 11.000 barel per hari menjadi 9,13 juta pada pekan yang berakhir 2 Januari lalu. Ini adalah produksi terbesar dalam data mingguan sejak direkam mulai Januari 1983. Di bagian lain, UEA menyatakan bahwa OPEC tidak bisa melindungi harga minyak dunia yang telah jatuh sejak Juni tahun lalu.
Untuk itu, guna mengurangi suplai minyak yang berlebih, negara itu menyarankan agar produksi minyak serpih (shale oil) di Amerika Utara dibatasi. Analis mengatakan, anggota OPEC yang lebih kaya seperti UEA telah siap menerima penurunan harga dengan harapan bahwa itu akan memaksa biaya produksi minyak serpih lebih tinggi dari harga pasar.
“Pasar saat ini sedikit panik dan momentumnya sangat negatif. Kami tidak melihat ada aksi dan komentar yang bisa mengurangi agresivitas penjualan,” ujar Ole Hansen, ahli strategi komoditas senior pada Saxo Bank. Sementara, Menteri Energi UEA Suhail al-Mazrouei mengatakan, pihaknya tidak bisa terus melindungi harga minyak pada level tertentu.
“Kami telah melihat kelebihan pasokan datang, terutama dari minyak serpih, dan itu perlu dikoreksi,” katanya di Abu Dhabi kemarin. Dia menambahkan, UEA tetap khawatir tentang keseimbangan di pasar minyak tetapi tidak bisa menjadi satu-satunya pihak yang bertanggung jawab. Menurutnya, produsen minyak di luar OPEC juga harus rasional jika ingin meningkatkan produksi.
Yanto kusdiantono
(bbg)