Anak Usaha BUMN Perlu Dievaluasi
A
A
A
JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memeriksa 45 anak usaha badan usaha milik negara (BUMN) dengan memperoleh 801 temuan. Lembaga negara tersebut memberikan 1.294 rekomendasi, dengan rasio permasalahan yang berpotensi merugikan negara dan korporasi sebesar 62% dari hasil temuan.
“Apa yang kita lakukan merupakan tindak lanjut dari rekomendasi temuan BPK seminggu lalu. Bersama Kementerian BUMN, kami ingin segera menyelesaikan masalah yang tertunda beberapa tahun lalu,” kata anggota VII BPK Achsanul Qosasi saat konferensi pers di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, kemarin. Lebih lanjut dia menjelaskan, permasalahan di BUMN saat ini mulai banyak beralih ke anak usaha. Dia mensinyalir pendirian anak usaha cenderung menjadi tempat transaksi yang digunakan untuk kepentingan tertentu.
“Selain itu, lembaga DPR belum optimal dalam melakukan pengawasan terhadap kurang lebih 600 anak usaha BUMN,” imbuhnya. Achsanul memaparkan, sejumlah anak usaha BUMN yang mendapat temuan BPK di antaranya PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Pertamina, PT Telkom, dan beberapa anak usaha di bidang jasa keuangan. Terkait hasil temuan BPK tersebut, pihaknya akan segera melaporkan kepada parlemen.
Dari temuan itu, BPK bahkan telah melaporkan ke aparat penegak hukum. Meski demikian, Achsanul enggan memaparkan anak usaha BUMN mana atau apa isi laporan itu. “Kami akan mencari jalan keluar untuk bisa melakukan temuan tersebut. Ini baru anak usaha BUMN yang besar, ke depan kami akan memeriksa anak usaha BUMN yang kecil,” janjinya. Dalam sembilan hari ke belakang, kata Achsanul, sejumlah BUMN telah berhasil menyelesaikan 1.739 rekomendasi.
Dia mengatakan, dengan telah diselesaikannya temuan tersebut, secara total telah ditindak lanjuti 10.508 temuan dari 11.018 temuan atau mencapai 95,3%, sedangkan sisanya dalam proses penyelesaian. “Dalam sembilan hari ada hampir 2.000 temuan yang diselesaikan, sedangkan sisanya dalam proses hukum atau masih dalam wewenang sejumlah lembaga atau kementerian,” jelas Achsanul.
Dia memaparkan, masih banyak BUMN yang belum menyelesaikan rekomendasi dari BPK. Misalnya PT Merpati Nusantara Airlines yang baru 13,43%, PT Pelindo II sekitar 39,71%, Perum Perumnas sekitar 45,83%, PT by safeweb">Hotel Indonesia Natour 12,5%, PT Indofarma 48,31%, PT Ind Kapal Indonesia 38,1%, Perum Perikanan Indonesia 34,62%, PT Balai Pustaka 8,7%, Perum PFN 32,43% dan PT Kima 46,67%.
“Diharapkan BUMN bisa menyumbang untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat sesuai instruksi presiden, sedangkan Kementerian BUMN menjadi data awal untuk pengambilan keputusan BPK,” imbuhnya. Dalam pemeriksaan ke depan, katanya, BPK akan memfokuskan pada pemeriksaan kinerja, sehingga produk BPK bukan hanya berpendapat terhadap kebenaran akuntansi, tapi lebih pada program efektivitas dan efisiensi keuangan negara di BUMN.
“Kami juga mengucapkan terima kasih kepada BUMN yang telah menindaklanjuti rekomendasi sebesar 100%,” katanya. BUMN tersebut di antaranya bergerak di bidang industri tambang dan migas sebesar 84,59%, industri kesehatan 82,35%, industri kebun dan kehutanan 78,02%, dan industri karya atau infrastruktur 75,98%. Sementara itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno siap memanggil perusahaan pelat merah yang belum menyelesaikan temuan rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Kami sangat terbantu dengan dukungan dari BPK, diharapkan melalui temuan BPK perusahaan BUMN bisa lebih sehat dengan good corporate government ,” kata Rini. Dia mengakui saat ini memang ada beberapa perusahaan pelat merah yang belum menyelesaikan rekomendasi dari hasil temuan BPK. Untuk itu, kementeriannya siap menindaklanjuti melalui pemanggilan ke perusahaan tersebut.
“Ada temuan yang sudah lama dan didiamkan, tapi harus diselesaikan, kalau tidak ada apa-apa ya harus dijelaskan. Untuk perusahaan yang belum memberikan respons, kita akan tindak lanjut dan akan segera dipanggil,” tegasnya. Rini menjelaskan, perusahaan BUMN yang masih belum menyelesaikan rekomendasi dari BPK di antaranya PT Merpati Nusantara Airlines, PT Pelindo II, PT Kima, dan PT Perusahaan Gas Negara.
