Defisit Transaksi Berjalan Tertolong Pelemahan Harga Minyak Dunia
A
A
A
JAKARTA - Defisit transaksi berjalan (current account deficit /CAD) tahun ini diperkirakan berada di kisaran 3% dari produk domestik bruto (PDB). Penurunan defisit dipicu berbagai faktor di antaranya karena pelemahan harga minyak dunia dan komoditas lainnya, serta nilai tukar rupiah yang dianggap sesuai fundamentalnya.
Direktur Kebijakan Moneter BI Juda Agung mengatakan, penurunan harga minyak dunia positif karena selama ini CAD didorong oleh impor minyak yang berimbas pada turunnya harga komoditas. “Untuk tahun 2015, penurunan harga minyak itu menguntungkan sehingga berimbas penurunan harga komoditas, sehingga ekspor komoditas kita di 2015 akan berkurang,” kata Juda di Gedung BI, Jakarta, kemarin.
Kendati demikian, ujar Juda, harga minyak masih sangat dinamis sehingga akan terus dicermati. Sisi positif lainnya, ujar dia, penurunan harga minyak dunia akan berdampak baik pada inflasi. “Yang paling mengalami perbaikan adalah current account dari sisi nonmigas. Ini juga tidak lepas dari sektor manufaktur sehingga nilai tukarnya makin baik,” kata dia.
Di bagian lain, Gubernur BI Agus DW Martowardojo menuturkan, nilai tukar rupiah sepanjang 2014 mengalami depresiasi terhadap dolar AS, namun mencatat apresiasi terhadap mata uang mitra dagang utama lainnya. Menurut Agus, depresiasi rupiah terhadap dolar AS terjadi pada kuartal IV/2014 disebabkan kuatnya apresiasi dolar AS terhadap hampir seluruh mata uang utama di dunia. Ini sejalan dengan munculnya data perbaikan ekonomi AS dan rencana kenaikansukubungaacuantheFed.
“Jadi memang di 2014 itu kan rupiah terdepresiasi rupiah secara point-to-point melemah 1,74% (yoy) selama tahun 2014 ke level Rp12.385 per dolar AS. Kita juga memahami negaranegara lain bahkan terdepresiasi jauh lebih besar daripada Indonesia,” ungkap dia. Sementara itu, terhadap mata uang lainnya termasuk yen Jepang dan euro, rupiah mengalami apresiasi yang cukup tinggi, walaupun masih cukup kompetitif dibandingkan dengan negara mitra dagang.
Ekonom BII Juniman menambahkan, kondisi mata uang saat ini sangat bergantung pada pergerakan nilai tukar dolar AS (USD). Saat ini, tren dolar AS menguat pada semua mata uang karena terkait adanya rencana The Fed yang ingin melakukan normalisasi kebijakan moneternya.
“Kemudian perekonomian AS juga mengalami pemulihan, dan itu membuat mata uang AS menguat terhadap mata uang lain. Selain itu, di dalam negeri juga kondisi perekonomian kita belum pulih di mana inflasi masih tinggi, kondisi politik juga belum kondusif sehingga mempengaruhi pergerakan rupiah,” ujarnya. Dia memperkirakan, sepanjang tahun ini rupiah akan bergerak di level Rp12.400-12.800 per dolar AS.
Kunthi fahmar sandy
Direktur Kebijakan Moneter BI Juda Agung mengatakan, penurunan harga minyak dunia positif karena selama ini CAD didorong oleh impor minyak yang berimbas pada turunnya harga komoditas. “Untuk tahun 2015, penurunan harga minyak itu menguntungkan sehingga berimbas penurunan harga komoditas, sehingga ekspor komoditas kita di 2015 akan berkurang,” kata Juda di Gedung BI, Jakarta, kemarin.
Kendati demikian, ujar Juda, harga minyak masih sangat dinamis sehingga akan terus dicermati. Sisi positif lainnya, ujar dia, penurunan harga minyak dunia akan berdampak baik pada inflasi. “Yang paling mengalami perbaikan adalah current account dari sisi nonmigas. Ini juga tidak lepas dari sektor manufaktur sehingga nilai tukarnya makin baik,” kata dia.
Di bagian lain, Gubernur BI Agus DW Martowardojo menuturkan, nilai tukar rupiah sepanjang 2014 mengalami depresiasi terhadap dolar AS, namun mencatat apresiasi terhadap mata uang mitra dagang utama lainnya. Menurut Agus, depresiasi rupiah terhadap dolar AS terjadi pada kuartal IV/2014 disebabkan kuatnya apresiasi dolar AS terhadap hampir seluruh mata uang utama di dunia. Ini sejalan dengan munculnya data perbaikan ekonomi AS dan rencana kenaikansukubungaacuantheFed.
“Jadi memang di 2014 itu kan rupiah terdepresiasi rupiah secara point-to-point melemah 1,74% (yoy) selama tahun 2014 ke level Rp12.385 per dolar AS. Kita juga memahami negaranegara lain bahkan terdepresiasi jauh lebih besar daripada Indonesia,” ungkap dia. Sementara itu, terhadap mata uang lainnya termasuk yen Jepang dan euro, rupiah mengalami apresiasi yang cukup tinggi, walaupun masih cukup kompetitif dibandingkan dengan negara mitra dagang.
Ekonom BII Juniman menambahkan, kondisi mata uang saat ini sangat bergantung pada pergerakan nilai tukar dolar AS (USD). Saat ini, tren dolar AS menguat pada semua mata uang karena terkait adanya rencana The Fed yang ingin melakukan normalisasi kebijakan moneternya.
“Kemudian perekonomian AS juga mengalami pemulihan, dan itu membuat mata uang AS menguat terhadap mata uang lain. Selain itu, di dalam negeri juga kondisi perekonomian kita belum pulih di mana inflasi masih tinggi, kondisi politik juga belum kondusif sehingga mempengaruhi pergerakan rupiah,” ujarnya. Dia memperkirakan, sepanjang tahun ini rupiah akan bergerak di level Rp12.400-12.800 per dolar AS.
Kunthi fahmar sandy
(bbg)