“Kita masih ada pekerjaan rumah untuk menyeragamkan standard operating procedure (SOP) pada masingmasing sektor, melalui penyeragaman SOP tersebut, direksi BUMN baik induk maupun anak usaha dapat melakukan fungsinya dengan baik secara profesional,” paparnya.
Heru febrianto
“Apa yang kita lakukan merupakan tindak lanjut dari rekomendasi temuan BPK seminggu lalu. Bersama Kementerian BUMN, kami ingin segera menyelesaikan masalah yang tertunda beberapa tahun lalu,” kata anggota VII BPK Achsanul Qosasi saat konferensi pers di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, kemarin. Lebih lanjut dia menjelaskan, permasalahan di BUMN saat ini mulai banyak beralih ke anak usaha. Dia mensinyalir pendirian anak usaha cenderung menjadi tempat transaksi yang digunakan untuk kepentingan tertentu.
“Selain itu, lembaga DPR belum optimal dalam melakukan pengawasan terhadap kurang lebih 600 anak usaha BUMN,” imbuhnya. Achsanul memaparkan, sejumlah anak usaha BUMN yang mendapat temuan BPK di antaranya PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Pertamina, PT Telkom, dan beberapa anak usaha di bidang jasa keuangan. Terkait hasil temuan BPK tersebut, pihaknya akan segera melaporkan kepada parlemen.
Dari temuan itu, BPK bahkan telah melaporkan ke aparat penegak hukum. Meski demikian, Achsanul enggan memaparkan anak usaha BUMN mana atau apa isi laporan itu. “Kami akan mencari jalan keluar untuk bisa melakukan temuan tersebut. Ini baru anak usaha BUMN yang besar, ke depan kami akan memeriksa anak usaha BUMN yang kecil,” janjinya. Dalam sembilan hari ke belakang, kata Achsanul, sejumlah BUMN telah berhasil menyelesaikan 1.739 rekomendasi.
Dia mengatakan, dengan telah diselesaikannya temuan tersebut, secara total telah ditindak lanjuti 10.508 temuan dari 11.018 temuan atau mencapai 95,3%, sedangkan sisanya dalam proses penyelesaian. “Dalam sembilan hari ada hampir 2.000 temuan yang diselesaikan, sedangkan sisanya dalam proses hukum atau masih dalam wewenang sejumlah lembaga atau kementerian,” jelas Achsanul.
Dia memaparkan, masih banyak BUMN yang belum menyelesaikan rekomendasi dari BPK. Misalnya PT Merpati Nusantara Airlines yang baru 13,43%, PT Pelindo II sekitar 39,71%, Perum Perumnas sekitar 45,83%, PT by safeweb">Hotel Indonesia Natour 12,5%, PT Indofarma 48,31%, PT Ind Kapal Indonesia 38,1%, Perum Perikanan Indonesia 34,62%, PT Balai Pustaka 8,7%, Perum PFN 32,43% dan PT Kima 46,67%.
“Diharapkan BUMN bisa menyumbang untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat sesuai instruksi presiden, sedangkan Kementerian BUMN menjadi data awal untuk pengambilan keputusan BPK,” imbuhnya. Dalam pemeriksaan ke depan, katanya, BPK akan memfokuskan pada pemeriksaan kinerja, sehingga produk BPK bukan hanya berpendapat terhadap kebenaran akuntansi, tapi lebih pada program efektivitas dan efisiensi keuangan negara di BUMN.
“Kami juga mengucapkan terima kasih kepada BUMN yang telah menindaklanjuti rekomendasi sebesar 100%,” katanya. BUMN tersebut di antaranya bergerak di bidang industri tambang dan migas sebesar 84,59%, industri kesehatan 82,35%, industri kebun dan kehutanan 78,02%, dan industri karya atau infrastruktur 75,98%. Sementara itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno siap memanggil perusahaan pelat merah yang belum menyelesaikan temuan rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Kami sangat terbantu dengan dukungan dari BPK, diharapkan melalui temuan BPK perusahaan BUMN bisa lebih sehat dengan good corporate government ,” kata Rini. Dia mengakui saat ini memang ada beberapa perusahaan pelat merah yang belum menyelesaikan rekomendasi dari hasil temuan BPK. Untuk itu, kementeriannya siap menindaklanjuti melalui pemanggilan ke perusahaan tersebut.
“Ada temuan yang sudah lama dan didiamkan, tapi harus diselesaikan, kalau tidak ada apa-apa ya harus dijelaskan. Untuk perusahaan yang belum memberikan respons, kita akan tindak lanjut dan akan segera dipanggil,” tegasnya. Rini menjelaskan, perusahaan BUMN yang masih belum menyelesaikan rekomendasi dari BPK di antaranya PT Merpati Nusantara Airlines, PT Pelindo II, PT Kima, dan PT Perusahaan Gas Negara.
“Kita masih ada pekerjaan rumah untuk menyeragamkan standard operating procedure (SOP) pada masingmasing sektor, melalui penyeragaman SOP tersebut, direksi BUMN baik induk maupun anak usaha dapat melakukan fungsinya dengan baik secara profesional,” paparnya.
Heru febrianto
(bbg)